6. Strawberry Swing

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Everybody was for fighting. Wouldn't want to waste a thing." - Coldplay

Akhir pekan berlalu dengan cepat. Rasanya baru sebentar aku beristirahat dan sekarang sudah berkutat lagi di depan laptop. Aku sedang mempelajari dokumen-dokumen yang mencatat proyek-proyek di divisi Information System.

"Caramel machiato, less sugar, less ice. Silakan."

Sebuah gelas kopi diletakkan di hadapanku. Saat mendongak, aku melihat bola mata gelap yang bersinar. Varen tampil lebih rapi dari hari-hari sebelumnya. Dia memakai jas berwarna biru gelap yang dipadu dengan celana chino berwarna senada.

"Terima kasih. Meeting sama investor atau calon client?" tanyaku ingin tahu.

Perusahaan kami bergerak di produksi pakaian siap pakai dengan jumlah busana mencapai 10.000 lebih per hari. Ada beberapa jenis busana yang kami produksi seperti busana umum, khusus untuk butik bahkan seragam. Kami juga bekerja sama dengan brand-brand terkenal. Varen memegang beberapa client besar yang mengusung brand terkenal.

"Keduanya salah. Aku mau ketemu sama client buat ngomongin perpanjangan kontrak."

Ini menarik sekali. Aku belum pernah ikut dalam rapat dengan client. Kuperiksa jadwal dan melihat jam yang disebutkan oleh Varen, lalu mengatakan padanya kalau ingin ikut. Untungnya laki-laki itu tidak keberatan dengan permintaanku.

Rapat akan dilakukan di lantai dasar. Sebelum rapat dimulai, aku pergi ke toilet. Malangnya, aku bertemu dengan Ami di toilet tersebut. Sebenarnya aku malas sekali bertemu dengan perempuan kaku ini. Namun, tentu saja senyum terpampang di wajahku. Senyum bisnis, kata Sena saat melihatku mencontohkan senyum untuk para C-Levels yang meremehkan.

"Ah, Zana. Ada meeting sama siapa?" tanya Ami dengan senyum yang tidak sampai ke mata. Aku terpaksa menjawab pertanyaannya demi kesopanan.

"Kamu akan bertemu client dengan pakaian itu?" Ami melihatku dengan raut wajah kaget.

Aku memang mengenakan flare dress yang dilengkapi dengan blazer panjang. Menurutku tidak ada yang salah dengan pakaian ini. Melihat tatapanku yang bertanya apa yang salah dengan pakaian ini, Ami tertawa kecil.

"Kamu memang cocok memakai flat shoes Hush Puppies." Ami menepuk bahuku ringan, lalu keluar lebih dulu dari toilet.

Rasanya kemarahan mulai menggelegak dari dalam diri. Aku kesal sekali karena belum sempat membalas ucapan Ami. Boleh jadi dia memakai heels Jimmy Cho, lalu kenapa? Aku merasa nyaman dengan flat shoes. Lagipula kami kan perusahaan pakaian jadi, kenapa fokus ke sepatu?

Saat aku melangkah masuk ke dalam ruang rapat, Varen sempat melihat dengan tajam. Namun, dia tidak mengucapkan apa-apa karena client kami sudah datang. Untunglah fokusku tidak berkurang selama rapat berlangsung.

Sepanjang rapat, antusiasmeku meningkat. Client kami ini sangat puas dengan pelayanan yang diberikan oleh PT Tranggana Lotus Rayon dan ingin melanjutkan kontrak. Selain itu, mereka juga berencana memperbesar kontrak untuk busana butik. Tentu saja hal ini membuatku bersemangat.

"Apa yang terjadi tadi? Maksudku di toilet. Muka kamu aneh pas masuk tadi." tanya Varen setelah rapat selesai.

"Duh, Ren! Jangan bikin mood-ku turun, dong. Ini lagi senang," sungutku sebal.

Varen tertawa dan aku baru sadar kalau nada suaranya terdengar menyenangkan. Aku bercerita tentang apa yang terjadi di toilet. Belum sempat Varen menanggapi ceritaku, sebuah pesan masuk. Aku langsung meminta izin untuk menelpon karena ini adalah pesan dari Bunda. Varen mengangguk maklum, lalu keluar dari ruang rapat terlebih dulu.

"Halo, Bunda. Benar beritanya?" tanyaku langsung setelah Bunda mengangkat telepon.

"Benar, Sayang." Suara lembut Bunda terdengar lega.

Bukan hanya Bunda, aku pun merasa lega. Hasil biopsi Ayah sudah keluar dengan hasil yang cukup menggembirakan. Pembengkakan kelanjar betah bening Ayah bukanlah kanker. Penyebab utama pembengkakan tersebut adalah sistem kekebalan tubuh yang menurun.

"Sepertinya kami akan beristirahat sebentar di sini sambil melihat kondisi Ayah, lalu kami akan berlibur supaya semakin membaik."

Aku paham sekali maksud Bunda. Pengobatan untuk sistem kekebalan tubuh harus dilakukan dan Ayah tidak boleh memikirkan hal-hal yang rumit terlebih dulu.

"Kamu di sana gimana, Na? Lancar, kan, kerjaan kamu?"

Sebenarnya aku tergoda sekali untuk bercerita tentang para C-Levels yang menyebalkan itu, tetapi aku tidak mau membuat Bunda dan Ayah khawatir. Jadi kuceritakan saja apa yang sedang kulakukan. Selama mengobrol dengan Bunda, tiba-tiba aku merasa rindu sekali.

"Bun, Sabtu nanti aku ke sana, ya? Kangen."

Bunda tertawa mendengar ucapanku, tetapi tetap senang saat mendengar rencana kunjungan itu. Sepuluh menit kemudian, kumatikan sambungan telepon dan berjalan keluar dari ruang rapat.

"Sudah, Na?" Sebuah suara berat terdengar dan aku berjengit kaget, tidak menyangka kalau Varen masih ada di sana.

"Kamu ngagetin saja. Ngapain masih di sini?" tanyaku sambil mengelus dada.

"Nungguin kamu, lah. Coba lanjutin cerita yang tadi. Apa yang terjadi?" Varen menyejajarkan langkah saat kami menuju lift.

Kuceritakan secara singkat tentang kejadian di toilet. Wajah Varen terlihat muram saat mendengar ceritaku. Mungkin dia tidak menyangka kalau Ami bisa bersikap seperti itu. Sebuah pesan WhatsApp masuk ke dalam ponselku. Dahiku mengernyit saat melihat pesan itu.

"Lihat sendiri," kataku sambil menyerahkan ponselku.

08xx-xxxx-xxxx: Halo, Zana. Pernah terpikir melihat kuda nil memakai sepatu? Coba mengaca. Itu persis kau!

Mataku pasti berkaca-kaca karena kaget sampai Varen langsung berdiri di depanku saat kami memasuki lift. Sikap sederhananya sungguh membuatku terharu. Varen berusaha membantu karena tidak mau karyawan lain melihatku kacau.

"Kamu mau pulang?" tawar Varen ketika kami sudah di dalam ruangan.

Tawaran itu sungguh menggoda, tetapi aku rasa sangat tidak baik mencampuradukkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Jadi kutolak tawaran itu dan memilih bekerja dengan harapan kesibukan bisa membuatku lupa.

Sisa hari itu Varen bersikap baik sekali. Memang dia biasanya juga sabar dan baik dalam menghadapi pertanyaanku. Namun, hari ini sikap baiknya terasa sekali. Menjelang sore, dia berdiri dan bersiap-siap. Ini sebuah kejutan!

"Tumben, pulang on time. Ada janji?" tanyaku.

"Aku antar kamu pulang. Sopir kamu izin, kan, sore ini?"

Aku baru ingat kalau sopirku izin untuk pulang cepat karena anaknya sakit.

"Oh, nggak perlu repot-repot, Ren. Sena akan jemput aku." Satu jam lalu Sena memberitahu kalau dia sudah selesai latihan dan saat tahu supirku izin, dia langsung menawarkan diri untuk menjemput.

"Ok. Kalau gitu, aku temani sampai lobi sampai temanmu datang." Varen tersenyum.

Selama menunggu Sena datang, aku mengorol dengan Varen di kafe yang ada di lobi. Sepertinya Varen berusaha mengalihkan pikiranku dari pesan tadi siang. Dia menceritakan banyak hal tentang kekonyolan yang terjadi di dalam keluarganya.

"Hai, Na." Sena tiba-tiba saja sudah ada di samping dan mengelus puncak kepalaku.

"Oh, Hai, Sen!"

Aku mengenalkan mereka berdua. Setelah itu, aku pamit pada Varen. Sena menggandeng tanganku dengan santai seperti yang biasa dia lakukan kalau kami jalan bersama. Katanya supaya aku tidak hilang.

Sebelum masuk ke dalam lift menuju basemen tempat mobil Sena terparkir, aku sempat menoleh dan melihat Varen melihat kami dengan raut wajah yang sedikit muram. Sekelebat pertanyaan bermunculan dalam benakku.

***
Aku itu selalu melting sama perlakuan manis Varen. 😆

Menurut kalian kenapa Varen muram?

Oh ya, Jumat nanti mau update subuh, pagi, siang atau sore? 😁😁

Love,
Ayas

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro