🌻🌼Kejujuran Farhan🌻🌼

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

*Ajari hati untuk bisa menerima kenyataan karena ada banyak hal untuk bisa diterima tapi tak bisa diubah*

****
Last Memory by Galuch Fema



Seru-seruan dulu, silahkan pilih dan sebutkan alasan memilih itu.

❤️  Arsha

❤️Farhan

Happy reading jangan lupa vote

Gadis berkerudung itu enggan masuk ke ruangan rawat inap, ia masih bertahan di pintu masuk saja. Kekeh dan berat hati untuk tidak masuk ke sana. Farhan bolak-balik membujuk bahkan setengah memaksa tetapi tetap saja.

Arsha masih bertahan di pintu keluar samping, tubuh merapat di dinding sambil menahan napas agar Derra tak berbalik arah ke tempatnya bersembunyi. Jika Derra sampai menemukan tempat persembunyiannya maka tamat sudah riwayatnya. Arsha tak bisa pergi begitu saja karena alas kaki berada di pintu depan.

"Please?"  pinta Farhan memelas untuk yang terakhir.

Derra hanya membuang tatapan, enggan melihat mata Farhan karena mengingatkan masa lalu mereka.

"Aku tak suka dibohongi. Anda sudah membohongi saya berkali-kali."

Suara Derra terdengar formal, ia paham dengan siapa yang dihadapinya.

Farhan mengembuskan napas berat, usahanya gagal membawa Derra menemui Mamah. Ia melonggarkan dasi agar lebih rileks sementara jas sudah ia tanggalkan di jok mobil.

"Aku tidak tahu lagi bagaimana caranya harus membujuk kamu agar ke sini," keluh Farhan dengan wajah kecewa.

Derra sudah berbalik hendak pergi, sayangnya jalan yang ia tuju adalah tempat Arsha bersembunyi sehingga Arsha langsung merapatkan tubuh lebih dekat dinding dan mata terpejam. Dalam hitungan detik, gadis itu pasti sudah menemukan keberadaannya. Jantung Arsha sudah berpacu cepat. Keberadaannya dan semua rahasianya pasti akan terbongkar.

Satu langkah lagi, Derra sudah bisa menemukan Arsha tetapi cekalan di pergelangan tangannya membuat tubuh Derra berbalik dan menemukan tangan Farhan sudah berada di pergelangan tangannya. Derra langsung mengibaskan pergelangan tangan agar cekalan itu terlepas.

"Saya mau pulang!" pekik Derra dengan suara meninggi.

Farhan pasrah, ia tak bisa menepati janji kepada Mamahnya. Pintu kamar yang sedikit terbuka tiba-tiba terdengar suara erangan lirih.

Farhan berlari dan mendapati mamah sendiri dan mata masih terpejam, mungkin mimpi buruk atau bisa jadi nyeri kemoterapi masih terasa sakit. Farhan  merutuki ke mana perginya Arsha yang seharusnya menjaga mamah, bukan main kabur saja, padahal ingin memamerkan jika ia sudah berhasil membawa Derra kemari.

Ekor mata Derra tiba-tiba melirik ke arah dalam, ia melihat Farhan tengah mengusap kening seseorang tetapi tak begitu paham karena tertutup tubuh laki-laki itu dan pintu yang sedikit terbuka membuat Derra memperjelas tatapannya agar melihat dengan sempurna.

Entah dorongan dari mana membuat Derra terus mendekati pintu bahkan tubuhnya sekarang masuk ruangan di mana Farhan berada.

Ada hati yang patah melihat pemandangan di depan mata.   Namun, ia tidak bisa berbuat apa selain menelan pahit bulat-bulat.

"Tante Indah?" bisik Derra membuat Farhan membalikkan tubuh menatap belakang. Hatinya bersorak karena tanpa dipaksa, akhirnya Derra masuk ke ruangan ini.

"Ya, mamah sakit. Dia ingin ketemu sama kamu."

Farhan akan melancarkan aksinya kembali, mungkin saja setelah melihat kondisi mamah seperti ini gadis itu akan berubah dan berpihak kepadanya.

"Sakit? Sakit apa?" Derra tersentak kaget.

Derra bisa menangkap jika sakit yang diderita bukan sakit biasa. Terlihat dari tubuh yang kurus dan rambutnya yang tipis.

"Osteosarkoma. Kanker tulang."

Meleleh air mata Derra, ia berjalan menuju brankar. Ia hanya berdiri sambil meneteskan air mata, hendak menyentuh tubuh itu tetapi takut menyakiti wanita itu. Derra hanya bisa mencengkeram erat tepi brankar dengan mata yang masih berair. Wanita yang dulu terkenal cantik dan periang sekarang terbujur lemas tak berdaya.

"Sudah mendapatkan pengobatan apa saja?" tanya Derra memberanikan diri.

"Sudah kemana-mana. Aku sudah berobat ke luar negeri. Sudah ditangani puluhan dokter onkologi. Terapi juga sudah dilakukan bermacam-macam untuk menemukan sel kanker tetapi hasilnya sama, nihil."

Suasana langsung berubah hening dengan kedua pasang mata yang masih menatap mamah. Apalagi untuk Derra terpaksa mengesampingkan ego dan emosi demi wanita yang pernah dekat dengan dirinya.

"Berapa lama Tante Indah mengidap kanker tulang?" tanya Derra ingin tahu.

Farhan menatap Derra dan pandangan keduanya bersirobok sebentar sebelum mata Derra menatap yang lain.

"Selama aku pergi meninggalkan kamu."

Derra menatap tak percaya, Farhan menyembunyikan kepergiannya karena ini.

"Kenapa kamu tak memberi tahu tentang ini? Setidaknya aku tidak salah paham tentang semua ini."

Derra mengusap air matanya yang terus membasahi pipi. Andai saja ia tahu keberadaan Farhan sesungguhnya mungkin ia tak serapuh kemarin. Ia tak perlu seperti orang gila yang waktunya dihabiskan mengunjungi psikiater. Ia tak perlu menelan obat agar pikirannya lebih tenang. Dan satu yang penting, ia tidak akan membuka hati untuk Arsha karena laki-laki yang datang setelah pintu hatinya tertutup adalah tentara itu.

"Waktu itu aku dihadapkan dua pilihan yang sangat sulit. Dua perempuan yang harus aku pilih salah satunya. Mamah dan kamu."

Farhan menatap Derra lekat, kedua matanya memancarkan kehangatan cinta yang sangat tulus. Tak seperti Derra yang memandang dirinya layaknya seorang musuh yang harus dibunuh.

"Akhirnya aku terpaksa memilih mamah. Wanita yang berhak bahagia di sisa umurnya. Aku terpaksa merelakan kamu karena aku percaya jika kamu bisa bahagia bersama orang lain. Tapi ternyata aku salah, kita sama-sama menderita karena ini."

"Jika kamu mengatakan ini sejujurnya mungkin aku tak membenci kamu terlalu berlebihan," sindir Derra enggan menatap Farhan. Ia tak mau jika laki-laki itu tahu betapa terpuruknya dirinya.

"Maaf. Aku akui salah. Setelah mamah divonis seperti itu, aku seperti lupa segalanya. Lupa tentang pekerjaan, dan lupa jika aku mencintai seseorang."

Lagi-lagi Derra mengusap air mata. Ingin rasanya pergi karena kenyataan yang menyakitkan seperti ini. Namun, kedua laki-laki sepertinya enggan diajak kerja sama karena lutut sangat lemas tak bisa bergerak untuk melangkah.

"Maaf, maaf, maaf."

Sesal Farhan sambil terus menunduk, setelah pertemuan yang entah keberapa kali akhirnya ia berterus terang dan meminta maaf.

"Aku tak seharusnya membuat kamu bersedih dan larut dalam pencarian manusia macam aku ini. Itu semua semata-mata karena mamah, saat itu tak ada yang mau menolong aku untuk mencari kamu. Pernah berkirim surat tetapi kamu sudah pindah mengikut ayah kamu dinas di luar kota."

Derra masih larut dalam tangisnya, kenapa Farhan datang setelah hatinya tertambat oleh laki-laki lain? Apalagi pengakuan Farhan yang mengejutkan, dia bisa begitu memuliakan seorang perempuan, andai saja dirinya mendapatkan cinta yang sama dari Farhan seperti cinta Farhan kepada Mamahnya?

Derra kembali teringat dengan Arsha, entah kemana dia bersama Arindra? Sampai tadi siang juga belum menampakkan diri? Sepertinya esok ia harus bertanya atau mencari tahu hubungan Arsha dengan Arindra.

"Bahkan aku sampai mengutus orang untuk ...."

Tubuh Farhan sudah menegang hendak membongkar rahasia selama ini. Sayangnya, Arsha di balik pintu belum benar-benar pergi. Ia memejamkan matanya karena semua akan terbongkar dan Derra akan pergi menjauh. Deru jantung dua laki-laki itu sama-sama cepat. Arsha menutup kedua matanya, hanya doa yang bisa menyelamatkannya.

"Mengutus orang apa?"

Derra sudah penasaran, ia bisa merasakan ada sesuatu yang di sembunyikan. Apalagi raut wajah Farhan sudah tegang dan bulir keringat sudah bercucuran membasahi wajahnya.

"Untuk...."

Lagi-lagi Farhan mengehentikan ucapannya. Lebih baik berterus terang jika Arsha adalah suruhannya untuk menguji apakah Derra masih menyimpan cinta untuknya atau tidak. Walaupun kenyataannya sangat pahit karena Derra membuka hati untuk orang suruhannya.

Sebuah erangan kecil mengagetkan mereka berdua. Mata mereka langsung tertuju pada wanita yang sedang membuka matanya. Otomatis mereka langsung tambah mendekat kebarah brankar dan melupakan pembicaraan barusan.

Tubuh Arsha merosot bersandar ke dinding. Nyawanya hari ini terselamatkan, hari ini keberuntungan masih berpihak padanya

"El-elsa," sahut Mamah sambil menggerakkan tangannya untuk memeluk tetapi tak berhasil karena tubuhnya terasa sangatlah lemas setelah kemoterapi tadi.

Wanita itu sudah menduga jika maut sudah mengintai di depan mata. Untung saja hari ini masih bisa dipertemukan dengan orang yang akan menua bersama putranya. Setidaknya jika ia nanti mati bisa pergi dengan tenang karena ada yang menjaga putranya.

Derra membungkuk dan memeluk mamah Farhan dengan hati-hati takut menyakiti karena tubuh di sana tinggal terbungkus tulang dan kulit semata.

Setelah itu Derra melepaskan pelukan dan memilih duduk di bangku yang sudah disediakan. Pandangan mata tertuju pada sesutu yang menyembul di balik bantal yang digunakan Tante Indah. Mata Derra mengamati dengan hati-hati agar mereka tak curiga. Setelah menajamkan penglihatannya, Derra bisa melihat jika di sana ada gumpalan rambut rontok  milik Tante yang disembunyikan di bawah bantal.

"Elsa?" Panggil Tante sambil merengkuh tangan Derra.

Gadis itu membiarkan tangan dipegang, dingin sama sekali tak ada kehangatan di tangan itu. Padahal AC ruangan ini tak dinyalakan.

"Calon mantu Tante."

Derra terperanjat kaget, ia berdiri dari kursi dan melotot tajam ke arah Farhan yang tampak tenang saja. Derra meminta penjelasan kepada Farhan apa maksud ucapan Tante barusan.

Arsha semakin kecewa dan sedih, pupus sudah harapannya. Ia melihat layar ponsel yang sudah menyala. Gadis di sana sudah menghubunginya meminta untuk dijemput. Sial sudah hidup Arsha, di satu sisi dikendalikan oleh Farhan dan satu sisi lain dipermainkan oleh Arindra karena tahu kelemahan dan rahasia besarnya sehingga mau tak mau bertekuk lutut pada perempuan licik itu.

"Kapan kalian menikah?" tanya Mamah membuat Derra semakin tak mengerti apa yang direncakan oleh Farhan.

"Menikah?" Gantian Derra yang balik bertanya kepada keduanya. Farhan lebih suka memalingkan wajahnya ke jendela, ia belum siap mengutarakan masalah ini mengingat Derra menganggap dirinya seperti orang lain bahkan seperti musuh.

"Pak Farhan? Apa maksud semua ini?" tanya Derra dengan suara sejelas-jelasnya agar Farhan bisa mendengar suaranya.

Wanita yang berbaring tersenyum lebar, ia seperti mendapat tontonan sandiwara sepasang kekasih.

"Tante ingin kalian segera menikah sebelum Tante meninggal."

Keduanya terperanjat, saling menatap satu sama lain kemudian menatap mata yang penuh harap agar impian dikabulkan oleh mereka.

°To be continue°

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro