🌻🌸Cemburu🌻🌸

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Cemburu itu hanya ibarat sebuah perasaan menggebu nan kelabu yang terbelenggu di hati yang ambigu. Sulit diutarakan, namun jelas terasa menyesakan.

***
Last Memory by Galuch Fema




Happy reading jangan lupa vote

Perempuan yang rencananya akan masuk ke dalam ruangan, akhirnya  langsung memilih berbalik menuju tempat parkir. Sepengetahuan dia, laki-laki itu masih bertahan di tempat, sampai benar-benar kekasihnya beraktifitas baru akan melesat pergi.

Riuh detak jantung menemani beberapa langkah lagi ketika sampai tujuan. Netra melihat dia masih ada, sayang suara mesin mobil sudah menyala menandakan bersiap untuk pergi.

Langkah dipercepat untuk menghentikan mobil yang hendak pergi. Ketukan pintu mobil mengisyaratkan agar pemilik mobil itu membuka kaca jendela atau turun membuka pintu mobil dan segera turun.

"Ada apa?" 

Senyum tersungging di bibir perempuan yang tengah terengah-engah karena harus berlari. Ini adalah kesempatan yang ia tunggu, bisa menikmati ciptaan Tuhan dengan begitu sempurnanya.

"Aku ada perlu."

Kening itu mengernyit sambil melirik arloji di tangannya.

"Bukankah sekarang sudah masuk jam kerja?"

"Tidak apa-apa, aku sudah izin sama Bayu. Toh ini juga jadwalku mentor di lapangan."

"Bukannya kita tidak ada urusan apa-apa?"

"Memang kita tidak berurusan apa-apa. Tapi kartu kamu ada pada aku."

Senyum licik mengembang membuat laki-laki itu penasaran. Ia mencium ada sesuatu yang tidak beres pada teman kekasihnya.

"Aku mau pulang, mau istirahat. Kebetulan baru pulang dinas," sahutnya berbohong.

Lengan yang hendak masuk ke mobil langsung dicekal oleh Arindra.

"Menikahlah dengan aku!" pekik gadis itu membuat Arsha langsung menoleh sambil mengibaskan lengan itu. Raut wajah yang meradang seketika langsung menatap wajah di belakang.

"Apa maksud kamu? Menikah dengan kamu?" tanyanya tak percaya. Ia harap salah mendengar karena jujur tubuhnya sangat lelah minta untuk diajak istirahat.

"Ya, lupakan Derra dan kita akan menikah."

"Gila! Sahabat macam apaan kamu? Berani menikam sahabatnya sendiri!" tuduh Arsha naik pitam karena terpancing emosi.

Arindra tertawa lepas, ia dengan sengaja merangkul lengan kekar Arsha sambil membisikkan sesuatu.

Tubuh tegak Arsha menegang karena tak percaya dengan bisikan Arindra, ia lalu melepaskan tangan Arindra. Membuka pintu mobil dan setengah mendorong perempuan itu masuk ke dalam mobil. Melajukan cepat-cepat agar tak ada yang mengetahui kejadian barusan.

Arsha mengendarai mobil dengan perasaan gundah gulana. Bagaimana perempuan licik itu bisa tahu rencana yang sedang direncanakan matang-matang.

Dengan terpaksa Arsha menuruti keinginan Arindra sekadar menemani sarapan saja. Walaupun sejujurnya ia sangat lelah tetapi daripada rahasianya dibongkar oleh sahabat kekasihnya itu.





Mata Derra terkejut melihat sesuatu di dalam ruangan direktur utama perusahan. Sudah hampir beberapa hari tak memasuki ruangan ini.  Sekarang suasana agak lembab tak seperti biasanya. Pengharum ruangan aroma pinus menusuk hidung Derra. Sepi, tak ada satu pun di sini, bukankah tadi Bayu berkata jika ada pimpinan  baru yang sedang menunggunya.

"Ke mana itu orang?"

Dengan langkah ragu, Derra mendekati meja tersebut. Ada rasa penasaran siapa sosok yang nanti menempati kursi utama di perusahaan  ini. Sebuah jas warna hitam tergeletak di sandaran kursi. Laptop yang dibiarkan menyala begitu saja.

Derra terkejut sambil mengamati layar laptop tersebut, wallpaper di sana memperlihatkan gambar seorang perempuan terlihat menyamping dan tersenyum. Ia sangat mengenal perempuan itu karena itu adalah gambar dirinya.

Dengan jantung yang berdegup cepat, Derra membalikkan tubuh hendak pergi dari ruangan ini. Namun, mata kembali diperlihatkan sesuatu di atas meja itu.

Tangan Derra langsung meraih benda tersebut, mengamati secara detail. Benda itu adalah bunga yang kemarin oleh Arsha dibuang ke tempat sampah.

Yang jadi pertanyaan adalah mengapa bunga itu ada berada di sini. Walaupun bunga itu sedikit layu dan beberapa helai bunga yang rusak tetapi itu adalah bunga pengantin yang dia inginkan.

"Apa mungkin seorang kakek-kakek ikut rebutan bunga di acara hajatan kemarin? Perasaan juga kemarin enggak melihat laki-laki lanjut usia saat rebutan?" gumam Derra sendirian.

Derra bergegas membawa bunga itu, sekarang di tangannya terdapat dua bunga. Yang satu pemberian Arsha dan satu lagi yang dibuang oleh Arsha. Lebih baik ia mengurungkan niatnya untuk mengetahui siapa pimpinan baru. Mending bertanya pada Bayu saja daripada kebingungan seperti ini.

Di belokan depan, kebetulan bertemu dengan Bayu yang sudah kerepotan membawa beberapa berkas. Orang seperti Bayu memang kadang dimanfaatkan siapa saja yang mengenal laki-laki sedikit aneh itu untuk mengerjakan tugas yang memang bukan bagiannya.

"Bay?" sapa Derra yang sudsh dilingkupi rasa penasaran yang hebat.

"Ada apa?" tanya Bayu datar sambil memperhatikan wajah Derra yang sudah berkeringat apalagi  di tangan gadis itu sudah ada dua bunga.

"Siapa kakek tua yang jadi direktur kita?"

Bayu mengernyit, sejak kapan orang yang ditemui beberapa menit lalu berubah menjadi tua setelah masuk ruangan utama.

"Kata siapa kakek-kakek?"

Bayu sekarang kebingungan, siapa tahu yang dibicarakan Derra bukan yang ia pikirkan.

"Tua? Dia tidak tua, kok? Masih muda. Mungkin  dua tahun lebih tua dari umur kita? Siapa yang mengatakan dia tua?"

Derra terperangah kaget. Dari pertama ia berspekulasi jika pengganti almarhum, usianya sepantaran. Dan yang mengatakan itu adalah Arsha. Dia orang yang menolak jika dirinya  tak boleh berdekatan dengan pimpinan yang baru di sini.

Dengan lunglai, gadis itu memilih kembali menuju ruangan sambil memikirkan mengapa Arsha berbohong.

Pintu ruangan dibuka, selalu saja ada seseorang di dalamnya. Namun sekarang bukan Arindra melainkan seorang laki-laki yang duduk menyamping dengan tangan kanan memegang mouse. Mata serius menatap layar yang terpampang data penjualan terakhir.

Derra terus memicing sambil berusaha mengenali siapa sosok tersebut.

"Kamu?" tunjuk Derra sambil menuding dengan tatapan tak percaya melihat siapa di depannya.

"Selamat pagi.  Dari mana saja? Sudah sepuluh menit saya menunggu kedatangan Anda?" sapa laki-laki itu tanpa menoleh siapa yang datang. Namun, mendengar tapak kaki mendekat, ia sudah paham kehadiran gadis itu.

"Sa-saya...."

Derra gagap tak bisa berbicara meneruskan perkataannya. Mata yang tiba-tiba berair karena  merasa dibohongi oleh seseorang. Orang yang ditutupi ternyata sedang duduk di kursi kerjanya.

"Saya kenapa?" tanya laki-laki itu akhirnya menatap Derra yang terlihat sangat panik.

Derra tertegun, masih tak percaya  dengan siapa ia berbicara. Lima tahun lalu bukanlah waktu yang singkat untuk melupakan laki-laki itu. Bahkan namanya sering mengisi coretan di diary-nya.

Punggung tangan cepat-cepat mengucek, lebih tepatnya mengusap agar air mata tak jatuh.

"Saya barusan dari ruangan Bapak."

Suara Derra  terdengar lantang tak seperti tadi. Ia harus bisa bersikap profesional walaupun berhadapan dengan masa lalunya.

Mata Farhan menatap bunga yang ada di tangan Derra sambil tersenyum.

"Bunga saya."

Derra terkejut, ia lalu menatap ke bawah dan segera meletakkan bunga itu di depan Farhan yang masih menatapnya.

"Suka dengan bunga ini?"

Farhan menimang sambil memperhatikan bunga yang sedikit layu.

"Tidak. Saya tak sengaja menemukan di meja bapak," jawab Derra sambil membuang tatapannya agar tak melihat siapa di depan.

"Saya menyukai bunga ini, terlebih untuk mendapatkan bukan hal yang mudah," sindir Farhan sambil tersenyum.

"Bahkan harus berebutan dengan seorang perempuan."

Derra bergeming sambil menebak permainan apa yang sedang direncanakan oleh Farhan.

"Sempat menjadi milik perempuan itu, sayangnya kekasihnya menolak dan membuang begitu saja di tempat sampah."

Derra lebih baik diam, pura-pura tidak tahu. Namun, di dalam hatinya sudah panas. Ingin sekali marah atau berteriak mengingat acara di pernikahan kemarin. Berarti Farhan kemarin melihatnya bersama Arsha. Kenapa tidak kemarin saja mereka bertemu? Kenapa harus sekarang? Di tempat ini pula? Apalagi Farhan adalah pimpinannya yang baru.

Otomatis ke depan, mereka akan lebih sering bertemu, lebih tepatnya kerja bareng.

"Mimpi apa aku semalam? Kenapa harus dia bukan orang lain saja?" jerit batin Derra.

"Untuk apa Bapak ke ruangan ini dan tanpa seizin membuka laptop saya? Di laptop itu tidak hanya menyimpan data tentang pekerjaan saja, banyak foto-foto saya juga di sana," gertak Derra dengan suara sedikit keras.

Gelak tawa terdengar dari bibir wajah tampan. Ia tertawa tanpa bersalah membuat Derra semakin jengkel.

"Maaf, saya tak sengaja membukanya tadi, cuma sebagian saja, tak semua. Kamu masih cantik seperti dulu," puji Farhan sambil menutup layar monitor karena perubahan wajah Derra yang terlihat sangat kesal.

"Itu juga fasilitas perusahan, jadi saya bebas mengontrol laptop siapa pun," imbuh Farhan. Sayangnya Derra sama sekali tak bersuara. Ia masih bertahan berdiri tanpa rasa capek sedikit pun.

"Mendekatlah!"

Derra menatap tajam ke arah pimpinannya yang baru. Mendelik sebagai isyarat penolakan. Ia tetap berkomitmen pada perjanjian Arsha jika tak boleh berdekatan dengan laki-laki lain.

"Jangan salah sangka dulu. Saya ingin membahas tentang pekerjaan terutama tentang ini karena ada yang harus kamu revisi."

Farhan mengeluarkan selembar kertas ke atas meja, Derra terpaksa mendekat karena ini menyangkut dengan kerjaannya.

"Bukankah itu—"

Derra menunjuk pada kertas itu, sesuatu yang ia cari mati-matian ternyata berada dengan tak berdosa di tangan Farhan.

"Maaf saya tak sengaja mengambilnya saat kita tak sengaja bersenggolan di depan lift. Apa kamu mencarinya?"

Derra menepuk keningnya, entah kejutan apa lagi yang akan ia terima. Ia mengira di acara hajatan kemarin adalah pertemuan pertama dengan Farhan ternyata tidak. Jangan-jangan selama ini, dia selalu menguntit ke mana pun dirinya pergi.

"Cepat katakan mana saja yang harus diperbaiki!" perintah Derra dengan sangat ketus.

Farhan hanya tersenyum, ingin sekali meminta maaf atas peristiwa lalu tetapi sepertinya tidak mungkin, menatap ke arahnya saja seperti ogah-ogahan.

"Ada lagi yang harus saya revisi? Jika tidak sepertinya,  Anda tidak perlu di ruangan ini terus  karena saya harus bekerja," sindir Derra sambil melihat arloji di tangannya.

Bagaimana tidak, laki-laki itu terus duduk di kursinya padahal penjelasan tentang revisi sudah sepuluh menit yang lalu.

"Oke, nanti jika sudah selesai, segera ke ruangan saya," tukas Farhan karena mendapat pengusiran  secara halus.

"Tenang saja Bapak Farhan yang saya hormati. Berkas ini nanti akan di meja bapak tetapi bukan saya yang mengantar sendiri, lebih tepatnya Bayu yang akan mengantar," jawab Derra sambil tersenyum merasa dirinya menang.

Raut wajah Farhan gantian yang berubah jengkel, ia lalu menuju ke ruangan sambil membawa bunga kesayangannya.

Derra menjatuhkan tubuhnya di kursi kantor, kursi yang terasa masih hangat tak seperti hatinya yang panas. Bagaimana mungkin ia bisa bekerja dengan laki-laki yang pernah berurusan dengan hatinya.

Tangan langsung meraih botol kecil yang selalu tersimpan di dalam tas, mengambil sekaligus dua butir dan menenggaknya bulat-bulat. Sepertinya besok lebih baik memilih cuti kerja.



Arsha menatap pintu kaca lobi utama, seharusnya kekasihnya pulang sepuluh menit yang lalu tetapi sampai detik ini belum muncul juga.

Dengan perasaan gelisah, Arsha terus menelepon  sayangnya tak ada jawaban dari seberang. Baru mau menelepon lagi ternyata apa yang ditunggu sudah muncul di sana.

Gadis itu tak seperti biasa, wajahnya yang kusam  seperti memikirkan masalah yang  berat. Setelah di depannya pun tak tersenyum, hanya tatapan hambar dan dingin.

"Mau pulang sekarang?" tanya Arsha dengan bingung sambil membuka pintu mobil.

Derra mengangguk sambil naik begitu saja. Arsha  buru-buru menutup pintu. Baru mengitari separuh badan mobil ia dikejutkan oleh seseorang di sana. Laki-laki yang menjadi rivalnya tengah mengawasi secara intens. Arsha langsung buru-buru naik mobil. Pertanyaan kenapa Derra bersikap seperti ini akhirnya terjawab sudah. Lebih baik ia memikirkan kata-kata yang masuk akal agar Derra percaya kepadanya.

Farhan menatap dengan geram, orang yang disuruh untuk memuluskan rencananya tiba-tiba menusuk dari belakang.

"Cemburu?" sindir seorang perempuan yang  sudah berdiri di samping Farhan.

Farhan sendiri menatap sekilas ke arah samping kemudian menatap mobil yang sudah pergi begitu saja.

"Saya bisa mengembalikan Derra pada bapak, yang penting kekasih Derra bisa berpindah ke tangan saya."

Farhan tersenyum, ada kalanya bantuan datang tanpa meminta.

"Deal?"

"Deal."

Keduanya tersenyum sambil merencanakan rencana berikutnya.

-Tbc-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro