27. If He Knows, He Really Knows

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'I'ma be real on us. Nobody got nothing on us.'

-Black Eyed Peas-

***

Seharian penuh, keempat gadis itu berada dalam kamar Alexia sembari mengenakan sheet mask ditemani semangkuk irisan buah dan infused water saat mencari media sosial Heath. Di tengah teriknya cuaca London, kepala mereka serasa melepuh akibat enam jam berselancar di internet belum juga berhasil mendapatkan akun pria bertato tersebut. Bahkan Alexia dan Poppy yang paling jago mencari identitas pria-pria incaran, nyatanya kemampuan mereka dikalahkan telak.

Facebook, Instagram, Twitter, hingga Snapchat tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kepemilikan akun Heath. Termasuk ketika Poppy menelusuri media sosial Joey. Hasilnya pun sama saja. Poppy mengumpat pelan, merutuk kenapa Heath begitu misterius dan menutup-nutupi kehidupannya meski pernah melalui bagian terkelam. Dia mengacak rambut begitu frustrasi lalu memutar otak menerka-nerka kemungkinan lain kombinasi nama akun yang kiranya dipakai Heath.

AlonzoH

HeathAL02

Dr.Alonzo

Sesaat dia mencebik, membatin jika tak mungkin Heath menggunakan username aneh-aneh. Apalagi menyebut profesinya. Itu sama sekali bukan Heath, pikir Poppy. Kemudian, dia memutar badan, menghadap ketiga temannya yang sibuk mengutak-atik ponsel, Ipad, juga laptop begitu serius. Atmosfer kamar Alexia berubah menjadi markas FBI dadakan demi mengorek identitas Heath Alonzo.

Disambar buah stroberi dari wadah lalu mengunyah sembari berkata, "Babe, menurut kalian, selama ini Heath tahu keberadaanku dari mana?"

"Kalau Budapest, tentu dari adikku," sahut Alexia seraya mendesis dan meregangkan lehernya yang kaku. "Fuck, I can't find it!"

"Aku juga," sambung Arya mengembungkan pipi, melepaskan sheet mask yang hampir kering. "Tidak mungkin kita mengecek satu persatu folkowers kan?"

"Jangan gila, Arya," timpal Norah memutar bola mata. "Followers kita jutaan, aku tidak mau mata indahku terkena silinder atau minus, oke."

Mendadak Poppy menjentikkan jari menemukan sebuah ide cemerlang, "Bagaimana jika kita unggah postingan di close friends?"

"Ah! Jadi,kita bakal bisa tahu yang mana -" Norah menyetujui usul Poppy namun tersendat kala Alexia berkilah.

"Tapi, kau seharusnya tahu siapa pemilik akun itu saat membuka fitur close friends, Babe," komentar Alexia.

"Unggah postinganmu di konten khusus pelanggan saja," kata Arya. "Kau punya kan?"

"Dari sekian juta followersmu, bisa sepuluh atau dua puluh persen yang bersedia membayar. Artinya kau harus mengorek satu-persatu akun mereka," sambung Norah.

"Mau bagaimana lagi? Ini sudah termasuk memfilter pengikutku kan?" Poppy mengembungkan pipi mulai merasa bosan.

Sembari menopang dagu, tangan kanannya membuka galeri ponsel lalu mengupload foto yang bisa memancing keberadaan akun Heath. "Bagaimana kalau ini?" Dia menunjukkan sebuah potret dirinya tengah telungkup di atas pasir putih pantai Ornos tanpa mengenakan atasan sembari membaca buku, menampilkan bongkahan pantat berlapis bikini merah juga kulitnya yang terbakar matahari. Jepretan yang Poppy tahu bakal mengundang sisi cemburu Heath padanya.

"Good," kata Alexia lantas memicingkan penuh selidik. "Heath yang-"

"Hanya foto, Lex," sela Poppy memutar bola mata.

"Wow." Arya melengkan kepala. "Kau yakin Heath tidak tergoda melihat badanmu seperti ini, Babe?"

Poppy menggeleng seraya mengangkat bahu. "Bukan urusanku."

"Aku yakin itu Heath tersiksa kalau lihat Poppy seperti ini di depannya," sambung Norah terkikik. "Harusnya kau bisa jerat dia, Babe. He's fucking sexy as hell. Aku jadi penasaran, apa dia tidak ada keinginan having sex dengan perempuan?"

"Babe ... who fucking cares?" ketus Poppy kemudian mengalihkan atensi ke layar ponsel, menanti-nanti siapa yang akan melihat isi kontennya. Bila sudah menemukan satu akun media sosial Heath, maka sisanya akan didapat jauh lebih mudah. "Kita bahkan tidak tahu seperti apa tipenya."

"Bukan kita, Babe, tapi kau," timpal Alexia lagi-lagi membuat Poppy memelototinya tajam.

"Ha. Ha. Fuck you, Lex!" Poppy mengacungkan jari tengah kenudian bangkit dan memosisikan di samping Alexia. "Aku benci kau kadang-kadang."

"Kami tahu, kau tidak bisa lama-lama membenci kami, Babe." Alexia mengerlingkan sebelah mata.

"Terserah kau," ucap Poppy mendengus sebal. "Come on, kita juga harus mengabadikan momen ini." Dia mengangkat ponsel, berpose genit seraya menutup sebelah mata.

"Yeah, berpura-pura menjadi detektif ternyata melelahkan juga," komentar Arya lalu memajukan bibir saat Poppy memotret foto. "Hei, mau hangout besok? Spa? Nonton Netflix? Pesta piyama?"

"Kalau besok, aku tidak bisa," jawab Poppy melepas sheet mask dan menepuk-nepuk kulit mukanya yang lembab. "Aku ada urusan."

"Apa?" Norah memicingkan mata penuh selidik. "Jarang sekali kau menolak ajakan kami."

"Babe, hidupku tidak hanya untuk kalian."

"Sebagian besar untuk Heath bukan?" sindir Alexia lagi.

"Lex ..." Poppy melirik tajam. "It's not like that. Aku benar-benar ada urusan."

"Urusan yang melibatkan Heath," balas Alexia tak mau kalah. "Kau tinggal bilang saja mau kencan dengannya. Bahkan mencari identitasnya pun karena kau penasaran dengannya kan? Kenapa harus ditutupi? I know you, Babe. Just stop lying!"

"Lying? About what?" Poppy berusaha menepis dugaan Alexia yang mulai mengendus hubungannya bersama Heath. "You know me that I hate him."

"Hate him? More like wanna fuck him?"

"Shut the fuck up." Semburat merah di pipi tercetak jelas saat Alexia kian menyudutkan Poppy. Entah angin mana yang membuat Alexia begitu mudah membaca gerak-geriknya. Padahal selama ini Poppy menyembunyikan hubungan rahasia itu serapat mungkin, termasuk berlagak seperti biasa kala di depan Heath.

"Tidak ada yang salah menyukai Heath, Babe. He's not gay, right? So what's the matter?" kata Norah menaik turunkan kayar Ipadnya-terus mencari akun Heath. "Dia masuk ke kriteria pria idamanmu juga kan."

"Masalahnya tentu saja ada di Joey," Arya menimpali. "Benar kan?"

Poppy mengedikkan bahu. "Bisakah kita hentikan pembicaraan ini? Sungguh aku tidak punya hubungan dengan Heath." Dia masih bersikukuh, mengelak bila memiliki perasaan.

Meski sejujurnya, aku juga tidak yakin.

"Oke, oke. Up to you," Alexia angkat tangan. "Tapi, kami akan marah jika kau menipu perasaanmu sendiri, Babe. Cinta itu reaksi alami antara pria dan wanita, kalau Joey memang jadi penghalang, aku yakin Heath bisa mengatasinya."

"I swear I'll never love him, Babe," kilah Poppy. "Sekarang kembali bekerja. We have to get that damn account. Okay?"

"Yes, Mam."

###

Joey : Dude, akhir pekan akan ada pertandingan England melawan Slovenia. Kebetulan aku libur, kita menonton di apartemenmu bagaimana?

Heath : Aku tidak bisa karena akan pergi ke Westminster. Peringatan kematian adik dan ibuku.

Joey : Sorry, Mate. Aku lupa. Mau kutemani? Kita bisa pergi berdua.

Heath : Nah, I'm fine. Pertandingan selanjutnya, kita menonton bersama. Tapi aku tidak menaruh banyak harapan ke tim kita.

Joey : Yeah. Btw, I miss you, Dude. Tunggu aku pulang setelah itu kita bisa minum dan masak bersama lagi.

Heath : Are you falling in love with me, Dude? Sounds like you called me your fucking wife.

Joey : ewww...

Heath terkekeh, tak membalas pesan Joey lantas membuka Instagram sebelum pulang dari rumah sakit. Keningnya mengerut dalam, mengetahui Poppy mengunggah konten khusus followers. Sesaat kemudian, iris abu-abu Heath membeliak mendapati foto seksi Poppy terpampang di layar ponsel. Apalagi yang membidik pose telungkup Poppy adalah Heath sendiri. Waktu itu, dia menolak memotret Poppy tanpa mengenakan bra, namun gadis tersebut mendesak dengan alasan tidak akan ada yang bakal melihat dadanya.

"Heath, apa kau lupa aku ini travel blogger? Ini hanya foto oke, aku bukan menjual diri!" protes Poppy. "Aku juga akan memilah-milah mana yang perlu kuposting atau tidak, jangan mengaturku seperti orang tua!"

"What the hell is she doing?" geram Heath mengetatkan rahang merasakan emosi merangkak ke ubun-ubun. Dalam hati, dia mengumpat, merutuki tindakan Poppy yang sengaja memancing ribuan pasang mata pria-pria nakal yang pasti meneteskan air liur mengamati lekuk tubuhnya.

Atau ... dia sengaja memposting foto ini karena sesuatu yang lain?

Matanya terpejam, mencari kemungkinan-kemungkinan yang kiranya bisa menjadi jawaban atas tindakan Poppy. Tidak mungkin gadis itu menggunggah tanpa ada maksud tertentu. Heath sangat hafal perangai berandal kecilnya. Sesaat kemudian, iris abu-abu Heath terbuka diiringi sudut bibir naik menemukan benang merah lalu memasukkan ponsel di balik saku celana chinonya.

Dia bersiul, menyugar rambut selagi bercermin sebelum keluar dari ruang kerja. Heath tersenyum miring sementara bola matanya berkilat-kilat. Kalau memang tujuan Poppy hanya untuk memancing akun rahasia Heath atas kisah sedih yang sempat diceritakan beberapa waktu lalu, maka gadis itu tidak akan pernah dapat. Siapa pun tidak akan bisa menemukannya sebab memang tidak ada yang tahu, termasuk Joey sekali pun.

Pada dasarnya, Heath tidak suka bermain media sosial sebab terlalu malas memasuki drama juga kehidupan toksik orang lain yang berlomba-lomba unjuk privilage. Namun, semenjak mengawasi Poppy, dia seperti menjilat ludah sendiri.

Ternyata, ada kesenangan tersendiri dalam diri Heath yang baru disadari setiap kali memerhatikan unggahan foto atau video Poppy. Seolah-olah tak perlu susah payah membuntuti ke semua tempat sebab dia dan teman-temannya cukup aktif memamerkan kebersamaan mereka. Ya meskipun sebagian besar harus diunggah dalam konten khusus, sehingga mau tak mau Heath membayar.

Tapi, kenapa dia sampai bertindak sejauh itu? Apa yang dia cari lagi dari masa laluku?

Tak berapa lama, ponsel Heath berdering, buru-buru dirogoh gawai itu dan mendapati kontak berandal kecilnya tengah menelepon. Dia menghela napas sejenak kemudian menjawab, "Ada apa?"

"Di mana?"

"Baru mau pulang dan menjemputmu di tempat si pirang," jawab Heath ketus.

"Her name is Alexia Ross, Heath," protes Poppy. "Hei, jangan jemput. Aku sudah di apartemen dan menyiapkan makan malam untuk kita berdua. Creamy garlic pasta?"

"What?" Lelaki itu tercengang saat mendatangi Porschenya yang terparkir di basemen rumah sakit. Sekelebat ingatan postingan Poppy membayangi benak Heath, menebak-nebak apa yang sedang direncanakan oleh gadis ini. "Apa ini salah satu hal romantis dalam otak kecilmu itu, Pearson?"

"Yeah..." Poppy terkekeh yang sialnya di telinga Heath justru terdengar bagai simfoni. "Mau kutambahkan racun agar makin romantis, Alonzo?"

"Nah ... yang aku takutkan kau memasak penuh cinta, Pearson," goda Heath menyalakan mesin mobilnya.

"Ha.Ha. Di mimpi basahmu, Alonzo."

"Ha. Ha. Kau memang selalu ada di mimpi basahku, Pearson," balas Heath yang dibalas umpatan Poppy. "Sudahlah, aku tutup teleponnya. Lima belas menit, aku sampai."

"Hei, Heath!" seru Poppy saat Heath hendak memutus pembicaraan itu.

"Ya?"

"Can't wait for tomorrow," tandas Poppy.

"Me too, Baby," balas Heath mengulum senyum tipis. "Can't wait to make you mine too."

"But I'm already yours."

"Good girl."

###

Sekitar pukul delapan pagi, bersama Rex yang duduk tenang di bangku belakang, Heath mengendarai mobilnya menuju Harrgote-sebuah lokasi yang dijuluki kota Spa di distrik North Yorkshire. Bangunan metropolitan serta hiruk pikuk kehidupan London berangsur-angsur memudar berganti lengangnya jalanan juga hijaunya pepohonan dan ladang. Poppy membuka jendela mobil, membiarkan angin musim panas membelai mesra kulit wajah.

Perjalanan melelahkan ini menempuh waktu sekitar empat jam setengah. Sementara tidak banyak pembicaraan yang terjadi antara dirinya dengan Heath. Sialnya, pikiran Poppy ditarik ke masa di mana Alexia terus menodong bahwa terjadi sesuatu dalam dirinya.

"I know you, Babe. Just stop lying."

Sejujurnya, Poppy juga tidak tahu apa yang merasuki hatinya semenjak dekat dengan Heath-kebih tepatnya menyetujui perjanjian gila itu. Oke, bersama Heath, Poppy mendapatkan pengalaman seks luar biasa. Tapi, itu bukan hal dasar yang menyebabkan hatinya meletup-letup tak karuan. Kedua, Poppy akui kalau saat-saat tertentu Heath begitu manis, sialan manis melebihi sepiring short cake atau segelas milkshake oreo kesukaannya.

Kalung edisi terbatas.

Mawar merah.

Liburan ke Mykonos yang sangat ingin diulangi Poppy.

Ekor matanya melirik ke arah Heath yang fokus menyetir lalu beralih ke guratan nadi di lengan yang begitu menggiurkan juga jemarinya yang ...

Aku ingin jari-jari itu menyentuhku lagi.

"Fuck ..." Poppy mendesis pelan saat dewi batinnya berbisik bagai wanita jalang.

Sekilas Heath menatapnya heran,namun tidak ada komentar meluncur dari bibirnya. Bahkan saat berangkat tadi, tidak ada pujian layaknya sepasang kekasih. Padahal, susah payah dia berdandan semenarik mungkin supaya Heath memujinya seperti di malam ulang tahunnya. Apakah street style ala musim panas-celana denim pendek dan crop top putih tampa lengan merupakan sesuatu yang biasa di mata Heath?

What the fuck are you thinking, Pearson? Memangnya kau ini siapanya Heath? Apa kau ini haus validasi? Sejak kapan kau butuh atensinya, huh?

Gadis itu menderam kesal, merutuki dewi batinnya yang tidak pernah konsisten berbicara. Buru-buru Poppy menyetel lagu Black Eyed Peas, memasang kacamata hitam Saint Laurent bergaya cat shape, membingkai indah mata lentiknya. Memerhatikan hijaunya perkebunan milik warga setempat, pikiran Poppy melayang ke hasil unggahan foto di konten khusus Instagram.

Lagi-lagi dia mencebik, ternyata fitur itu tak membantu banyak. Semalaman dia nyaris tak tidur demi menelusuri akun-akun itu secara cepat bersama ketiga temannya melalui sambungan video call. Norah dan Arya mengibarkan bendera putih, sedangkan Alexia sama saja seperti Poppy. Tak lega bila tak menemukan yang didapat, sampai-sampai dia meminta bantuan kekasihnya-Ryder-yang juga jago stalking.

"Akan kukabari jika kau selesai dengan urusanmu," ujar Alexia menekankan kata 'urusan' kepada Poppy.

Entakkan lagu tahun 2000-an itu memindahkan perhatian Poppy. Kepalanya mengangguk-angguk mengikuti irama musik RnB yang sempat hits kala itu dan menjadi favoritnya semasa sekolah. Bibirnya mulai bernyanyi lamtas hilang kendali daripada suasana di mobil sunyi senyap.

"I like that boom boom pow. Them chickens jackin' my stule, they try to my swagger," kata Poppy mendendangkan lirik Black Eyed Peas di luar kepala. "I'm so 3008, you so 2000 and late," tunjuknya ke arah Heath seolah-olah mengoloknya tak mau mengikuti trend anak muda.

Masa di jaman serba canggih, dia tidak punya Instagram? Dasar aneh!

Heath hanya bisa geleng-geleng kepala, memandang Rex dari kaca mobil yang tak menaruh minat, malah mengawasi jalanan dari kaca jendela sambil sesekali menggonggong antusias.

"Here we go, here we go satellite radio. Y'all gettin' hit' wit' the," Poppy menyodorkan kepalan tangannya menyiratkan Heath mengikuti lirik Black Eyed Peas yang makin mengentak kencang.

"Boom, boom," ucap Heath datar menimbulkan gelak tawa Poppy.

"Damn!" Gadis itu meninju lengan Heath gemas. "Lemas sekali seperti mesin tidak diberi pelumas."

Heath memutar bola mata kemudian meremas paha Poppy dengan tangan kanannya membuat gadis itu langsung mematung. Sentuhan posesif penuh damba yang membangkitkan gairah Poppy, manalagi jemari Heath merangkak naik ke pangkal paha, berusaha menyelinap di balik celana super pendek yang dikenakannya.
Imajinasi liar menggerayangi benak, andai kata bercinta secara quickie di mobil.

Pasti menantang, pikir Poppy dengan bulu kuduk meremang.

We try to take it slow
But we're still losin' control
And we try to make it work but it still ends up the worst
And I'm crazy for tryin' to be your lady

Lirik yang dinyanyikan Fergie dan ketiga pria asal Los Angeles tersebut memenuhi mobil, mewakili apa yang sedang disulut oleh Heath. Dia melirik sekilas, menangkap tarikan dada Poppy terasa begitu berat begitu tangan Heath mengelus paha mulusnya. Gadis itu menggigit bibir bawah berbarengan iris cokelatnya mengunci Heath begitu lekat. Tatapan yang menyiratkan gelegak hasrat tak berkesudahan.

"Heath ..."

"Why? Did I make you turn on, Baby?"

"Uhm ... y-yeah ..." Poppy tak berkedip cepat lalu menepuk bibirnya yang tak pandai berdusta di depan Heath.

Sialan!

"Hapus pikiran mesummu, Pearson, kita datang bukan untuk bercinta," ujar Heath mengingatkan seraya membelokkan kemudinya menuju jalanan yang cukup sepi. Di kiri kanan, hanya ada beberapa rumah disertai pepohonan tinggi nan rindang. Gemerisik dedaunan melambai-lambai menyambut kedatangan pasangan sejoli itu.

Tak berapa lama, Heath menghentikan mesin mobilnya di sebuah rumah bergaya klasik dengan atap tinggi nan curam juga dinding-dinding batu bata merah. Di ujung sebelah kiri rumah besar ini, seorang pria keluar sambil menuntun kuda jantan berwarna hitam pekat dari kandang. Lelaki paruh baya mengenakan overall biru lusuh yang dipadu kaus hitam menoleh ke arah mobil Heath. Seberkas senyum lebar langsung terbit di bibir lelaki tersebut,

"Welcome home!" teriaknya seraya melambaikan tangan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro