Fifth Year

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tahun kelima

16 Mei 20xx

Cuaca hari ini berawan. Matahari malu-malu untuk keluar. Sempurna! Cuaca seperti ini lah yang aku inginkan saat ini. Bersantai sambil menulis buku diari dan ditemani dengan segelas teh melati tidak ada salahnya ternyata.

Bau mawar semerbak memenuhi kamarku yang berantakan ini. Bunyi statis dari saluran televisi di ruang keluarga terdengar sampai ke sini. Ah, sepertinya Ibu lupa lagi untuk mematikannya. Tak apalah, setelah menulis buku diari ini, aku akan langsung mematikannya. Bisa gawat jika tagihan listrik kembali membengkak seperti dua bulan yang lalu.

Kehidupanku semakin membaik dari hari ke hari. Teman-temanku semakin bertambah banyak. Relasiku semakin menjamur. Popularitasku makin melonjak naik.

Akhirnya setelah satu tahun berlalu, aku kembali menulis di buku diari ini. Berbeda sekali rasanya bila dibandingkan dengan menulis puisi di laptop. Namun, tidak apa. Aku menyukainya. Kadang, mengambil jalan normal lebih menyenangkan daripada jalan pintas.

Aku kini menjadi sensasi di dunia maya. Semua orang menyukai puisiku hingga banyak orang mengantri hanya untuk mendapat tanda tanganku saja. Aku akui ini cukup mengasyikkan. Mendapat perhatian sebanyak ini tidak pernah kusangka dapat kurasakan di umur segini. Bahkan, aku telah mengadakan jumpa penggemar beberapa kali tahun lalu dan karenanya, penggemarku malah semakin bertambah banyak. Baguslah, dengan begini, keluargaku tidak perlu repot-repot lagi memikirkan masalah uang.

Ah, iya. Aku hampir lupa. Tiga bulan yang lalu, di akhir musim dingin, seorang gadis mendatangiku. Dia seumuran denganku dan sepertinya merupakan seorang gadis yang baik. Setelah kutelusuri, ternyata dia adalah mahasiswi di universitas yang sama denganku.

Setelah mengetahui fakta tersebut, aku mulai sering memperhatikannya. Wajahnya manis dan sifatnya imut sekali. Aku sering kali bertukar pandang atau sekedar bertegur sapa dengannya saat kebetulan tengah berpapasan di jalan. Dia mengatakan bahwa dia menyukai gaya tulisanku, suaraku, wajahku, dan aku. Garis besarnya, dia menyukaiku ... secara keseluruhan.

Dia mulai sering mengajakku jalan-jalan. Pergi ke gunung untuk mencari bunga peoni, menjelajahi pusat perbelanjaan di tengah kota, berlama-lama mengajakku ke toko buku, hingga mengundangku untuk makan malam bersama kedua orang tuanya. Gadis itu juga memberikan perhatian yang lebih kepadaku.

Puncaknya, pada suatu sore di pertengahan musim semi, setelah kelas terakhir selesai, di belakang gedung universitas, ia memberiku sepucuk surat. Amplopnya berwarna merah muda dan beraroma mawar. Ia mengatakan kepadaku agar dapat membuka amplop itu setelah ia pergi. Aku menuruti perintahnya dan baru membuka amplop itu setelah ia berjalan meninggalkanku dengan muka merah merona.

Dia sepertinya ... jatuh cinta kepadaku. Surat itu berisi ungkapan hatinya yang mengatakan bahwa ia menemukan cinta di diriku. Setelah membacanya, hatiku berdetak kencang. Aku salah tingkah, dan bergegas pulang ke rumah dengan sempoyongan.

Keesokan harinya, aku mengajaknya bertemu kembali di belakang gedung universitas. Dengan wajah gugup dan tersipu, ia menunggu jawaban dariku.

Tidak.

Aku mengatakan tidak kepada gadis itu. Tepat setelah aku mengatakan hal tersebut, matanya langsung berkaca-kaca. Air matanya seperti ingin tumpah, namun tak berapa lama,.akhirnya ia tersenyum. Ia menerima keputusanku dengan lapang dada. Katanya, ego dan perasaan bukanlah seperti berdebat. Mereka tidak bisa dipaksakan.

Hingga kini, aku masih berteman baik dengannya. Nama gadis itu adalah Rui, dan dia masih sering mengajakku makan malam di kedai ramen.

Satu-satunya alasanku menolaknya adalah gadis kelas sebelah di SMU-ku dulu. Hingga kini, satu tahun setelah surat terakhir yang kukirim, aku akan mulai menulis surat lagi. Aku akan menceritakan kejadian apa saja yang terjadi selama setahun ini dan betapa besarnya perasaanku agar bisa mengenalnya lebih jauh.

Namun, hingga kini, masih belum ada balasan darinya.

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro