17. Fucker and Sucker

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'You're in my world now, you can stay,but you belong to me.'

-The Weeknd-

***

Kembali ke kehidupan lama, bergelut bersama sederet jadwal latihan tuk persiapan turnamen dunia ISU figure skating di Montreal, Kanada. Poppy tak punya banyak waktu bermain-main begitu liburannya berakhir. Sejujurnya dia ingin meminta jeda satu hari akibat diserang jetlag, namun Harold mengamuk sebab anak didiknya itu melanggar perjanjian awal.

"Katamu seminggu, tapi apa? Bahkan kau tidak memberiku kabar dan ponselmu tidak aktif sama sekali!" tegur Harold berkacak pinggang di gelanggang. "Kalau kau tidak serius dengan pertandingan ini, lebih baik mundur agar tidak mempermalukanku, Ms. Pearson!"

Walhasil, Poppy harus berlatih setidaknya sampai enam jam setiap hari selama dua minggu berturut-turut. Akhir pekan yang biasanya Harold beri sebagai hari mengistirahatkan badan, terpaksa dipotong menyisakan hari minggu sebagai waktu berehat.

Harold berdiri seraya bersedekap mengawasi Poppy dari kejauhan tuk menilai kembali ingatan gadis itu di atas es. Putaran five quads lutz yang dikombinasi double salchow seharusnya sudah mantap nyatanya di luar perkiraan. Bolak-balik Poppy terjatuh akibat tidak mampu menyelesaikan lompatan gabungan yang menjadi targetnya tahun ini. Harold mencebik pelan menyadari tidak ada perubahan terhadap kemampuan Poppy.

Gadis itu terperosok beberapa meter saat tak berhasil mengeksekusi putarannya. Buru-buru dia berdiri dan memelas, "Bisa kita istirahat?"

"Tidak." Harold menggeleng pelan. "Resikomu karena kau tidak menepati janji, Nona. Lihat? Ucapanku benar kan? Putaranmu tidak seimbang. Try again.."

Bola mata Poppy memutar sambil mengembungkan pipinya sebal. Dia kembali meluncur, mengulang lompatan lutz-diawali toepick saat entri menggunakan bagian tepi luar belakang sepatu dan mendarat dengan kaki berlawan. Dia memang bisa berputar di udara begitu sempurna, hanya saja ketika mencapai putaran empat setengah selalu saja jatuh seakan-akan entakkan awal kakinya dari permukaan es kurang.

"Fuck!" rutuknya lagi-lagi terjerembab di atas es.

"Try again, Poppy!" perintah Harold. "Usahakan kakimu mengentak lebih keras supaya putarannya bisa sampai lima kali!"

"I know."

"Do it again!"

Poppy geleng-geleng kepala seraya mengatur napas yang terasa berat. Bila seperti ini sungguh dia ingin kabur ke Mykonos lagi supaya tidak perlu mendengar omelan pelatihnya. Dia melaju, mengitari gelanggang selagi mencari ancang-ancang kemudian membalikkan badan dan melompat menggunakan kaki kanannya. Di udara Poppy berotasi cepat lantas mendaratkan kaki kiri ke permukaan es dengan cara sedikit membungkukkan badan agar seimbang. Namun, keberuntungan lagi-lagi tak berpihak. Dia tergelincir tuk kesekian kali.

"Not good enough!" Harold bertepuk tangan gemas. "Coba sekali lagi. Itu kurang sedikit."

Sekali lagi Poppy mencoba, meluncur cepat lalu memutar tubuh kemudian melompat setinggi mungkin. Rotasi di udara bagaikan pusaran angin di musim gugur yang menghempaskan dedaunan kering. Kakinya mendarat tepat lalu dia mengambil kuda-kuda melanjutkan double salchow.

"Finally!" teriak Harold akhirnya Poppy berhasil melakukannya secara benar. Walau harus jatuh dan diomeli berulang kali.

Seulas senyum masam terbit di bibir Poppy. Tergesa-gesa dia meluncur keluar arena dengan dada naik turun nyaris kehabisan napas. Sungguh dia butuh duduk dan minum tuk membasahi kerongkongan sekering padang pasir.

Disambar botol Lululemon hitam sembari mendaratkan pantat di atas kursi penonton dan meluruskan kaki. Poppy merasakan seluruh ototnya berdenyut-denyut tak karuan. Dia membayangkan bila berendam di air hangat beraroma bunga, pasti menyenangkan.

"Fine." Harold bersandar ke dinding pembatas, masih bersedekap saat memerhatikan Poppy menenggak minumannya begitu rakus. "Istirahat setengah jam, setelah itu lanjut lagi."

"Ugh, aku seperti menggali kuburanku sendiri," gerutu Poppy. "Kau tahu? Kau agak keterlaluan, Sir."

"Aku tidak akan melakukan ini jika kau tidak mendadak menghilang, Poppy," bela Harold.

"Oke, oke. Aku minta maaf, aku terlalu lepas kendali saat liburan." Poppy mengaku salah. "Bisakah kita kembali ke jadwal semula?"

"Tidak. Masih kurang tiga hari dari dua minggu hukumanmu. Bersabarlah."

Sialan!

###

Segelas koktail buah tropis menjadi pelepas dahaga saat Poppy duduk di samping Alexia dan berhadapan bersama Norah dan Arya. Di salah satu restoran timur tengah yang menyajikan menu masakan Lebanon, Poppy berkeluh kesah mengenai persiapan pertandingan di Kanada.

"Aku juga begitu," timpal Arya menyendok fattoush--salad sayuran yang diberi potongan roti goreng juga saus zesty. Dia mencomot ayam tawook sebagai pendamping yang direkomendasikan pelayan. "Sampai kakiku agak kebiruan. Bagaimana kalau kita spa setelah masa hukuman Poppy lewat?"

"Kau memang selalu memahamiku, Babe," puji Poppy tersipu.

"Terkadang aku berpikir apa kita salah ambil jadwal liburan?" Norah menimpali. "Bukan hanya Harold, pelatihku dan si bajingan Mr. Gray juga. Siapa mereka sampai mengatur-atur kehidupan kita?"

"Kau mahasiswa, Norah Gibson," sahut Alexia mengingatkan posisi Norah yang masih mengenyam pendidikan. "Tapi, mahasiswa pun butuh bernapas kan? Lagipula kita sudah menyiapkannya jauh-jauh hari."

"Ya, kau benar." Poppy melahap suapan terakhir mix grill miliknya.

"Hei, bagaimana kau dan Heath selama di Mykonos? Kau tidak bercerita kepada kami, Babe." Norah menopang dagu usai menandaskan sepiring daging domba panggang yang sialan lezat di lidah.

Untuk beberapa menit, Poppy diam seribu bahasa menatap ketiga temannya yang menanti jawaban atas rasa penasaran terhadap perjalanannya bersama sahabat Joey itu. Beberapa kali Poppy membuka mulut, tapi tidak ada satu kata pun meluncur dari kerongkongan melainkan semburat merah tercetak jelas di kulitnya yang menggelap. Helaan napas panjang keluar dari bibir lantas dia mengalihkan pandangan ke arah jalanan merasakan efek domino itu kembali menghantam.

Mengaduk-aduk perutnya. Menimbulkan jutaan kupu-kupu berterbangan menyentuh diafragma. Merasakan ledakan bunga api dalam dada yang tidak kan bisa dimengerti orang lain.

Poppy menggigit bibir bawah memutar kembali kilasan saat-saat terakhir di Mykonos. Selepas perjanjian gila itu, sikap Heath benar-benar berubah. Manis dan romantis. Seolah-olah Heath fucking Alonzo yang biasanya menyebalkan lenyap di telan samudra. Poppy sempat berpikir apakah dewa Cupid berhasil menusuk jantung Heath dengan panah cinta hingga melumpuhkan sisi kejam lelaki itu?

Sisi jahat yang sialnya lebih disukai Poppy.

Tidak hanya itu, alih-alih beach club yang biasanya lebih disukai turis dan sangat ingin didatangi Poppy, Heath mengajaknya ke sebuah restoran kecil di sekitar Ornos yang berkonsep family home. Pemilik restoran yang ternyata kenal akrab dengan Heath mengajak para tamunya menari bersama diiringi musik tradisional Yunani.

Hal yang tidak pernah ditebak Poppy pun terjadi. Heath menari begitu lincah. Catat. Begitu lincah hingga bibirnya melengkung lebar bersamaan binar matanya berkilau bak dipenuhi gemintang. Bagai tidak ada beban, Heath turut bernyanyi sambil menggoyangkan pinggul dan mengulurkan tangan ke wanita gemuk bergaun putih bercorak bunga kemudian memintanya berputar.

Sepertinya aku sedang berada di alam lain, batin Poppy mengamati Heath yang mengajaknya berdansa.

Mau tak mau, Poppy mengimbangi atmosfer sekitar, menanggalkan segala pertanyaan dan menghamburkan diri bersama tamu-tamu lain. Dia berputar, mengikuti gerakan Heath--menggoyangkan pinggul--layaknya penari perut selagi tertawa lepas menikmati irama musik.

Heath merengkuh pinggang dan berbisik lirih ke telinga kanan Poppy, "Το χαμόγελό σου είναι υπέροχο."

(Το hamόyelό su ίne iperoho = Senyummu menawan)

"Don't make me like stupidass, Heath," protes Poppy.

"Jangan berhenti tersenyum," bisik Heath parau melelehkan segenap tulang Poppy.

"Ck, di luar nalar."

Hanya satu kalimat itu yang terlontar dari mulut Poppy, memindahkan atensi ke tiga temannya. "Sehari menjengkelkan. Sehari berlagak baik. Kemudian kembali menyebalkan."

Dan itu memang benar. Setibanya di London, Heath kembali bersikap dingin bagai gunung es tak terjamah. Seminggu penuh tiba-tiba lelaki itu mendiami tanpa sebab, kecuali malam-malam di mana Poppy harus melayani layaknya pelacur. Bercinta begitu liar dan kasar bagai binatang. Batin Poppy berseteru antara penyesalan kenapa harus menyetujui ajakan Heath dan kenikmatan yang dipersembahkan lelaki itu untuknya.

"Aku benci kau, Heath!" ungkap Poppy usai mencapai klimaks ke sekian kali. Tenaganya terkuras habis akibat berhubungan seks di setiap sudut apartemen lelaki itu tanpa jeda.

"Kau bilang seperti itu lagi, kupastikan kau tidak akan pernah bisa berjalan, Pearson," ujar Heath memagut bibir bengkak Poppy kemudian membelai jejak-jejak kemerahan yang dibuatnya di sepanjang leher, bahu, dada dan paha gadis itu. "Good night, Little trouble."

"What happened?" tanya Arya membuyarkan lamunan panjang Poppy. "Kau tidak sekamar dengannya kan?"

Ekspresinya seketika tegang dan mulutnya kembali lumpuh sebelum menghindari tatapan selidik Arya.

"What?"

Serempak tiga temannya memelototi Poppy yang tertunduk salah tingkah.

Alexia mendekat dan berbisik, "Aku yakin pasti ada sesuatu yang terjadi. Seks?"

"Absolutely no!" elak Poppy menyikut lengan Alexia. Mana mungkin dia membocorkan percintaan liar juga perjanjiannya bersama Heath? "Don't be crazy, Lex!"

"Tapi, kau sudah membuktikan itu Heath bereaksi. Jadi, kenapa tidak kau manfaatkan saja?" sambung Norah seperti mengobarkan api. "He's fucking hot as hell, isn't he?"

"I'm not interested," jawab Poppy meneguk koktail buah tuk menyembunyikan betapa gugup dirinya sekarang.

Sialan!

"Bagaimana jika tanpa kalian sadari, kalian tertarik satu sama lain?" Alexia lagi-lagi berasumsi dengan segala imajinasinya. Poppy membelalak tak suka menbuat Alexia tersenyum kecut. "Aku benar kan? Kalian di Mykonos. Satu kamar. Berdua. Dikelilingi banyak tempat romantis. Siapa yang bisa menahan godaan itu, Babe?"

"He's not my fuckiny type, Lex..." Poppy mendesah kesal. "Meski dia satu-satunya di dunia, aku tidak akan jatuh cinta padanya. Terlalu kaku seperti Royal Guards. No smile. No flirting."

Sebisa mungkin Poppy menjaga air mukanya agar rangkaian kebohongan ini tak terendus oleh mereka. Tetap memandang bola mata, jaga intonasi bicara seakan-akan Poppy masih membenci Heath setengah mati, dan menjaga gerak-gerik agar tak terlihat gelisah.

Dalam hati, sejujurnya bukan tipikal Poppy harus berdusta terus-menerus terutama kepada teman dekat yang sudah dianggap layaknya saudara. Dia menerka-nerka apakah hal ini ada kaitannya dengan karakter Heath yang juga menipu Joey sebagai pria gay abal-abal?

Lingkungan pertemanan juga berpengaruh kan?

Tak berapa lama, ponselnya bergetar di mana notifikasi pesan dari Heath muncul.

DickHeath : Di mana

Little trouble : Eat Beirut.

Little trouble : Bisa antar aku belanja? Persediaan makananku habis.

DickHeath : Ok

"Kaku sekali," gumam Poppy sambil mendengus.

"Mau kukenalkan--"

"Tidak, tidak, dan tidak," sela Poppy saat Norah hendak memberi usul. "Pria terakhir yang kau kenal, he's fucking annoying. Aku lebih percaya Arya yang mencarikanku kenalan."

"Sayangnya aku sudah pensiun, Babe," ujar Arya diliputi rasa bersalah. "Bagaimana kalau kau mengencani teman Ryder. Mereka sedang kosong dan lumayan tampan."

"Tidak. Mereka bukan tipeku," tolak Poppy. "Aku lebih suka yang lebih tua, seksi, liar, misterius--"

"Lagi-lagi masuk ke kriteria Heath," cibir Alexia membuat Poppy mencubit lengannya malu.

Ponsel Poppy berdering dan tak berapa lama mati yang menandakan jika Heath sudah berada di depan. Cepat sekali! Batin Poppy. Buru-buru dia beranjak dan menenteng tas skating seraya pamit, "Aku pulang dulu. Heath sudah di depan."

"Bye. Happy a hot day," goda Alexia mengedip-ngedipkan mata penuh arti.

"Fuck you, Lex!" seru Poppy mengacungkan jari tengah kemudian keluar restoran.

Begitu masuk ke dalam Porsche hitam Heath, Poppy menanggalkan atasan gym menyisakan sport bra abu-abu bertali menyilang di belakang. Dilempar begitu saja ke kursi belakang atasannya yang sudah kotor itu lantas membenarkan posisi bra. Tanpa malu. Dia menurunkan spion mobil sambil mengikat rambut tinggi-tinggi lalu memasang kacamata hitam layaknya seorang putri dijemput sopir pribadi.

"What the hell are you doing?" Heath menyorot kelakuan Poppy yang lagi-lagi tidak punya etika di matanya.

"Relax time."

Heath menarik tisu dan mendorong tubuh Poppy ke depan saat dia bersandar. "Fuck! Kau membuat kursi mobilku kotor karena keringatmu!"

Tersinggung, Poppy menepis kasar tangan Heath dan sengaja menggesek-gesekkan punggungnya ke kursi. Dia mengusap wajah dan ketiak lantas menempel-nempelkannya ke dasbor juga kaca mobil Heath, meninggalkan jejak-jejak jemarinya yang berminyak.

"Is that a threat, Little trouble?" Heath menyorot tajam ke dalam bola mata Poppy. Batinnya mengumpat mengamati mobil kesayangannya ternodai.

"Why? Did it sound like a compliment, DickHeath?" Poppy bersedekap. "Ayo jalan. Aku harus belanja."

"Aku bukan sopirmu." Heath menyalakan mesin mobilnya kemudian melaju membelah jalanan menuju supermarket.

"Tapi nyatanya kau antar-jemput aku."

Oh God, fuck me... Batin Heath jengkel bukan main.

###

She's fucking asshole!

Heath benar-benar dibuat mirip pengawal, sopir, pengasuh, atau apa pun itu selama bersama Poppy. Lihat saja sekarang dia disuruh mendorong troli penuh barang kebutuhan sehari-hari sementara gadis itu berada agak jauh di depannya, bagai majikan.

Pupil Heath melebar ketika Poppy mendekap dua botol Bourbon lalu menempatkannya ke dalam troli. "Kau pasti bercanda, Little trouble. Joey akan marah kalau tahu dia--"

Ucapannya tersendat kala Poppy menempelkan jari telunjuk kanannya ke bibir Heath. "Diam. Anggap ini teh chammomile. Ayo jalan."

Andai kata nyawa manusia ada sembilan layaknya mitos seekor kucing, ingin sekali Heath mencekik Poppy sekali saja.

Dia geleng-geleng kepala ketika Poppy kembali datang memborong tiga bucket es krim vanila, strawberry, cokelat, beberapa buah-buahan, yoghurt, sereal hingga kotak susu rendah kalori.

"Heath, yang kita makan di restoran Ornos kemarin. Bola-bola pakai yogurt, apa kau tahu bahan-bahannya?" tanya Poppy.

Heath menyengguk, mendadak perasaannya tak enak bila disuruh menemani Poppy memasak.

"Ajari aku."

Dammit!

"Di Youtube ada tutorialnya, kau tinggal ikuti caranya, Pearson."

"Terlalu banyak versi. Aku ingin versi darimu," ujar Poppy. "Beritahu aku bahan-bahan yang kurang. Aku sudah beli daging, oregano, bawang, keju."

"Jintan dan adas."

"Oke." Poppy menyiratkan Heath mengikutinya menuju rak bumbu-bumbu asia.

Memastikan semua barang-barang sudah ada di troli, Poppy dan Heath bergegas ke kasir. Seorang pria berusia sekitar awal dua puluhan menyambut Poppy ramah dan sesekali melayangkan pandangan ke arah belahan dada gadis itu.

Tidak sekali dua kali.

Melainkan berkali-kali. Seolah-olah tubuh Poppy layak dinikmati semua orang.

Dalam diam, Heath terus memerhatikan sejauh mana lelaki ini melampaui batas. Tangannya terkepal kuat, menahan diri tidak menerjang lelaki itu dengan pukulan.

"Watch your eyes, Young man!" tegur Heath.

"What?" Lelaki muda memandang Heath merasa tidak bersalah. "Calm down, Big boy. Aku hanya mengobrol dengan kekasihmu. Benar kan, Sweetheart?"

"He isn't my boyfriend," kilah Poppy memberi klarifikasi.

Si petugas kasir tertawa remeh, melirik kembali dada Poppy seperti ingin melucuti dan menyetubuhinya. "So ... we can go out this weekend," ajaknya.

Sebelum Poppy menolak ajakan kencan dadakan itu, tanpa disangka-sangka Heath melayangkan pukulan tepat mengenai rahang petugas kasir. Otomatis dia terjungkal ke belakang menumbuk meja kasir lain menimbulkan teriakan pengunjung termasuk Poppy. "Watch your fucking eyes, Kid. Apa kau ingin matamu kucabut paksa?"

"What's fucking wrong with you!" jerit si kasir merasa diserang tanpa alasan.

Tak berapa lama dua orang petugas keamanan supermarket datang dan si kasir menunjuk Heath telah menghajarnya.

"Dia melecehkan gadisku," bela Heath menuding Poppy dengan dagu merasa dirinya benar.

"Melecehkan?" Si kasir berusaha bangkit sembari meringis. "Kau pikir dada kekasihmu menarik apa."

"What?" Poppy mendelik tak terima. Dia hampir melompati meja kasir tuk memberi hukuman pnamun Heath sudah mendahuluinya dan menghajar lebih membabi buta.

"Heath!" seru Poppy tidak mampu menghentikan aksi gilanya.

Puas melampiaskan amarah, dicengkam kerah seragam kasir yang sudah babak belur kemudian berkata, "Sekali lagi kau menyebutnya tak menarik, kupastikan kau tidak bisa bernapas lagi, Kid."

Heath mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam dompet menyesuaikan total belanjaan Poppy. Dia menjentikkan satu sen mengenai kepala kasir itu, "Harga dirimu bisa kubeli dengan satu sen."

Heath berputar, membereskan barang belanjaan Poppy namun lengannya ditahan oleh dua petugas keamanan yang hendak menyeretnya.

"Singkirkan tangan kalian," ancam Heath.

"Anda menyerangnya--"

"Punya mata dan telinga kan? Dia melecehkan gadisku dan pukulan itu pantas untuknya. Mau kuhajar juga?"

"Anda tetap bersalah, Tuan."

"Dan membiarkan pelaku pelecehan bebas? Di mana otak kalian?" Heath mencerling ke arah tangan petugas yang masih menahan lengannya. Seketika mereka melepaskan begitu saja karena dibuat dilema oleh pernyataan Heath. Dia menoleh ke arah Poppy, menyiratkannya segera keluar. "Get in the car."

Tidak ada perlawanan, Poppy menuruti perintah Heath yang sudah terbakar emosi. Selama perjalanan Poppy melirik Heath dengan perasaan campur aduk. Dia ingin mengajak bicara tapi raut wajah Heath yang tak ramah membuatnya urung bersuara. Keheningan bercampur ketegangan membelenggu hingga apartemen.

"H-"

"Don't talk to me!" ketus Heath begitu selesai menaruh barang belanjaan Poppy di counter.

Tak mau diabaikan begitu saja, Poppy mengejar Heath masuk ke dalam apartemennya. "Heath! Sorry!"

Baru pertama kali ini Poppy mengucapkan kata maaf kepada pria yang sudah menyelamatkannya. Entahlah, Poppy mengira kalau tindakan Heath perlu diapresiasi terlepas sikap kasarnya di supermarket.

Lelaki itu membisu sejenak kemudian memutar badan dan mendudukkan diri di sofa.

"I'm sorry, Heath."

Dipandang dalam-dalam Poppy yang masih mengenakan sport bra dan celana gym abu-abu. "Over my knees." Suara rendah nan parau Heath menggaung setiap sudut ruang tengah apartemennya.

Mendengar kalimat yang lebih mirip perintah tersebut, seluruh sel saraf di tubuh Poppy tersentak. Dia terpaku di tempat merasakan ketegangan di antara dirinya dan Heath berubah secepat kilat menjadi percikan gairah. Manalagi sorot abu-abu gelap Heath berkilat menyiratkan sesuatu.

Sesuatu yang hanya mereka tahu.

"You heard me, Little trouble." Heath menepuk pahanya. "Over. My knees. Now."

Otak Poppy boleh menolak tegas, namun apa adanya tungkainya bergerak menyanggupi titah Heath. Setiap lapisan permukaan kulit kini seperti dibakar perlahan-lahan manakala memosisikan tubuhnya di atas pangkuan Heath.

Rex-si anjing doberman jantan kesayangan Heath muncul sembari menggonggong penuh semangat. Heath mengelus puncak kepala Rex lalu berkata, "Bisa tolong ambilkan barangku di atas kasur, Big boy?"

Seakan mengerti Rex berlari menuju kamar Heath. Poppy menelan saliva, begitu was-was terhadap rencana Heath.

"You'll punish me?" Poppy memberanikan diri melempar pertanyaan. Bahkan dia sendiri tidak merasa berbuat salah, lantas kenapa Heath murka? "I didn't do something, Dumbass. Aku sudah minta maaf, apa itu kurang di matamu, Asshole?"

"Watch your moutch before I decide to spank your ass, Pearson!"

Rex kembali datang membawa kantong hitam di mulutnya. Heath menerima benda itu dan menepuk kepala Rex penuh kasih sayang. "Thanks, Dude."

Anjing tersebut menjilat Heath sebelum mendudukkan diri di atas sofa menonton apa yang diperbuat majikan dan tetangganya.

Jantung Poppy berdegup kencang saat Heath berbisik dan menarik turun celananya, "You forget my rules, Pearson."

"I don't."

"Masih menyangkal?" Tangan kanan Heath memukul pantat Poppy sekencang mungkin.

"Heath! Fuck!" seru Poppy terkejut menerima pukulan itu. Nyeri sekaligus panas menjalar di permukaan kulit bokongnya.

"Watch. Your. Mouth."

"Or what?" tantang Poppy tak gentar.

"Or I will fuck it."

***

Bab 18 tersedia di Karyakarsa karena satu bab full smut scene.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro