7. Broken Glass

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Morning comes every time. Lasting until the night. And lately it's been hard to see. Reasons to get on my feet." - Nerdee

Sopir yang ditugaskan Ayah untuk membantuku, masih izin tidak masuk. Jadi aku membawa mobil sendiri, padahal itu adalah yang paling aku hindari sampai sekarang. Mengendarai mobil sendiri di tengah kemacetan ibukota adalah ide paling buruk bagi betis manusia. Aku datang pagi untuk menghindari kemacetan dan sekarang merasa mengantuk karena tidak ada teman mengobrol.

Iseng-iseng aku melihat Instagram, memberi komen pada postingan para sepupuku, lalu membuat janji makan siang di minggu ini. Aku juga memberitahu Vita kalau mau menjenguk Ayah dan Bunda di akhir pekan. Kalau dia mau ikut, aku harus memesan tiket pesawat.

Keluarga besar Tranggana memiliki jet pribadi, tetapi penggunaan utamanya untuk kepentingan pekerjaan. Saat ini salah satu om dan pakdeku sedang menggunakannya untuk perjalanan bisnis TrangTex, Tranggana Textile yang merupakan induk dari bisnis keluarga besar Tranggana. Sebenarnya keluarga kami bisa menyewa jet pribadi, tetapi menurutku kalau hanya satu dua orang itu sangat boros. Pesan dari Vita masuk tidak lama kemudian.

Savita: Sewa pesawat ya, Sis? Malas bangun pagi-pagi.

Zana: Sewa pakai gajimu, mau?

Aku terkikik membayangkan Vita mengomel di ujung sana. Baru saja aku mau memesan tiket, terdengar denting pesan masuk ke dalam grup WhatsApp keluarga besar. Vita memberitahu rencana untuk menjenguk Ayah dan Bunda. Tentu saja, saudara-saudara Ayah yang sedang tidak ada acara lain jadi mau ikut.

Savita: Tuh, yang ikut lebih dari enam orang. Sewain pesawat ya, Sis?

Damn! Adikku ini otaknya memang terbukti luar biasa. Dia memang terbiasa memanggilku 'Sis' saat bertingkah semaunya. Mau tidak mau, aku menyewa pesawat supaya semua bisa pergi bersama-sama. Setelah selesai memesan, aku melirik jam dinding yang ada di dalam ruangan ini. Masih ada satu jam lebih sebelum jam masuk kantor resmi.

Setelah menimbang-nimbang apalagi yang bisa dilakukan untuk menghabiskan waktu, kuputuskan untuk menyeduh kopi di pantri. Varen pernah menunjukkan padaku cara membuat kopi di coffee maker Dolce Gusto Genio yang diletakkan di sana. Sepertinya hampir semua orang marketing di kantor ini pecinta kafein karena mereka meminta hadiah mesin itu dan stok kapsul kopi selama setahun saat mencapai target tahunan.

Baru saja aku akan membuka pintu pantri, saat mendengar ada dua orang mengobrol di dalam sana. Sekilas aku mendengar tentang namaku disebut. Ternyata ada juga yang memperhatikan raut wajahku kemarin. Kemudian aku mendengar hal yang mengagetkan lagi. Salah satu dari mereka bicara tentang kutukan. Aku tidak tahan lagi dengan rasa ingin tahu yang menggelegak.

"Bisa ceritain tentang kutukan itu?" tanyaku begitu masuk ke dalam ruangan di mana dua orang office boy duduk.

Dua orang itu langsung melompat kaget saat melihat wajahku. Mereka terlihat rikuh dan salah tingkah, mungkin karena takut ketahuan membicarakanku. Aku membaca name tag di bagian kanan seragam mereka.

"Mehmud ... dan Onie. Silakan duduk. Nggak perlu kaget begitu. Saya nggak gigit." Aku berjalan dengan santai, memasukkan satu kapsul latte macchiato ke dalam mesin kopi, lalu duduk.

Awalnya mereka berdua bersikeras tidak mau duduk, setelah kupaksa mereka terpaksa duduk juga. Mehmud dan Onie saling melirik saat aku menanyakan hal yang sama untuk kedua kalinya.

"Begini, Bu, kemarin saya lihat wajah Ibu pucat saat masuk lift. Saya takut ... eh, ini benar nggak apa-apa, Bu?" tanya Mehmud masih dengan sikap salah tingkahnya.

"Nggak apa-apa. Saya harus tahu apa yang terjadi di sini sampai ke dalam-dalamnya. Tenang saja, saya nggak akan mengusik mereka yang nggak bersalah."

Mehmud menghela napas, sekali lagi melirik pada Onie yang mengangguk pasrah.

"Saya ... kami takut kalau Ibu mengalami hal yang sama seperti karyawan lain. Ada beberapa yang terlihat pucat, tidak lama kemudian sakit, lalu ada gosip-gosip miring," jawab Mehmud seraya menundukkan kepala.

"Maksud kamu di sini ada perundungan?" tanyaku langsung.

"Di sini parah gosip-gosipnya, Bu. Tapi nanti jangan bilang Ibu tahu dari kami, ya." Kali ini Onie yang bicara. Dia bicara cepat-cepat sambil melirik ke arah pintu seolah takut ketahuan.

Sejak SMS pertama kuterima, ada yang aneh memang. Seolah-olah si pengirim ada di sekitarku. Itu berarti pelakunya kemungkinan besar orang dalam. Orang macam apa yang begitu pengecut sampai mengambil jalan menyebarkan gosip atau mengancam melalui surat kaleng?

"Lalu apa maksudnya kutukan?" tanyaku ingin tahu.

"I-tu ... sebenarnya kami berdua sadar ada beberapa hal yang mirip. Seperti biasanya gosip itu keluar setelah orang tersebut mendapat promosi, terus setelah gosip keluar orang itu resign. Kebanyakan dari mereka menerima pesan di siang hari, kembali ke kantor dengan wajah pucat, lalu izin pulang lebih cepat."

"Kalian kira saya mendapat ancaman atau gosip?" selidikku.

"Eh?" Wajah Mehmud yang kaget membuatku yakin kalau ada gosip yang beredar saat ini.

"Gosip apa tentang saya?" kejarku ingin tahu.

"Ibu yakin mau tahu? Itu ... gosip yang jahat, Bu." Mehmud jelas keberatan memberitahu gosip tentangku. Hal ini yang malah membuatku penasaran.

"Beritahu saya, Mehmud. Kamu tahu saya pewaris perusahaan ini. Nggak ada yang boleh main-main sama saya." Tidak bisa tidak, di saat seperti ini, pengaruh harus dikeluarkan.

"Ba-baiklah. Ada yang bilang kalau Ibu sengaja membuat Pak Endra sakit supaya bisa menguasai perusahaan. Ada yang bilang kalau Ibu akan membawa perusahaan ini langsung menuju kebangkrutan. Bahkan ada yang mengejek bentuk tubuh Ibu." Mehmud langsung membuang muka, terlihat muak sendiri.

"Kalian termasuk yang menggosipkan saya?"

"Bu-Bukan, Bu. Justru kami merasa keterlaluan. Sikap Ibu pada semua karyawan selalu baik dan ramah. Persis seperti Pak Endra. Selain itu, saya mendengar Pak Varen dan Pak Danar memuji kinerja Ibu. Kami hanya khawatir kalau Ibu sakit hati kalau mendengar hal ini. Ditambah lagi Pak Endra juga sedang sakit. Maafkan kami, Bu."

Aku menimbang-nimbang informasi yang masuk sekaligus menilai kedua office boy yang duduk dengan raut wajah memerah karena salah tingkah. Mereka berdua pasti khawatir sekali dengan masa depan pekerjaan mereka di sini.

"Jangan khawatir. Nggak ada yang akan memecat kalian. Namun, saya mau minta tolong. Kalau kalian menghormati saya, ah nggak, kalau kalian menghormati Ayah saya, tolong tetap bersikap seperti biasa. Beritahu saya kalau kalian ada informasi siapa yang menyebarkan gosip-gosip jahat itu. Bukan hanya gosip yang ditujukan pada saya, tetapi juga pada semua karyawan. Apa kalian bisa diandalkan?"

Memberi kepercayaan pada orang lain sungguh berat. Bukan tidak mungkin kedua orang di hadapanku ini adalah orang yang turut menyebarkan gosip. Pepatah mengatakan, ada di dekat musuh lebih baik daripada jauh dari mereka. Itu sebabnya kuputuskan untuk membuat dua orang ini ada di pihakku. Lagipula, tidak akan ada yang menyangka kalau dua orang office boy bisa menjadi mata-mata di tempat kerja. Orang-orang masih kerap meremehkan mereka yang dinilai memiliki jabatan rendah.

Mehmud dan Onie mengangguk. Mereka masih terlihat sungkan saat aku berdiri dan mengambil gelas kopi dari mesin. Keduanya ikut berdiri dan memandangku takut-takut.

"Jangan ceritakan pada siapa-siapa kalau saya bertanya tentang hal ini. Laporkan segera jika kalian mendapat petunjuk sekecil apa pun. Hanya pada saya, bukan orang lain. Kalian nggakperlu takut saya sakit hati. Akan saya tunjukkan kalau mereka salah memilih musuh."

Kuucapkan selamat pagi, lalu keluar dari pantri. Sial! Informasi tadi membuatku mual. PT Tranggana Lotus Rayon yang memiliki nama megah ternyata di dalamnya menyimpan kebusukan. Aku harus segera mencari sumbernya dan memotong kebusukan itu.

***

Maafkan yaaaa aku terlambat upload. Tadi pagi tidur lagi jadi kesiangan. 😘😘

Eniwei, mungkin kalian penasaran sama Vita, adeknya Zana yang super ceplas ceplos. Yuk, main ke wattpad Savita Thessania Tranggana yang ditulis Kak evenatka. ❤️❤️

Baiklah... Sampai jumpa hari minggu ya, Yeorobun. 😘😘

Love,
Ayas

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro