🌸🌻Datang untuk Kembali🌸🌻

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selalu ada alasan mengapa kita dipertemukan dan dipisahkan. Dan alasan itu adalah cinta.

***
Last Memory by Galuch Fema

Happy reading jangan lupa vote

Selepas kepergian Arsha, tinggallah Derra sendirian duduk di taman samping rumah. Gadis itu terlihat sangat gusar dan kesal. Gusar karena hatinya belum siap bertemu dengan Farhan. Sengaja mengambil cuti agar tak saling bertatap muka malah laki-laki itu sengaja datang menemuinya.

Derra masih menatap samping tak berani menatap seseorang yang sedang  berjalan ke arahnya dan sekarang  mereka duduk berdampingan.

"Kenapa tidak berangkat? Sakit atau sengaja menghindar?"

Mata Derra langsung memanas karena sosok di sampingnya. Ia tidak tahu apakah harus menangis atau marah kepada sosok yang tiba-tiba muncul begitu saja. Ke mana selama ini bersembunyi? Tidak tahukah perjuangannya mencari sesuatu yang hilang tanpa kabar dan jejak? Semuanya seperti sengaja direncanakan karena hampir semua bungkam tak ada yang bersuara.

"Masih ada sisa cuti tahunan, sayang jika tidak diambil," seloroh Derra menjawab dengan asal dan  belum berani menengok sebelah.

"Bohong."

Derra pura-pura tertawa sambil menutup mulutnya.

"Kapan saya pernah berbohong? Saya bukan pembohong yang lari dari masalah dan kehidupan?" sindir Derra yang pada akhirnya menatap wajah itu.

Laki-laki itu masih sama seperti dulu, tak ada yang berubah pada sosok itu. Laki-laki yang membuat dirinya bertekuk lutut pada kata yang bernama cinta tetapi juga akhirnya harus merelakan karena ternyata cinta itu tak berpihak pada mereka.

Farhan kelabakan mendapatkan sindiran yang terasa sekali mengena di hatinya.

"Siapa laki-laki tadi?" tanya Farhan berbohong padahal sangat mengenalnya.

"Bukan urusan kamu," tukas Derra dengan sangat ketus.

"Kenapa kamu sekarang berubah? Tidak lembut seperti dulu?"

"Mau tahu jawabannya?" tantang Derra tak gentar sambil menatap dua manik mata yang terus memperhatikan dirinya.

Farhan mengangguk tetapi hatinya  menangkap sesuatu yang tidak mengenakkan.

"Waktu yang mengubah saya seperti ini. Batu saja bisa hancur karena tetes air hujan yang terus menerus. Air saja bisa membeku layaknya es, siapa yang bisa mengubahnya selain waktu?" sindir Derra telak membuat Farhan semakin terpojok.

Setiap kata yang Derra ucapkan selalu berbalik seperti bumerang yang akan mengarah pada kesalahannya.

"Siapa laki-laki tadi? Pacar kamu?" tuduh Farhan kembali pada topik utamanya.

"Ya, keberatan jika saya membuka hati untuk yang lain?"

Derra tersenyum licik memancing emosi Farhan. Ia terus mengutuk dan membalas apa yang pernah Farhan lakukan kepadanya.

"Aku cuma meninggalkan kamu tetapi tak membuka hati untuk yang lain, kenapa kamu malah berbuat seperti itu?"

"Karena saya sudah lelah menunggu dalam ketidak kepastian. Lima tahun bukanlah waktu yang mudah untuk melupakan seseorang."

"Berarti sampai sekarang kamu belum bisa melupakan aku? Kamu masih mencintai aku, kan?" sahut Farhan  bersemangat.

Derra tersenyum puas sambil menggeleng.

"Maaf sudah tidak ada."

Farhan menunduk sambil menelan kekecewaan bulat-bulat. Ia berdoa agar Derra berbohong mengenai perasaan, berbohong jika sebenarnya masih menyimpan rasa walaupun sedikit kepadanya.

Farhan menatap mata Derra yang sudah memerah menyimpan dendam yang teramat besar kepadanya. Ia lalu merengkuh tangan itu dan menggenggam dengan sangat erat. Hati Farhan bersorak karena tak ada penolakan sama sekali dari Derra. Mereka saling merasakan kehangatan kembali cinta yang pernah singgah di hati masing-masing.

"Lisan boleh mengucapkan seperti itu tetapi mata kamu tidak, jika hati bisa berbicara mungkin ia yang akan tegas merutuki bibir yang pernah berucap seperti itu."

Derra terdiam dan menunduk membiarkan tangan mereka saling menyatu.

"Dari mata kamu, aku sudah bisa melihat jika kamu orang yang paling kalah dan terpuruk dengan masalah kita. Secara fisik kamu terlihat paling tegar bisa menyimpan semua kekecewaan kamu tetapi sebenarnya kamu yang paling terluka karena cinta kamu sangat dalam kepada aku," bisik Farhan lirih menyadarkan Derra agar mau berterus terang tentang perasaan yang sesungguhnya.

"Aku datang, aku kembali merajut semua impian kita. Suatu saat kamu akan tahu alasan kenapa aku bisa pergi meninggalkan kamu," tukas Farhan meyakinkan Derra.

"Kamu percaya sama aku, kan?"

Manik mata Farhan melebar sambil terus menatap kekasihnya.

Lain dengan laki-laki yang bersembunyi di balik pintu. Ia  sebenarnya tidak pergi, sedikit menjauh untuk menolak panggilan seseorang. Ia tidak mungkin meninggalkan Derra sendirian bersama Farhan.

Namun sekarang Arsha menyesal telah bertahan di tempat ini, tahu akan menyakitkan seperti ini lebih  baik tadi menyanggupi menemani Arindra pergi. Ternyata mempertahankan seseorang yang masih terikat masa lalunya sangat menyakitkan. Hatinya hancur berkeping-keping. Dengan kedua mata sendiri ia melihat jika mereka masih menyimpan perasaan satu sama lain.

Arsha mengusap wajahnya kasar. Tidak hanya fisiknya saja yang lelah, lebih-lebih hatinya merasakan lelah yang teramat sangat. Lebih baik ia pergi, percuma saja  bertahan walaupun menyakitkan.

"Maaf aku tak bisa," tukas Derra sambil mengentakkan tangan Farhan dengan kasar.

"Aku sangat mencintai Arsha," lanjut Derra dengan serius. Sayangnya Arsha sudah pergi sehingga tak mendengarkan apa yang barusan Derra ucapkan.

Farhan membeliak marah padahal hatinya sudah bersorak jika ia yang akan menjadi pemenang hati Derra, tetapi ternyata salah.

"Lupakan dan tinggalkan Arsha. Kamu milik aku seorang," sungut Farhan yang sudah terpancing emosi.

"Tidak seperti itu Bapak Farhan Abqary Zhafar yang saya hormati."

Farhan tersenyum sambil mencibir Derra.

"Aku sangat bahagia kamu masih mengingat nama lengkap aku, pasti nama itu masih sering kamu tulis di diary kamu, ya?"

"Saya sudah lelah menulis nama itu karena sekarang nama Arsha yang sering saya tulis, tidak hanya di diary tetapi juga di hati. Kertas bisa saja luntur karena air mata, tetapi jika ditulis di hati akan tetap dikenang sampai selamanya."

Farhan semakin meradang, entah mengapa kata-kata Derra membuat hatinya semakin panas.

"Kamu saja yang  belum tahu Arsha seperti apa?" gumam Farhan keceplosan.

"Dia baik sangat baik," tukas Derra karena tak sengaja mendengar Farhan menjelekkan kekasihnya.

"Jika dia baik mengapa pergi begitu saja, meninggalkan kekasihnya bersama tamu laki-laki."

Sekarang gantian Derra yang meradang, entah mengapa dari dulu Farhan paling tahu apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan di hatinya.

Mencoba tersenyum sambil menatap lekat laki-laki di masa lalunya. "Dia abdi negara, di mana pun dan kapan pun bisa sewaktu-waktu dipanggil karena tugas mendadak. Saya sedang belajar menerima kesibukan dia, jadi kalau nanti menikah, saya tidak akan kaget," ucap Derra sambil tersenyum kemenangan.

Farhan semakin terpojok, entah mengapa Derra yang dulu bukan yang sekarang ia temui. Jangan-jangan Arsha sudah mencuci otak Derra agar melupakan kenangan Farhan dan Derra waktu dulu.

"Awas kamu, Sha," sumpah serapah Farhan dalam hati.

"Jangan lupa besok berangkat, aku butuh kamu," tukas Farhan sambil berdiri meraih ponsel yang sudah mati karena habis baterai.

"Yang bapak butuhkan itu manager perusahan bukan saya, dikantor ada wakil manager. Dia juga bisa diandalkan menggantikan kerja saya," sindir Derra tak mau kalah.

"Aku tidak mau orang lain karena yang aku butuhkan adalah kamu. Besok aku tunggu di perusahan tidak boleh telat. Kalau perlu besok aku yang jemput agar kamu berangkat."

Derra kembali tersenyum mencibir. "Sayangnya stok cuti saya masih banyak. Kalau bapak tak percaya bisa cek di bagian HRD."

Farhan semakin terpojok, kepalan tangan semakin kencang. Ia lalu menoleh ke belakang, rasa amarah itu tiba-tiba lenyap setelah melihat wajah yang tak pernah berubah sejak dulu.

"Kenapa kamu sekarang berubah?" tanya Farhan setengah berbisik, tak sadar kedua tangan sudah berada di atas bahu Derra.

"Karena kamu sendiri yang sudah mengubahnya."

"Ada alasan tertentu yang membuat aku pergi."

"Sayangnya saya tidak mau mendengar alasan itu Bapak Farhan," tukas Derra sambil melepaskan tangan Farhan dari bahunya.

"Silakan pergi, pintu masih terbuka. Jangan sampai kekasih saya balik tetapi anda masih berada di sini," usir Derra secara halus.

Farhan mendengkus kesal, ia menatap lagi mata itu. Tanpa kata-kata lagi memilih pergi karena sudah lelah berdebat, Derra banyak berubah.

Laki-laki itu menyandarkan tubuh pada jok mobil, lagi-lagi memandang rumah itu. Ada banyak kenangan di sana tetapi sekarang kenangan itu mungkin akan hilang karena pemiliknya sudah memulai membuka hati untuk yang lain.

Ia kembali teringat dengan ponselnya, layar menyala dan menampakkan notifikasi panggilan dari seseorang. Sekarang orang itu menelepon lagi.

"Dari mana saja kamu bodoh, cepat ke rumah sakit sekarang. Mamah kamu di rawat."

Farhan melempar ponsel ke jok samping kemudian melajukan mobil secepatnya menuju rumah sakit.

Entah sudah berapa kali menyambangi rumah sakit, seakan bau obat-obatan sudah menyatu dengan diri Farhan. Mata tertuju pada wanita paruh baya yang tengah berjuang melawan hidupnya. Sejak divonis penyakit mematikan hampir setiap bulan sekali selalu opname di rumah sakit.

Mamah tidak sendiri ada seseorang yang menemani, ia terlihat sedang bangkit dari kursi tunggu di samping brankar. Mata mereka beradu tetapi tak ada senyum di sana yang ada rasa permusuhan dan iri dengki karena bendera peperangan sudah mereka kibarkan.

"Kamu dari mana?" Suara lirih terdengar dari bibir yang sudah kering dan pucat.

"Kantor."

Farhan menggenggam tangan Mamah kemudian mendekatkan ke bibir dan mengecupnya pelan. Sejak Ayah meninggal, tanggung jawab berpindah ke tangan Mamah untuk membesarkan putra-putranya.

"Selalu memikirkan pekerjaan, kapan kamu akan menikah. Mamah ingin melihat kamu menikah terlebih dulu sebelum mamah meninggal."

Kalimat yang terakhir sangat menyakitkan bagi siapa yang mendengar. Farhan saling bertatapan dengan orang yang masih berdiri dekat pintu.

"Mamah pengin lihat Farhan menikah?"

Anggukan lemah dan senyum tersungging di bibir mamah.

"Secepatnya Farhan akan menikah."

"Serius?" tanya mamah sangat senang sambil menitipkan air mata.

"Siapa perempuan yang beruntung mendapatkan kamu?"

"Farhan akan menikah dengan Elsa."

Laki-laki yang berdiri seakan dihujani ribuan peluru yang bersarang di jantungnya. Sakit sampai tangan terkepal siap menghunus siapa saja di depannya. Secepat itukah mereka bertemu dan mengikat janji untuk hidup bersama.

Farhan melihat laki-laki itu keluar dari ruangan, senyum tiba-tiba mengembang di bibirnya. Dari pertama memang ia sudah berkomitmen akan menikah dengan Elsa.



P

agi ini, Derra sudah  bersiap untuk pergi ke kantor. Niat hati mau menambah cuti tetapi ia urungkan karena dari semalam puluhan pesan di ponsel dari atasan barunya yang mengharuskan berangkat kerja. Sanksi PHK kalau sampai hari ini sampai tidak masuk lagi.

Sudah setengah jam, tetapi yang ditunggu tak datang juga. Mana mobil sedang dipakai oleh orang tua keluar kota.

"Ke mana, sih," gerutu Derra sambil terus menelepon Arsha. Panggilan terhubung tetapi Arsha tumben tidak mengangkatnya. Kemarin berjanji akan datang lagi tetapi ditunggu sampai malam tak datang juga.

"Angkat, sha?"

Derra semakin panik, mengingat Farhan mengancam jika hari ini tak boleh telat apalagi tidak   berangkat.

Mobil hitam yang melaju dari jalan raya berhenti di depan Derra yang sudah panik. Sayangnya mobil ini bukan yang ditunggu tetapi mobil milik Farhan. Setelah kaca mobil terbuka tampak wajah ganteng Farhan terlihat dari dalam mobil membuat Derra melengos.

"Masuklah dari pada telat!" perintah Farhan yang sekarang sedang membuka pintu untuk Derra.

"Tidak perlu, Pak. Terima kasih," tolak Derra masih enggan menatap wajah Farhan.

"Masih menunggu jemputan dari pacar kamu?" sindir Farhan.

Derra pura-pura tersenyum sambil terus menatap ke arah jalan.

"Siapa tahu dia lagi jemput perempuan lain."

Derra mencoba bersabar dan pura-pura tak mendengar walaupun kata-kata barusan sangat menyakiti hatinya. Tangan kanan menyetop taksi yang kebetulan lewat dan segera masuk ke dalam taksi.

Farhan mengumpat tidak jelas karena sangat kesal.

"Awas nanti di kantor!"

꧁༺To be continue༻꧂

Ada satu cerita saya yang lagi diposting di facebook penerbit. Judulnya "Insyaallah Jodoh", update setiap hari selama satu bulan. Bagi yang mau baca gabung dulu di akun Lovrinz and Friends.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro