🌸🌻Perang Dingin🌸🌻

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dulu kau yang menutup pintu agar memaksaku untuk belajar terbiasa sendiri. Sekarang kau datang untuk mengulang tetapi aku enggan meninggalkan sesuatu yang sudah terbiasa.

****
Last Memory by Galuch Fema



Happy reading jangan lupa vote

"Kita langsung pulang atau mau mampir?" tanya Arsha dengan takut.

Dalam hati berdoa agar Derra lebih memilih langsung pulang dan tak mampir-mampir lagi.

Derra mengangguk dengan masih tertunduk. Sedangkan Arsha sedikit lega, tubuhnya agak rileks sambil menyetir mobil. Namun, otaknya berpikir keras karena ia harus mengikuti  permintaan gila sahabat Derra.

"Kenapa kamu bohong?" tanya Derra dengan lirih.

Arsha menatap Derra yang masih bersedih. Jangan-jangan Farhan  sudah berterus terang tentang siapa mereka sebenarnya.

Arsha menggeleng cepat, ini tak boleh terjadi. Biarkan Derra bersamanya sekejab sebelum semuanya terbongkar.

"Bo-hong ke-napa?"

Arsha berbalik bertanya. Ia terlihat sangat gelisah karena takut Derra akan marah besar kemudian meninggalkan dirinya, dan paling parah Derra dan Farhan bisa  bersatu lagi seperti dahulu.

"Pimpinan  aku yang baru."

Lagi-lagi Arsha semakin panik dan terpojok. Ia merutuki kehadiran Arsha yang secara tiba-tiba padahal sesuai rencana Farhan akan muncul jika Derra sudah menjadi tunangan Arsha.

"Sial," batin Arsha terus merutuki Farhan.

"Sudah bertemu dengannya?"

Arsha hanya bisa menggigit bibir bawah karena sudah siap menerima amukan Derra.

"Sudah, tadi kita bertemu sebentar."

Keduanya kemudian larut dalam keheningan, sementara mobil terus melaju menuju rumah Derra.

"Ak-aku minta maaf," lirih Arsha dengan berat. Mungkin lebih baik ia mengingkari pertemuan dengan Arindra dan memilih menikam Farhan, toh semua rencana sudah terbongkar.

"Kenapa berbohong?"

Arsha semakin salah tingkah, kedua bola mata yang terus bergerak tanda tak tenang.

"Aku melakukan seperti itu karena aku sangat mencintai kamu, Ra," ungkap Arsha dengan jujur.  Ia mencuri pandang, melihat Derra yang wajahnya masih bersedih.

"Tidak seharusnya kamu berbohong."

"Ak-aku....."

"Tak seharusnya mengatakan kalau pimpinan perusahan itu sudah tua."

"Tua?"

Derra menatap Arsha dengan ganjil seperti ada sesuatu yang aneh.

"Bukankah kamu sendiri yang bilang jika pimpinan aku itu sudah tua dan jelek?" tuduh Derra mengingatkan apa yang pernah dikatakan oleh Arsha.

"Dugaan aku benar, kan?" tanya Arsha.

Arsha bernapas lega, untung  satu hal yang paling besar belum Derra ketahui. Masih ada waktu untuk  berterus terang kepada Derra sebelum Farhan mengungkapan terlebih dahulu.

"Dia masih muda, bukan tua seperti yang kamu bilang," gerutu Derra sambil cemberut.

Arsha tersenyum, ia menghentikan mobil karena sudah sampai di depan rumah Derra.

"Aku tidak mau kamu jatuh cinta sama orang lain, termasuk pimpinan baru itu karena kamu milik aku seorang," sahut Arsha dengan mantap.

Wajah Derra bersemu merah, niat hati mau marah tetapi rayuan maut Arsha yang ada membuat dirinya terbang melayang.

"Ayo, turun," ajak Derra pada laki-laki itu.

Arsha mencoba bersikap biasa padahal ia panik memikirkan alasan yang harus ia utarakan pada Derra.

"Aku tidak bisa karena ada sesuatu yang harus dikerjakan."

Derra mengernyitkan  keningnya karena ada sesuatu yang aneh.

"Bukankah nanti masuk malam?" tebak Derra yang sekarang sudah mulai paham jadwal dinas kekasihnya.

"Bukan urusan pekerjaan, ada sesuatu yang lain."

Wajah Derra langsung cemberut sambil mengerucutkan bibir.

"Bukan urusan perempuan?" sungut Derra semakin  kesal karena yang ada Arsha malah terpingkal-pingkal.

"Bukan, kenapa tidak percaya? Jika aku sudah selesai pendidikan aku akan segera melamar kamu. Aku janji."

"Oke," sahut Derra percaya sambil menahan senyum.

"Aku jemput kamu besok pagi."

Derra kembali kaget, ia sudah berjanji jika besok akan mengambil cuti saja karena belum siap bertemu dengan Farhan.

"Besok aku kabari," ucap Derra berbohong.

Arsha bisa menangkap jika ada sesuatu antara Derra dengan Farhan. 

"Yakin kamu baik-baik saja?" tegur Arsha merasa khawatir.

Derra mencoba tersenyum dan mengangguk. Ia belum siap berterus terang kepada kekasihnya siapa sebenarnya pimpinan perusahan yang baru.

"Tadi pagi lupa."

Arsha mengambil kotak susu dan cokelat di dalam dashboard mobil.

"Terima kasih."

Derra menerima dengan senang hati karena dua benda itu adalah favoritnya.

"Derra, apa yang kamu benci dalam hidup kamu?" tanya Arsha dengan tiba-tiba membuat Derra bingung.

Sebelum menjawab, ingatan kembali pada Farhan yang notabene masa lalunya.

"Aku paling benci sama orang yang pergi begitu saja tanpa alasan dan orang yang sudah berbohong."

Arsha terdiam melihat setir mobil, seandainya Derra tahu jika ia selama ini berbohong tetapi tidak untuk cintanya pada gadis itu.

"Kenapa? Apa kamu termasuk diantara dua itu?"

Arsha terbelalak mendapat tuduhan yang memang kenyataanya.

"Aku tidak mungkin seperti itu," jawab Arsha dengan panik.

"Semoga."

Jawaban Arsha yang dengar membuat dirinya terkejut setengah mati. Namun, ia berusaha tersenyum seolah tak terjadi apa-apa. Ia terus menatap Derra yang hendak membuka pintu mobil.

"Love you."

Lagi-lagi pipi Derra  bersemu merah seraya  berucap, "Love you too."

Arsha mengemudikan mobilnya sambil tersenyum mengingat kejadian  barusan. Butuh waktu tidak lama membuat Derra jatuh hati padanya. Namun, Arsha sendiri tak paham mau sampai kapan hubungan mereka ini karena dalang sudah menentukan kapan berakhirnya permainan ini.

Hati kembali panas ketika sampai di tempat penjemputan yang sudah ditentukan. Dia tidak sendiri karena ada Farhan bersamanya. Entah melihat kedekatan mereka berdua menimbulkan spekulasi jika ada rencana terselubung antara Arindra dan Farhan.

Arsha malas keluar, ia hanya memencet klakson  agar Arindra saja yang mendekat dan masuk ke dalam  mobil.

Dalam hitungan menit, perempuan itu sudah duduk dengan memasang wajah manja dan berusaha menggoda Arsha tetapi laki-laki itu tetap diam dan tak memedulikannya sehingga Arindra semakin jengkel.

"Kok pulang ke rumah?" gerutu Arindra yang sudah memasang tampang kecewa karena impian bisa makan atau nonton gagal sudah.

"Aku ada tugas mendadak."

"Kamu tidak bohong, kan?" tegur Arindra merasa aneh.

"Terserah  kamu mau percaya atau tidak, lagian aku juga tidak menuntut kamu untuk percaya."

"Kenapa kamu selalu bersikap seperti itu? Tak bisa bersikap manis  seperti saat bersama  Derra?" tanya Arindra yang sudah berkaca-kaca.

"Pengin tahu alasannya?"

Ini adalah kesempatan bagus untuk Arsha agar sahabat Derra tak selalu mengejar atau bermimpi mendapatkannya.

Arindra mengangguk bersemangat.

"Karena aku tidak mencintai kamu dan tidak akan pernah bisa menjadi milik kamu."

Mata yang sudah sembab akhirnya tumpah ruah juga, membasahi mata. Ia lalu bergegas keluar dari mobil karena memang sudah sampai di depan rumah. Ia tak peduli beberapa pasang mata yang melihatnya menangis.

Sementara Arsha sedikit lega atau puas tetapi masih sedikit khawatir jika Arindra akan mengancam membuka semuanya pada Derra. Lebih bagus ia memikirkan ada hubungan apa antara Farhan dan Arindra karena mereka terlihat sangat dekat. Jangan-jangan ini tak-tik mereka untuk menjebak dirinya. Namun, Arsha sendiri merasa bersalah karena sudah mencintai dan merebut Derra dari Farhan, apalagi sejak dulu mereka masih bersama, diam-diam Arsha sudah menaruh perhatian pada Derra tanpa Farhan ketahui.

Ia melanjutkan kembali perjalanannya karena ada misi penting yang harus ia selesaikan. Bukan waktu yang lama untuk sampai ke tempat yang dituju, sepertinya juga pemilik rumah barusan sampai setelah pulang kerja.

Arsha masuk begitu saja karena memang tak dikunci, ia mendapati laki-laki itu sedang duduk di sofa sambil melepas sepatu.

"Ada apa kemari?" tanya laki-laki itu dengan sedikit malas melihat siapa yang datang.

Arsha masih memilih diam, ia menjatuhkan tubuhnya duduk diatas sofa tetapi enggan berdampingan seperti dulu sebelum ada masalah.

"Kenapa sekarang kamu muncul di perusahan?"
seringai Arsha memasang wajah tidak suka.

"Bukan urusanmu."

Arsha menaikkan bibirnya karena pasti dia akan  berkata seperti itu.

"Pasti ingin dekat dengan Derra?"

Farhan tersenyum kemudian tertawa terbahak-bahak membuat wajah di seberang sangat kesal.

"Bukankah itu tujuan pertama kita? Membuat Derra jatuh hati dan kembali bersama aku?"

Sekarang gantian Farhan yang ikut memasang wajah dengan garang dan emosi. Justru yang merasa disakiti dan dihianati adalah dirinya. Yang berhak marah adalah dirinya, bukan Arsha.

"Berapa total semuanya yang harus aku bayar?" tantang Arsha karena sudah lelah dan ingin menyudahi sandiwara ini. Ia tak mau ada beban dalam pikirannya. Ia ingin bebas berdekatan dengan Derra termasuk menjadi pendamping hidupnya.

Farhan merasa tertantang, ia meraih catatan kecil di dalam  tas kerja dan melemparkan asal ke  atas meja depan Arsha.

Tentara itu menangkap dengan sigap. Meraih dan membaca deretan angka di sana. Cukup terkejut karena jumlah di sana lumayan fantastis.

"Aku akan melunasi tapi aku butuh waktu," pamit Arsha yang sudah berdiri sambil meremas kertas tersebut tetapi angka di sana akan terus ia ingat.

Sementara itu Farhan menahan senyum sambil melepas kepergian orang terdekatnya begitu saja.

"Cari saja sampai kamu bisa, tetapi sampai kapan pun Derra tetap menjadi milik aku," janji Farhan.

Pagi-pagi di kantor, Farhan sudah dibuat murka dan geram. Bagaimana tidak, orang yang akan ia temui tiba-tiba mengajukan cuti mendadak.

Bahkan bagian HRD sempat menjadi sasaran emosi, Farhan marah-marah tidak jelas. Padahal Derra memang masih punya jatah cuti dan dia bisa mengambil kapan saja.

Sekarang Farhan berdiam diri di ruangan Derra bukan ruangan miliknya. Biarkan saja ia melepas kerinduan di tempat di mana Derra kerja. Sebenarnya bisa saja ia keluar sebentar dan menemui Derra tetapi kerjakan yang menumpuk tidak bisa ia tinggalkan sama sekali.

Farhan menatap bunga di atas meja Derra, ia lalu meraih bunga itu dan melempar asal ke tempat sampah.

"Pasti dari Arsha," tukasnya dengan kesal. Ia semakin malas memulai pekerjaan yang sudah disediakan di depannya.


"Sakit?" tanya seseorang yang sekarang sudah berada di rumah Derra. Terkejut juga mendapat kabar dadakan jika kekasihnya tiba-tiba mengabarkan tidak masuk kerja.

"Lagi pengin cuti."

"Ada masalah?"

Derra menggeleng walaupun dalam hati masih kepikiran seseorang.

"Atasan kamu yang baru?" tebak Arsha sudah bisa membaca pikiran Derra.

Gadis itu mengangguk sambil memeluk lengan Arsha dan merebahkan kepalanya yang terasa pusing di bahu Arsha. Padahal seharian tidak melakukan apa-apa, hanya  berbaring di kamar.

Arsha hanya bisa mengambil napas dalam-dalam. Seharusnya ia bisa menikmati kebersamaan  saat ini. Namun, hatinya merasa tak tenang. Seandainya saja tidak ada cinta antara dirinya dengan Derra atau andai saja ia menolak mentah-mentah rencana gila Farhan mungkin tak terjebak dalam perasaan ini.

Suara deheman yang keras membuat keduanya tersentak kaget. Lebih-lebih untuk Derra yang terkejut setengah mati karena kedatangan seseorang.

Laki-laki yang  baru datang masih bertahan di depan pintu sambil terus menatap mereka berdua yang tengah duduk berdekatan. Dadanya sangat panas karena dibakar api cemburu.

Derra dan Arsha saling bertatap tetapi tangan Derra masih memeluk lengan itu. Arsha membalas tatapan laki-laki yang tengah menelepon seseorang tetapi tak paham dengan siapa berbicara.

Kemudian gawai milik Arsha berdering, sekilas melihat siapa yang menelpon sudah membuktikan kecurigaan Arsha pada Farhan.

"Aku pergi dulu , nanti ke sini lagi," pamit Arsha sambil mengusap lembut kepala Derra yang tertutup kerudung.

Dalam hati Derra sangat kecewa karena membiarkan dirinya bertemu dengan Farhan —masa lalunya. Seandainya Arsha paham masalah ini mungkin tak akan pergi begitu saja.

Arsha melewati Farhan yang tengah tersenyum sinis ke arahnya. Perang dingin kembali lagi digelar, keduanya sama-sama bertarung untuk memperebutkan cinta Derra.

꧁༺To be continue༻꧂

Jangan lupa mampir cerita saya yang juga lagi on going di wattpad dengan judul "My Love"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro