28. Sweet Karma

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


'Darlin' can I be your favorite? I'll be your girl, let you taste it. I know what you want, just take it.'

-Isabel LaRosa-

***

Lama tak bertemu Robinson, seorang pria yang sangat berjasa di masa-masa terkelam Heath memecah gumpalan rindu dalam dada. Dipeluk Rob--panggilan akrab si pemilik peternakan kuda di Harrogate--penuh kasih sayang sambil menyesap aroma tembakau yang sama seperti terakhir kali dia berkunjung ke mari pada perayaan Paskah dua tahun lalu. Rengkuhan erat layaknya seorang anak mengharapkan kehadiran seorang ayah.

Yang sialnya tak didapatkan Heath semenjak Miguel-ayah Heath-menderita depresi.

Melepas rangkulan tersebut, Heath memperkenalkan Poppy yang disambut hangat oleh Rob. Dia tersenyum jahil, menaikturunkan alis tipis lantas menyikut lengan Heath dan berbisik, "Sudah berani membawa wanita, huh? Reputasimu sebagai gay sepertinya bakal diragukan, Heath."

Tentu Rob sudah tahu bagaimana isu gay yang melekat pada Heath telah menyebar bagaikan hama mematikan. Joey pernah menceritakannya secara blak-blakan tanpa dosa, tapi Heath bak keledai bodoh yang menuruti perkataan tuannya. Alih-alih mengklarifikasi justru membiarkan rumor sebagai penyuka sesama jenis menggaung di antara teman-temannya.

Samar-samar, bibir Heath melengkung ke atas enggan menanggapi komentar Rob bahwa Poppy adalah gadis pertama yang dibawa ke sini. Biasanya Heath hanya membawa Joey terutama sewaktu masih kuliah, sekadar membantu mengurusi hewan-hewan tersebut bersama dua putra Rob.

"Aku cukup akrab dengan kakakmu, Ms. Pearson," tutur Rob seraya menyilakan tamunya duduk di teras rumah. "Memang benar, hubungan mereka yang terlalu mesra membuat kita semua pasti menerka-nerka mereka adalah pasangan kekasih," canda Rob terpingkal-pingkal menimbulkan rona merah di pipi yang dipenuhi freckles tersebut.

"Aku sebagai adik Joey agak mual kalau melihat mereka di dapur, mengolah makanan bersama layaknya pengantin baru," sambung Poppy mendaratkan pantat ke kursi rotan di teras rumah Rob yang nyaman.

Heath memutar bola mata, mendudukkan dirinya di samping Poppy sembari membatin apakah aneh memasak bersama padahal hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar kan? Kenapa di dunia ini, sesama pria selalu dikaitkan dengan 'penyuka sesama jenis' jikalau perempuan ke toilet saja sering beramai-ramai seakan-akan ingin berdemontrasi di kamar mandi.

"Tapi, sudah lama Heath dan Joey tidak datang. Ya ... aku paham kesibukan mereka di rumah sakit, Ms. Pearson." Robinson menyandarkan diri di pagar pembatas berhias sulur-sulur dedaunan di atas kepalanya yang botak.

"Cukup panggil Poppy saja, Tuan," kata Poppy lalu mengedarkan pandang seraya menghirup dalam-dalam udara yang terasa sejuk memenuhi relung dada juga membelai lembut permukaan kulitnya.

Dia mendongak, mengamati bongkahan kapas putih melayang-layang di atas cakrawala yang begitu cerah. Suasana tenang nan damai, benar-benar menentramkan hati dari riuhnya kehidupan kota besar. Terutama sederet latihan persiapan turnamen. Apalagi di depan sana, terdapat puluhan domba-domba gembul menggerombol dibuntuti seorang pria yang mengarahkan mereka ke kandang terbuka di atas padang rumput yang luas.

"Rumahmu sangat sejuk," komentar Poppy. "Aku suka sulur daun di atas kepalamu, Rob."

"Ah, ini? Istriku yang menanamnya. Dia bilang ini tirai alami kalau kami ingin duduk bersantai di sini saat siang hari."

"Di mana istrimu, Rob?" Poppy bertanya yang langsung dihadiahi tatapan tajam Heath. "Kenapa kau melihatku sinis seperti itu?" cibirnya tak terima.

Beberapa detik Rob membisu, memerhatikan interaksi Heath yang begitu ingin membungkam mulut Poppy sedangkan gadis berkulit kecokelatan itu-tanpa takut-mencerocos jika apa yang dikatakannya termasuk sesuatu yang biasa. Tak lama, gelak tawa pech dari bibir tebal Rob menciptakan kerutan dalam di kening sejoli di depannya.

"Sorry." Rob mengibaskan tangan. "Istriku meninggal lima tahun lalu, Darling."

Dalam sepersekian detik, ekspresi Poppy langsung dipenuhi rasa bersalah. "Oh, sorry, Rob, aku tidak tahu." Dia menyikut lengan Heath yang sedari tadi diam tanpa mau membelanya sedikit pun. "Aku pikir-"

"Tidak. Tidak apa-apa," Rob menyentuh sulur-sulur tanaman tersebut diiringi senyum, meski di balik iris biru terangnya masih terselubung cinta yang menggebu-gebu. "Aku senang orang masih menganggap istriku ada di sini. Itu berarti sosoknya tidak akan pernah dilupakan. Benar kan, Heath?"

Yang ditanya memalingkan muka, mengetatkan rahang seolah-olah tengah menghadang ribuan paragraf yang mungkin hendak meluncur dari lidahnya. Poppy memicingkan mata, merasa ada sebongkah rahasia sedang disembunyikan dan tak mau tersingkap. Tentu saja gelagat Heath makin menambah daftra curiga dalam kepala Poppy.

Tugasku ternyata belum selesai, batin gadis itu.

Suasana mendadak menjadi canggung, Poppy menggumam tak jelas lantas memilih menilik deretan pot-pot bunga aneka warna sedang dihinggapi beberapa kupu-kupu. Mereka berterbangan ke sana ke mari sekadar singgah tuk menyesap sececah nektar. Pendar matahari kian menyengat menyebabkan aroma khas jerami kering makin menguar melambai-lambai menggoda indera penciuman. Segalanya berbaur indah menjadi harmoni saat kuda-kuda meringkik di sisi kanan rumah utama Rob.

"Aku merindukan suasana ini," ujar Heath yang dibalas anggukan Rob. Lelaki itu menoleh ke arah Poppy yang tertegun dengan mata membeliak. Atensinya bergerak ke jemari Poppy yang mendadak gemetaran seperti baru saja dihantam serangan panik. "Hei." Heath mengisi sela-sela jari Poppy, menggenggamnya penuh rasa khawatir. "You okay?"

"Is she okay?" Rob ikut-ikutan cemas, memerhatikan Poppy yang enggan berkedip justru bahunyaberguncang hebat diiringi cuping hidungnya yang kembang kempis secara cepat. "Darling ..."

"Rob, bisa tinggalkan kami berdua?" pinta Heath. "Kemungkinan dia mengalami-"

"Aku merasa tidak asing dengan semua ini," tandas Poppy menyela kalimat Heath, meremas tangan lelaki itu kuat-kuat. "A-aku ..." Sebutir air mata luruh dari pelupuk mata sebab tidak ada secuil memori dalam ingatan yang mampu menjadi jawaban. Dia memejam, menggigit bibir bawah kala mendengar suara anak kecil itu sekali lagi setelah sekian lama tak menghantui.

"Rob ... please ..." Heath memint Rob pergi yang dibalas anggukan pelan. Lelaki paruh baya itu bergegas ke dalam rumah, membiarkan Heath menenangkan Poppy.

Heath bergerak, berjongkok di hadapan gadis itu, terus menggenggam erat tangan Poppy yang sedingin es.

"S-suara itu datang lagi, Heath ... " Poppy berbicara terbata-bata, memandang Heath penuh ketakutan. "A-aku ... ke-kenapa denganku, Heath ..."

"Hei, calm down, Baby. Calm down ..." Heath mencium punggung tangan Poppy lalu menyisir untaian rambut gadisnya yang basah oleh bulir keringat. "She's not real. Okay ... She's not real."

Poppy menggeleng cepat. Suasana hati yang tadinya cerah berubah menjadi suram seiring suara itu kembali menggaung keras di telinga. Dia mengembuskan napas melalui mulut membuat Heath mendekapnya seerat mungkin.

"Aku di sini, Baby. Aku di sini," bisik Heath sambil mencium pelipis gadisnya. "She's not real. You feel me, right? Mungkin kau hanya kelelahan karena perjalanan panjang kita."

"But why do I feel her so real?" kilah Poppy merengkuh balik punggung Heath, menenggelamkan wajahnya ke ceruk leher lelaki itu. "I-i ..."

"Ssh ... I'm here. I'm here. You can bite me if you want, Baby. Lampiaskan ketakutanmu padaku," tawar Heath mengusap-usap punggung Poppy, meraba betapa cepat detak jantung gadis itu. "Apa kita pulang saja?"

"No!" seru Poppy melepas paksa rengkuhan itu. Tidak mungkin dia harus kembali ke London, sementara ekspektasinya sudah dipenuhi dengan kelincahannya saat berkuda nanti. Manalagi, pengalaman baru ini bakal jadi bagian dari konten Instagramnya. Tidak! Tidak! Meski diserang kenangan sialan itu sampai seribu kali pun, Poppy tidak akan mundur. "I ... I'll be fine, just ... don't ... aku ... aku ..."

"Kau ketakutan dan itu membuatku cemas setengah mati, oke." Heath merangkum wajah Poppy, menghapus jejak basah yang menghiasi pipi tirusnya. Walau bibir berpulas lipstik pink nude itu mampu menolak tegas, tetap saja terpancar keraguan besar di matanya. "Aku mengkhawatirkan-argh!" Kontan dia memekik kaget kala Poppy menggigit pundaknya tanpa aba-aba.

"Kau bilang aku perlu menggigitmu bukan?"

Heath meringis, melenggut membenarkan ucapan Poppy tapi setidaknya harus ada isyarat bukan? Apalagi geligi Poppy seperti menancap kuat di kulit Heath.

Damn ... fucking hurt!

Gadis itu menoleh ke belakang, memastikan Rob benar-benar tidak mengawasi pergerakannya. Kemudian dia menangkup rahang Heath dan mendaratkan kecupan singkat di bibirnya. "Thanks sudah diijinkan menggigitmu, nanti akan kulakukan lagi kalau serangan itu datang."

"What the fuck ..." gumam Heath agak menyesal dengan ucapannya sendiri.

###

"What the hell are you wearing, Little trouble!" geram Heath menyorot penampilan Poppy begitu keluar dari kamar.

"Of course, a hot summer girl," jawab Poppy memutar badan diakhiri berkacak pinggang dan mengerlingkan sebelah mata. Mengenakan celana ripped jeans yang menurut sudut pandang Heath terlalu pendek, sebab garis lengkung pantat Poppy mengintip tanpa sungkan. Ditambah bra kuning bercorak bunga juga sepatu boots cokelat berbahan kulit setiggi lutut menjadikan Poppy seperti gadis yang ingin menjajakan diri dibanding hendak latihan berkuda.

"Ganti pakaianmu, Pearson," pinta Heath seraya berkacak pinggang.

"Why? Terpesona dengan kecantikanku, Mr. Alonzo?" Poppy mengerling lagi. "Lagi pula, tidak ada orang di sini kecuali Rob."

Memang benar apa yang dikatakan Poppy, tapi hal itu bukan berarti dia bebas mengenakan sesuatu sesuka hati apalagi posisinya hanyalah tamu. Dia sudah memaklumi tabiat Poppy di apartemennya, namun tidak dengan yang satu ini.

Heath menggerutu pelan, kenapa pula Rob meninggalkannya seorang diri padahal si pemilik rumah bisa mengantar layaknya tour guide. Tadi, Rob sempat membisikinya jika ini kesempatan besar bagi Heath bisa mendekati adik Joey.

"Jangan main-main dengan Joey, Rob. Dia tahu kalau aku gay."

"Sampai kapan kau membohongi perasaanmu?" tandas Rob.

"Perasaan apa? Aku tidak-"

"Kau peduli padanya, Heath. yang kulihat bukan perhatian sebagai seorang teman, melainkan..."

"Jangan diteruskan, Rob," sela Heath. "Aku tidak mau persahabatanku hancur karena Poppy."

"Tanpa kau sadari, kau juga memberi harapan besar pada gadis itu," balas Rob menunjuk dada Heath. "Aku punya tiga putra dan itu termasuk dirimu Heath. Matamu tidak bisa membohongiku."

"Ayo!" Poppy menarik lengan Heath, membuyarkan lamunan panjangnya atas sesuatu yang mulai mengusik hati.

Jatuh cinta.

Tidak mungkin jika aku menaruh perasaa gila ini padanya. Bahkan sejak kapan?

"Wait!" Heath menahan lengan gadis itu, mengunci iris cokelat bak kayu manis yang memang... begitu memesona. Perhatian Heath turun ke lekuk bibir Poppy lalu memagutnya mesra.

"What the-"

Kalimat itu teredam oleh lumatan bibir Heath yang mendominasi mulut Poppy. Melingkarkan sebelah tangan di tengkuk Poppy, menahan gadis itu agar tak pergi sembari mencecap sisa rasa puding yang kebetulan disiapkan oleh Rob selepas jamuan makan siang. Sialnya, sekalinya mencium Poppy tidak akan pernah menjadi yang terakhir bagi Heath.

I'm fucking addicted!

Bagai pria sakau, bibir manis Poppy adalah surga yang menghapus sebagian besar lara dalam dada. Wangi tubuh juga setiap inci tubuh bagai surga yang tak mau Heath tinggalkan walau harus berdarah-darah. Dia sanggup melakukan apa pun asalkan gadis ini, berandal kecilnya ini, bertekuk lutut hanya untuknya.

Heath menempelkan keningnya ke kening Poppy, meresapi perkataan Rob kala gadis itu berbisik, "Did you just kiss me?"

Sudut bibir Heath naik disambung kekehan pelan. "No. I just wanna taste my pudding."

Dia bergerak mundur, lantas menanggalkan kaus putih menyisakan pahatan dada juga tato-tato yang memanjakan mata wanita. Tanpa diperintah pun, bola mata Poppy langsung menelusuri riak-riak otot Heath juga V shape di pinggulnyyang sangat ingin dibelai. Jangan lupakan, bulu-bulu halus di bawah pusar Heath yang baru disadari Poppy tampak seksi.

Ya Tuhan ... kenapa ada manusia sesempurna dia?

Segelintir pikiran kotor langsung menggerayangi benak Poppy menciptakan gelenyar panas di tulang belakangnya. Dia mengibaskan tangan, menyembunyikan debaran dada yng bertalu-talu tak tahu malu. Seharusnya jangan saat-saat seperti ini, jantungnya bereaksi tak normal di depan Heath.

Dengan lembut, Heath memasangkan kausnya ke badan Poppy sembari berkata, "Aku tidak mau ada orang lain mengabadikan lekuk tubuhmu. That's mine, Pearson." Dia merapikan kaus yang tampak terlalu besar sampai menutupi celana Poppy yang ingin dipamerkan ke semua orang. "I don't like sharing, remember?"

Damn ...

Kini dewi batin Poppy sepertinya telah mengibarkan bendera putih tak mampu menghalau kepedulian Heath yang sialan manis. Bolak-balik dia merutuk dalam hati, berusaha menyadarkan diri bahwa hubungan mereka sebatas saling memuaskan di atas ranjang. Lagi pula, dia sendirilah yang mengikrarkan agar tidak jatuh cinta.

Apa ini yang namanya sweet karma, Tuhan?

Di satu sisi, dia tidak mengerti kenapa suasana di antara dirinya dan lelaki di depannya mudah berubah seperti cuaca yang tak pernah ditebak. Sebentar-sebentar kaku. Lalu manis. Lalu kembali kaku. Kemudian manis. Seperti sekarang.

"I know you, Babe. Just stop lying."

"Lying? About what? You know me that I hate him.'

"Hate him? More like wanna fuck him?"

"Fuck ..." geram Poppy mengepalkan tangan seiring pipinya yang merona akibat ucapan Alexia yang mengoloknya menggema di gendang telinga.

"Watch your mouth, Pearson," tegur Heath memecah lamunan Poppy. "Come on." Digenggam tangan gadisnya keluar rumah menuju kandang kuda.

"Heath?"

"Ya, ada-argh, fuck!" lelaki itu menjerit manakala Popp menggigit tangannya gemas.

"Watch your mouth, Alonzo." Poppy menjulurkan lidah lalu berlari sekencang mungkin ketika Heath mengejarnya.

***

Baca bab-bab terkunci hanya di Karyakarsa ya~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro