🌻🌸First Date🌻🌸

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jika yang tulus tak mampu membuatmu luluh kenapa yang menyakitkan  mampu membuatmu berjuang?

***
Last Memory by Galuch Fema



Happy reading, jangan lupa vote

Derra memilih menghabiskan waktu liburnya di atas ranjang kamarnya. Ruangan dengan dinding pink soft yang terasa menyejukkan mata tetapi belum bisa menenangkan pikiran Derra yang bercabang kemana-mana.

Kehadiran Arsha secara tiba-tiba yang menawarkan cinta dan masa depan masih belum bisa melunakkan hati Derra. Mata tertuju pada diary cokelat bergambar hati menjadi saksi bisu perjalanan cintanya selama ini. Setiap kali membolak balik lembar di sana, Derra sama sekali tak menemukan seseorang yang bernama Arsha.

"Siapa kamu sebenarnya?" gerutu Derra sambil memeluk diary tersebut.

"Masih mengingat dia?"

Derra terbelalak. Asyik dalam lamunan tak menyadari jika mamah sudah berada di dalam kamar ini membawa segelas air putih bersama beberapa butir yang membuat Derra jengah.

"Tidak."

Gadis itu melempar asal buku catatan harian ke atas ranjang dan tersenyum ke arah mamah.

"Butuh berapa lama untuk melupakan?"

"Sudah, Mah. Jangan dibahas lagi. Taruh saja obatnya di situ. Nanti Derra akan minum."

"Minum sekarang saja. Sudah berapa lama kamu mengelabui mamah. Pura-pura meminum tetapi kamu sembunyikan di balik kasur."

"Derra capek minum obat terus-terusan."

"Demi kesehatan kamu sendiri. Cepat minum, kamu sudah ditunggu sama seseorang di depan," peringat mamah sambil memaksa agar Derra menerima obat tersebut.

Merasa ditodong seperti ini, akhirnya dengan terpaksa ia menelan obat itu dan segera meminum air putih.

"Papah?"

"Bukan. Arsha."

Hampir saja tersedak mendengar nama itu lagi. Bukankah sekarang hari libur dan dia tidak perlu menjemput pagi-pagi seperti ini.

"Buruan temui. Kasihan dia sedang disidang lagi sama Papah."

Derra langsung mengikuti perintah Mamah. Untung saja nyeri di kakinya sudah berangsur menghilang jadi bisa sesegera mungkin menuju depan daripada nanti papah bertanya yang tidak-tidak tentang hubungan dirinya dengan Arsha.


Situasi di teras terasa sangat mencekam, dua orang laki-laki dewasa saling berhadapan dengan fokus pada pikiran masing-masing. Keduanya berpikir keras untuk melumpuhkan lawan karena sama sekali tak ada yang mau mengalah. Keringat bercucuran membasahi Arsha. Ia harus mendapatkan Derra bagaimana pun caranya termasuk melumpuhkan Papah Derra sekali pun.

Pikiran Papah Derra juga tak mau kalah, ia tidak akan menyerahkan putri semata wayangnya pada orang yang salah. Sekalipun kepada laki-laki prajurit negara sekalipun jika pada akhirnya tidak bisa menjaga bahkan menyakitinya putri semata wayangnya.

"Jauhi Derra sekarang, jika nanti kamu akan  mempermainkannya saja."

Mata Papah Derra terus tertuju pada pion kecil warna hitam miliknya.

"Saya tidak akan melepaskan Derra karena saya tulus mencintainya."

"Termasuk menentang dan  berhadapan dengan saya?"

"Tak pernah sedikitpun terlintas untuk menentang  karena nanti Derra akan saya minta baik-baik dari orangtuanya."

"Skak!!!" pekik Arsha dengan senyum kemenangan karena bisa mengalahkan Papah Derra dalam bermain catur. Ia juga berharap bisa menjadi pemenang di sandiwara yang sudah berlangsung, tinggal menunggu kemenangan  yang sudah di depan mata.

Arsha menatap Derra yang tengah berdiri di pintu menatapnya dengan tatapan jengkel dan sebal. Laki-laki itu paham pasti dia protes keras karena hari libur dirinya tetap kemari.

Papah berdiri dari sofa di teras, sebelum benar-benar masuk dalam sempat berbisik kepada Arsha.

"Nyawa taruhannya jika kamu benar-benar menyakiti putri saya."

Arsha hanya membalasnya dengan senyuman mengiringi kepergian pria paruh baya tersebut masuk ke dalam rumah.

"Kenapa datang kemari?" protes Derra.

"Cuma memastikan jika kamu lebih baik dari kemarin."

"Tidak ada kerjaan lain apa selain mengganggu anak orang?"

Kekeh Arsha terdengar jelas membuat Derra semakin jengkel.

"Kesibukan aku cuma dua. Tugas di kesatuan dan menjaga kamu, itu saja sudah membuat hidupku bahagia."

Derra bergidik ngeri sambil menggeleng, ia sudah  berjanji tidak akan jatuh pada laki-laki yang tidak masuk dalam kriteria di hatinya.

"Baru pulang?" tanya Derra karena selalu saja Arsha berpakaian seperti itu. Tak pernah di hadapannya berpakaian bebas atau normal seperti laki-laki lain saat mengunjungi ceweknya.

"Iya. Dari tempat tugas, aku langsung ke sini."

"Apa di sana tidak ada kalender jika tak sadar jika hari ini adalah minggu bukan waktunya berangkat kerja, kan?"

"Hari ini sudah aku tunggu-tunggu dari kemarin karena ingin menghabiskan waktu bersama kamu. Sengaja mencari hari libur yang sama."

Derra merasa tambah mual. Ia bangkit dari sofa hendak kembali lagi menuju kamarnya.

"Aku mau istirahat."

"Padahal aku sudah meminta izin sama Papah jika akan mengajak kamu ke pantai," goda Arsha menarik perhatian Derra.

"Sungguh?"

Derra berbalik sambil mencari kesungguhan apa yang diucapkan oleh Arsha. Sudah lama ia ingin mengunjungi pantai.

"Jika tak percaya tanya orang tua kamu saja."

Derra langsung bergerak cepat menuju ke dalam. Arsha hanya bisa tersenyum kecil melihat tingkah laku Derra.

"Jangan biarkan aku jatuh cinta, Tuhan?" bisik Arsha sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan sambil meletakkan kepalanya pada sandaran sofa. Semalam ia sama sekali tak memejamkan kedua matanya. Insiden malam hari di pusat kota memaksa dirinya untuk berjaga dan mengamankan tempat tersebut. Barangkali memejamkan beberapa menit bisa mengganti waktu istirahatnya yang terbuang semalam.

Goyangan lemah di lengan tangan Arsha membuat laki-laki itu membuka matanya karena kaget. Di sampingnya sudah berdiri perempuan cantik ibarat bidadari yang hadir dalam mimpinya barusan. Ia tak menyangka jika bidadari itu muncul juga dalam kehidupan nyatanya.

"Siap berangkat sekarang?" tanyanya dengan semangat.

Arsha menatap arloji, sudah seperempat jam ia tertidur dan selama itu pula Derra bersiap-siap dan memoles wajah cantiknya.

"Yakin  mau ke pantai?"

Derra kembali mengangguk.

"Kamu mau pergi sama orang seperti aku ini?" Arsha melihat ke bawah. Sepatu pemberiannya masih dipakai oleh Derra.

"Iya. Kenapa? Kelamaan gak berangkat mending enggak jadi saja!"

Derra tidak suka laki-laki yang bertele-tele, terlalu mengumbar kata-kata atau janji bohong belaka. Bersama ucapan Derra barusan, tas yang berada di tangan gadis itu ikut terpelanting karena hentakan yang keras. Wajah itu tak lagi berseri tetapi berubah memerah karena marah. 

Arsha langsung  berdiri menyadari kesalahannya, mengambil tas itu kemudian langsung mengajak Derra segera mungkin ke mobilnya.

Mamah hanya menatap suaminya yang ikut berdiri di dekat jendela ruang tamu.

"Selalu saja seperti itu, Derra belum bisa berubah."

Tangan papah memeluk mamah dari belakang sambil menguatkan istrinya.

"Derra pasti bisa."

"Mamah takut jika Arsha akan menyakiti Derra seperti laki-laki sebelumnya."

Pelukan Papah semakin erat, ia berbisik ke telinga Mamah. " Papah sudah membuat perhitungan pada Arsha."


Derra yang selama perjalanan masih saja cemberut. Ia masih saja kesal dengan ucapan Arsha seperti meragukan  keinginan untuk pergi ke pantai. Padahal sekarang mobil mereka sudah memasuki kawasan pantai. Namun, mobil Arsha masih melaju. Derra tak habis pikir mau dibawa dirinya saat ini padahal mereka sudah berada di pesisir pantai.

"Kita mau ke mana?" tanya Derra penasaran karena mobil Arsha terus melaju.

Laki-laki di samping Derra hanya menatap sekilas, tak ada sepatah kata pun keluar dari bibir tentara itu. Wajahnya terlihat sangat serius karena tak ada senyuman di sana.

"Sha?" panggil Derra sekali lagi. Arsha tetap membisu. Mobil semakin melaju cepat apalagi jalanan sepanjang pantai sangat sepi sehingga mobil bisa melaju cepat.

"Arsha? Kamu mau bawa aku ke mana? Aku takut?"

Derra kembali ketakutan, ia berpegangan erat pada kursi mobil karena mobil Arsha sudah menanjak bukit di tepi pantai. Jalan itu terus naik  sehingga pantai terlihat sangat indah dari atas sana. Sayang Derra tak dapat menikmatinya karena rasa takut sudah menghantuinya.

Gadis itu terpejam karena sekarang mobil sudah menuruni jalanan yang sangat curam. Bagaimana tidak,  jika Arsha tak mengendarai mobil dengan hati-hati, mungkin mereka akan jatuh ke jurang yang dibawahnya terpampang laut lepas.

Sekarang Derra merasa jika mobil itu sama sekali tak bergerak. Dengan wajah ketakutan, Derra membuka matanya pelan-pelan. Ia menatap cahaya di dalam mobil terasa gelap, mobil itu berhenti tepat di tengah jalan dengan  pepohonan tinggi di tepi jalan itu.

"Arsha," lirih Derra sambil menatap samping. Laki-laki itu terlihat sedang mengeluarkan sehelai sapu tangan dari celana dinasnya. Memajukan tubuhnya agar lebih dekat dengan Derra sehingga gadis itu terpojok dekat pintu mobil.

"Kamu mau ngapain?"

Arsha tersenyum sambil berbisik, "Ada kejutan untuk kamu."

Kedua tangan Arsha melingkari kepala Derra dan menutup kedua mata dengan sehelai sapu tangan. Dengan perasaan cemas bercampur penasaran yang luar biasa Derra meraba kedua matanya yang sudah tertutup rapat sehingga tak dapat melihat. Tangan Derra meraba samping dan menemukan lengan laki-laki itu dan berpegangan erat.

"Pegang saja, setidaknya kamu lebih tenang."

Arsha menjalankan mobilnya dengan  pelan dan membiarkan tangan Derra memegang lengannya.  Laki-laki itu menikmati wajah di samping yang masih ketakutan.

Setelah mobil berjalan satu kilometer, Derra,merasakan mobil berhenti dan mesin di matikan. Ia merasakan Arsha melepaskan pegangan tangan di lengan. Suara pintu tertutup menambah rasa penasaran Derra. Mungkin ia perempuan bodoh yang diam saja tak ada penolakan ketika mata di tutup tetapi kedua tangan yang bisa melepas ikatan itu. Dengan gerakan cepat kedua tangan meraba ikatan di belakang.

"Jangan dilepas!" tukas seseorang dengan suara lantang sambil membuka pintu mobil samping Derra. Gadis itu  berjingkat kaget dan merapikan kembali ikatan yang sedikit mengendur.

"Arsha?" panggil Derra yang sudah berapa kali memanggil nama laki-laki itu.

"Kita sudah sampai. Sabar, jangan lepas dulu."
Suara Arsha terdengar pelan tak seperti barusan.

"Maaf. Pegang lengan aku saja, agar kamu tak terjatuh. Kita turun sekarang."

Arsha menuntun Derra menuruni mobil dan memberikan instruksi agar Derra mengikuti perintahnya.

Jantung Derra sudah tak menentu, desiran angin menerpa wajah dan tubuhnya. Ia tetap berpegangan erat karena takut terjatuh atau menabrak sesuatu di depan.

"Kita mau ke mana?"

"Sesuai janjiku. Lima langkah lagi ke depan, kamu boleh buka ikatan itu."

Derra menghitung setiap langkah, sepertinya ia menginjak sesuatu yang sangat halus. Suara deburan ombak juga terdengar jelas, bukankah tadi ia melewatkan pantai sebelum mobil menaiki bukit?

"Aku bantu membuka ikatan."

Dalam hitungan detik, sapu tangan penghalang di kedua matanya terlepas. Suasana yang gelap sekarang berganti dengan pemandangan di depan. Birunya air laut sama dengan warna langit. Di depannya terhampar pasir putih yang sangat luas menghiasi pesisir pantai.

"Kamu suka?" bisik Arsha di samping gadis yang masih takjub melihat pemandangan depan.

"Aku baru tahu tempat ini seperti —"

"Aku menamakannya surga tersembunyi," potong Arsha sebelum Derra mengucapkan sesuatu.

"Kok bisa tahu tempat ini?" tanya Derra penasaran.

"Pernah ditugaskan daerah sekitar sini. Banyak yang belum tahu keindahan pantai sini karena untuk ke sini butuh perjalanan yang lumayan jauh."

Derra kembali teringat tadi saat di mobil.

"Aku takut kalau kamu seperti tadi." Wajah Derra tampak cemberut dengan bibir dikerucutkan ke depan membuat Arsha gemas.

"Aku bisa lebih galak seperti tadi. Apalagi kalau saat bertugas."

"Heh, tak seharusnya sepeti tadi saat bersama perempuan."

Derra memukul lengan Arsha dengan lirih, kemudian ia menatap lagi laut lepas yang terbentang di depannya. Arsha melepas jaket kemudian memakaikan pada tubuh Derra tetapi gadis itu menolak.

"Aku tak suka jaket motif seperti itu," tolaknya sambil mengembalikan benda itu. Arsha meletakkan di atas bangku dan berjalan menuju tepi pantai. Memandang ke depan.

"Suka pantai juga?"

Laki-laki itu menggeleng sambil menatap wajah di samping yang sedang menatapnya.

"Tidak begitu karena lebih menyukai gunung."

"Pernah naik gunung?"

"Sering ditugaskan sebagai pendamping mahasiswa pecinta alam atau membantu tim SAR saat bencana alam."

Suara dering ponsel nyaring mengiringi suara ombak. Arsha tampak terkejut melihat siapa yang menelpon.

"Nanti aku kembali," ucapnya sambil berlari menjauh menuju mobilnya yang terparkir. Ia bolak balik menatap Derra yang sudah bermain air di tepi pantai.

"Kenapa ke sini?" sungut Arsha dengan kesal menghampiri seseorang yang sudah berdiri di hadapannya.

"Harusnya aku yang tanya kenapa bawa Elsa ke sini?"

Sekarang Arsha tampak gugup dan panik.

"Ak-aku cuman menebus kesalahan kemarin karena sudah membuat kakinya cedera."

"Apa kamu bilang? Cedera? Kamu apakan Elsa bisa sampai cedera? Ingat kamu itu cuma mendekatinya bukan untuk menyakitinya. Buat dia jatuh cinta sama kamu setelah itu ikuti alur yang sudah kita rencanakan."

Arsha termenung, seketika ia melupakan perjanjian dengan orang tersebut karena kedekatan dengan Derra mampu melupakan semuanya.

"Ingat kamu hanya mendekati dia, jangan bawa-bawa perasaan apalagi sampai jatuh cinta sama dia. Ingat itu!"

Pengumuman pemenang tebakan kemarin. Jawabannya tidak ada yang sempurna tetapi ada yang mendekati. Selamat kepada  fiiitriah_ dan Zulfarizki_ silakan DM saya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro