🌻🌸Berkabung🌻🌸

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Orang hebat dilahirkan dari proses yang menyakitkan, sehingga saat di atas, mereka pasti akan selalu bersyukur dan jika berada di bawah ia pun tak akan menyerah karena pernah merasakan di posisi terendah.

***
Last Memory by Galuch Fema


Happy reading jangan lupa vote

Udara pagi tersaput dingin yang pekat karena embun terus menyesap ke dalam tanah. Sinar emas tak kuasa menembus awan berarak di langit yang gelap, seakan-akan alam ikut berkabung kembalinya makhluk pada sang Pencipta.

Surat Al-A’raf ayat 34

وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌ ۚ فَاِ ذَا جَآءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَئۡخِرُوْنَ سَا عَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ

Artinya:

Dan setiap umat mempunyai ajal. Maka apabila ajalnya telah tiba mereka tidak bisa meminta penundaan atau di percepat sesaat pun.

Sebuah mobil warna hitam terparkir secara asal di tepi jalan depan pemakaman, badan mobil yang hampir menutup tengah jalan, untung saja jalan depan pemakaman bukan jalan urmtama sehingga tak banyak kendaraan lain yang melintas lewat jalan itu.

Seorang gadis itu menuruni mobil dengan perasaan yang gugup, ia hampir melewatkan acara pemakaman ini karena pagi tadi terlambat bangun. Bagaimana tidak, hampir semalaman merayakan kehilangan orang yang sekarang sebentar lagi akan dimasukkan ke dalam liang lahat.

Jika bukan telepon dari sahabatnya, mungkin ia tak akan bisa berdiri sekarang seperti ini. Baru beberapa langkah, tiba-tiba ia melupakan sesuatu. Tangan kanan merogoh benda kecil dalam tas, menengadah dan melepaskan kaca mata kemudian meneteskan beberapa tetes di atas matanya sehingga terlihat seperti orang menangis.

“Elsa Derra Sentika" —perempuan tinggi, berkulit putih dan wajah yang sangat  cantik ditambah lesung pipit saat tersenyum, membuat kaum adam akan terkesima dan otak mereka langsung berpikir bagaimana membuat gadis itu bertekuk lutut padanya, termasuk mantan atasannya yang sekarang di depan namanya sudah bertambah dengan sebutan almarhum.

Hari ini Derra sengaja memakai setelan warna hitam dengan kerudung gelap tetapi bercorak bunga kecil warna putih,  sebenarnya ia paling  malas berpakaian seperti ini karena ia benar-benar membenci warna gelap terutama hitam.

“BRUK!”

Tubuhnya limbung, kaca mata hitam ditambah mata sembab menghalangi langkahnya di atas tanah pemakaman. Tas yang ia genggam jatuh tak jauh dari tempatnya berdiri. Sebelum membenarkan letak kaca mata, tiba-tiba orang yang ia tabrak sudah menyerahkan tas miliknya yang terjatuh.

“Maaf,” sahut laki-laki itu langsung pergi secara terburu-buru.

Derra menatap punggung tegak laki-laki itu yang pergi  begitu saja, tetapi ia dapat merasakan kedekatan mereka barusan, apalagi aroma parfum maskulin yang mengingatkan pada seseorang,

Gadis itu termenung sambil mengingat lusinan laki-laki yang pernah ia dekati. Ia di kantor terkenal gadis yang suka bergonta ganti pacar tetapi tidak dengan atasannya. Derra lebih menyukai laki-laki tampan ditambah banyak uang, ia kurang menyukai laki-laki yang pemikirannya dewasa karena pasti jika seperti itu akan menuntut untuk segera menikah. Tujuan Derra saat ini menikmati masa mudanya terlebih dahulu.

“Dia seperti —“

“Derra?” panggil seseorang dari arah depan membuyarkan lamunan.

Gadis tinggi semampai itu lalu berjalan  melewati deretan karangan bunga yang berasal dari kolega perusahaan tempat di mana ia bekerja. Saking banyaknya, karangan bunga itu berdesakan di depan pelataran pemakaman tanpa bisa dilihat siapa yang mengirimnya.

"Akhirnya laki-laki tua bangka itu mati," bisik Arindra di telinga Derra .

Arindra tertawa lepas, sedangkan  gadis berkerudung itu lebih memilih menutup mulutnya karena tak ingin suaranya terdengar beberapa pelayat di depan yang tengah menyaksikan  acara terakhir sebelum jasad masuk ke dalam liang lahat.

“Kita ke sana, ikut pura-pura belasungkawa!”

Derra mengikuti saran sahabatnya tetapi baru beberapa langkah, ia sudah terhuyung hampir jatuh. Heels yang ia kenakan ternyata tak bisa bersahabat dengan tanah pemakaman yang basah karena ditimpa air hujan semalam.

"Buset, ke kuburan saja pakai heels yang tinggi, sudah seperti orang mau pentas saja!” seru Arindra  dengan suara yang kencang. Beberapa orang di barisan belakang langsung menatap ke arah suara yang berasal.

“Berisik, bukannya bantuin  malah ceramah seperti itu!” umpat Derra dengan sangat kesal.

Ia sangat kesusahan mengangkat heels yang tertancap ke dalam tanah yang lumayan becek.
Arindra menahan tawa di atas penderitaan sahabatnya. Ia lalu menarik tangan Derra sehingga sepatu bisa keluar dari lubang tanah becek.

"Lihat tuh lubang bekas heels kamu dalam begitu, tinggal kasih biji jagung besok langsung tumbuh," ejek Arindra sambil menunjukkan lubang di atas tanah.

"Berisik, Lo," umpat Derra dengan kesal. Ia berjalan terburu-buru meninggalkan Arindra yang masih menahan tawanya.

"Mana pesanan gue?"

Seketika tubuh  berhenti dan berbaik ke belakang sambil menaikkan kaca mata hitamnya dan mengangkat alisnya.

"Tetes mata."

"Oh, iya. Gue lupa," jawab Derra sambil mengambil sesuatu di dalam tasnya. Ia langsung menyodorkan obat yang bergambar mata pada sahabatnya.

Dengan gerakan cepat, Arindra langsung meneteskan pada matanya.

"Lo enggak belek, kan?"

"Apaan sih, biar kelihatan seperti orang menangis,” sanggah Arindra merasa tak terima jika matanya dikatakan bermasalah.

"Gue juga mau pakai," tukas Derra  merebut dari tangan Arindra.

"Lo kan pakai kacamata hitam? Mau diteteskan satu botol tetap gak kelihatan."

"Biarin bodo amat," tukas Derra melaju begitu saja menuju kerumunan orang di depan.

Suasana haru biru menyelimuti sebuah tanah pemakaman yang sudah bertaburan bunga di atasnya, sampai-sampai hitam tanah tampak kalah dengan warna-warni bunga di sana.

Istri pimpinan mereka, tengah memeluk nisan yang bertuliskan nama suaminya.

Kedua perempuan yang baru datang pura-pura memasang tampang sedih walaupun sebenarnya di balik kaca mata hitam Derra  sama sekali tak meneteskan air matanya.

Derra memeluk erat tas di depan dada. Lagi-lagi aroma parfum laki-laki yang menabrak tadi melekat di benda kesayangannya.

Hidung mancung putih itu mengendus tas miliknya, aroma itu melekat kuat bersama potongan sekelebat memory di masa lalunya.

"Kenapa? Tas lo bau mayat?" sindir Arindra bergidik ngeri sambil menjauh dari Derra. Ia mengusap kulit di tangannya karena tiba-tiba bulu kuduknya berdiri.

"Apaan sih?" sanggah Derra sambil memukul tas tersebut pada lengan Arindra. Gadis itu memekik kaget sambil mengusap lengannya karena kesal bercampur nyeri akibat hantaman tas yang entah apa di dalamnya.

Satu persatu para tamu menyalami istri mendiang direktur. Mereka ikut bersalaman sambil mengucapkan bela sungkawa sedalam-dalamnya. Derra dan Arindra juga bertemu dengan rekan kerjanya, mereka saling melempar senyum tanda kepuasan. Sepertinya satu perusahaan merayakan hari berkabung ini dengan suasana gembira.

Sekarang mereka pergi menjauh dari kerumunan orang tersebut menuju bawah pohon kamboja dengan bunga yang sangat lebat. Jangan tanya bagaimana Derra berjalan untuk menghindari kecerobohannya tadi. Ia memilih menapaki berbatuan dibandingkan tanah lembek.

"Akhirnya kita terbebas dari laki-laki buaya darat macam tua bangka itu.”

"Kenapa juga tidak meninggal dari dulu saja."

Keduanya tertawa terbahak-bahak karena terlepas dari beban yang menghimpitnya selama ini. Seakan lepas dari sangkar burung, terbang tinggi ke atas awan dan tidak akan menyadari jika akan ada awan hitam menghadang kemudian.

"Kira-kira siapa yang menggantikan nanti, ya? Secara almarhum tidak mempunyai keturunan. Istrinya juga bukan orang pebisnis karena dia lebih suka kegiatan derma sosial.”

"Paling juga Bayu, kan selama ini ia masih keluarga jauh dengan tua bangka tadi," gurau Arindra.

"Bagus dong, kita bisa lebih santai.”

“Benar juga, eh kita mau ke mana sekarang?” tanya Derra yang sudah melepas kaca mata hitamnya.  Merapikan ujung kerudung karena angin di sini menerbangkan ujung kerudung menutup wajahnya.

Shopping dong?” tawar Arindra dengan wajah  bersemangat.

“Pekerjaan di kantor?”

Wajah Derra berubah pucat karena kemarin pergi begitu saja dan meninggalkan laporan penjualan bulan ini yang mengalami penurunan drastis karena planning yang ia buat gagal.

“Biarkan saja buat besok, hari ini kita having fun?” bujuk Arindra.

Gadis ini pintar sekali merayu sahabatnya agar mau shopping karena memang ini hobinya.

Lagi-lagi mereka tergelak dengan puas, sambil berjalan menuju mobil yang diparkir secara asal.
Kegembiraan mereka tak luput dari perhatian seorang laki-laki yang berdiri tak jauh dari mereka. Tangannya meremas sebuah bunga yang tadinya dirangkai indah, sekarang rusak berceceran di atas tanah. Telinganya panas mendengar canda dua gadis itu yang secara tidak langsung menampar pipinya.

"Awas kalian," bisik laki-laki itu dengan geram.

-Tbc-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro