Daddy, Daddy, Do. / txt.log

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

=========

Liberte - Task 07

=========



[Silas]

Silas terdiam memandang sesosok pria baya yang kini berdiri tegap di hadapan. Namun, dari sikapnya yang dingin, juga para penjaga lengkap senapan yang ada di sekitarnya, membuat Silas yakin, hidup mereka tidak akan lebih mudah.

"Kau benar, Nona. Kita memang belum bebas," bisik Silas. "Lalu, apa yang akan kita lakukan? Bernegosiasi?"

Silas melirik ke arah Deo. "Apa ini tugasmu, Tuan Wartawan?" bisiknya lagi. "Saya tidak biasa bicara dengan orang lain."

Cih! Silas membenci kelemahannya yang sering berbelit saat bicara. Itu mungkin akan memperburuk kondisi mereka saat ini.


[Deo]

Mengikuti perkataan Silas, Deo segera maju ke depan Kanselir. Tangan kanannya diletakkan ke dada kiri dan ia sedikit membungkuk.

"Salam hormat dari Saya, Yang Mulia Kanselir. Apakah Kanselir berkenan mendengarkan laporan penting dari saya terkait kejadian hari ini?"

Kanselir tidak akan membunuh mereka, Deo yakin akan hal itu. Walaupun ia sempat terkejut saat para pengawal kanselir menodongkan senjata ke arah mereka.

"Kanselir bisa mempercayai saya, saya tidak akan mengkhianati Anda," ujar Deo sekali lagi dengan nada yang tegas dan meyakinkan.


[Sara]

Melihat sosok Kanselir di ambang pintu, beserta armada bersenjata di belakangnya, senyum Sara terkembang. Ia berdiri paling belakang dan Deo sudah dengan heroiknya memasang badan untuk meyakinkan pria tua di hadapan mereka.

Sara memilih diam sebelum ditanya, melihat Kanselir memandang mereka bertiga dengan tatapan kosong.


[Kanselir Cohen]

"Ah, maaf atas kesalahpahaman yang terjadi." Xander mengangkat tangan lalu menurunkannya. Para prajurit yang bersamanya langsung menurunkan senjata. "Saya tidak bermaksud menakuti kalian, para ilmuwan yang budiman dan reporter kepercayaan Liberte."

Tatapannya bergulir dari Silas, Sarah lalu berhenti di Deo. Ada senyum tipis di wajahnya yang mulai keriput.

"Kalian adalah tamu kehormatan di laboratorium ini, diundang untuk mencari solusi dan memperbaiki sistem penunjang hidup. Tentu saja harus diperlakukan dengan baik."

Xander berjalan melewati ketiga orang yang memandangnya lalu menganggukkan kepala. Seketika keenam prajurit yang mengikutinya terbagi tiga kelompok. Dua berjalan di depan Kanselir, dua di antara dirinya dan para undangan dan sisanya menutup barisan dengan berjalan di belakang Silas, Deo dan Sara, tidak memberikan ruang bagi mereka untuk melawan.

"Saya ingin bercakap-cakap dengan kalian, jika kalian, tentu saja, tidak keberatan."

Barisan paling depan mulai berjalan, disusul oleh sang kanselir. Para tamu tidak memiliki pilihan selain mengikuti.


[Silas]

Deo menoleh ke arah Silas dan Sara. Yah, mereka tidak memiliki pilihan apapun lagi, bukan?

Lelaki itu mengangguk pada dua saintis yang kini sedang memandanginya. "Percaya saja pada Yang Mulia. Bukankah dia juga yang memberi kita kehidupan di sini selama beberapa generasi?"

Sebelum mulai berjalan, Deo memberikan seulas senyum. "Bahasa kebenaran itu sederhana," ujarnya sambil berbalik dan akhirnya, berjalan menyusul Kanselir.


[Sara]

Sara menaikkan kedua alis. Aneh, pikirnya perlahan. Pak Wartawan Deo ini jurnalis, bukan? Apa selama ini dia tidak tahu soal orang-orang yang dibunuh oleh aparat pemerintah? Atau semua itu dilakukan oleh armada 'oknum' dan Kanselir dianggap tidak berdosa?

"Oh? Jadi kita harus segera percaya pada orang yang sudah mengurung kita, menodongkan senjata pada kami yang tidak bisa melawan, juga memeras otak kita untuk mencari jawaban atas jatuhnya penopang hidup Liberte?" Sara bertanya dengan nada datar.


[Deo]

"Itu hanya kesalahpahaman, Nona," jawab Deo.


[Silas]

Silas menahan senyum mendengar pernyataan Sara yang terasa sangat berani itu. Seandainya Silas sendirian, mungkin dirinya akan mengomel panjang lebar soal sabotase di laboratorium. Namun, dirinya memikirkan nasib Sara jika dirinya melakukan sesuatu yang gegabah.

"Bagaimana kalau kita dengarkan dulu apa mau mereka? Karena saya pun punya banyak pertanyaan untuk mereka. Bukankah ada pendapat kuno yang mengatakan, seseorang dinilai tidak bersalah sampai terbukti bersalah?"


[Kanselir Cohen]

Senyum Xander melebar ketika mendengar percakapan yang terjadi di belakangnya, termasuk pertanyaan tajam Sara.

"Nona muda yang bersemangat sekali," ucapnya dengan senyum yang tak terdefinisi, terlihat senang tapi juga menyimpan sesuatu.

"Saya juga ingin bercakap-cakap dengan kalian." Xander berhenti di depan sebuah pintu. Salah satu pengawalnya membuka pintu tersebut, menampilkan sebuah ruangan pertemuan sederhana.

"Saya ingin sekali menjamu kalian dengan lebih baik tapi kondisi sedang tidak memungkinkan." Xander melangkah masuk sambil duduk di kepala meja sebelum mengulurkan tangan. "Silakan duduk dan kalian bisa bertanya apa pun."

Dua pengawalnya ikut masuk dan berjaga di pintu sementara yang lain menunggu di luar.


[Sara]

Wah, kalem sekali. Sara menuai senyum sinis. Tapi dibandingkan ingin menonjok wajah pria tua itu, ia ingin menjegal kaki Deo hingga dia terjerembap ke arah meja.

Salah paham katanya? Atau, ah, dia mungkin terlalu bocah untuk mengetahui sudah berapa banyak darah di tangan Kanselir dari tubuh-tubuh yang sudah tidak bisa angkat bicara.

"Baik, Pak Kanselir yang Tidak Budiman," ia menyambut permintaan Kanselir. Ia mengambil duduk tepat di sampingnya. Dua kakinya naik ke atas meja. "Saya akan menyimpan pertanyaan saya, biarkan Silas atau Pak Wartawan Deo yang bertanya duluan."


[Deo]

"Daripada bertanya," Deo berdeham sebentar, "saya hanya ingin melaporkan bahwa mungkin ada dugaan teroris yang menyabotase sistem kita. Kondisi sistem kita bisa diperbaiki beberapa saat yang lalu, sebelum akhirnya rusak kembali. Ini adalah kondisi yang mengherankan."

Lelaki itu juga merogoh ponsel di saku dalam jasnya, jari telunjuknya menggulir layar sentuh ponsel pintar berwarna hitam tersebut.

"Sebelumnya, di aula pertemuan bersama kepala laboratorium, saya menemukan kertas ini di tumpukan berkas-berkas yang harus saya kerjakan."

Deo menyodorkan ponselnya ke arah Kanselir, foto kertas yang tadi tertulis pesan misterius muncul di layarnya.

"Saya duga, seharusnya Menteri Pertahanan telah mengetahui hal ini, bukan begitu, Yang Mulia?"


[Silas]

Silas nyaris tertawa terbahak mendengar perkataan Sara khususnya bagian Tak Budiman tadi. Sungguh menggemaskan. Cantik, tapi beracun. Pria itu semakin yakin, hatinya tidak salah memilih.

"Saya pribadi hanya ingin menanyakan mengapa ada orang yang bisa masuk dan menyabotase sistem penunjang Liberté?"

Tatapan Silas berubah dingin. "Padahal saya sudah memperbaikinya. Tidak sampai dua belas jam, alat itu menjadi rusak lebih parah. Dan saya yakin kalau itu bukan kesalahan saya. Saya cukup ahli mengatur sirkulasi udara di laboratorium jamur saya."

Silas mengeluarkan agendanya. "Nah, kalau memang selalu disabotase, mau bagaimanapun kami perbaiki bukankah hasilnya sia-sia? Lalu menurut Bapak, kami harus bagaimana?"


[Kanselir Cohen]

Ujung bibir kanselir berkedut ketika melihat ketidaksukaan Sara yang jelas tapi respon Silas lah yang menarik perhatiannya. Xander meletakkan jari telunjuk di pipi sementara keempat jari lainnya menopang dagu, tandanya sedang berpikir langkah berikutnya.

Ada hubungan yang bisa dimanfaatkan. Pertanyaannya, kapan waktu yang tepat untuk menggunakannya?

Dia hanya sekilas melihat ponsel Deo seakan sudah tahu apa yang akan dilaporkan.

"Benar, ada pihak yang tidak ingin Liberte makmur," ucap Xander sambil menutup mata menyesal. "Dan dengan berat hati saya harus mengakui, adalah kesalahan saya tidak mampu menyelesaikan masalah ini sebelum mereka bertindak terlalu berani."

Pria itu terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "Karena itu saya sebagai pemimpin dari koloni ini secara pribadi datang untuk meminta bantuan kalian dan bersama-sama mengatasi masalah ini. Para teroris itu harus dihentikan sebelum Liberte hancur, namun sungguh saya kecewa ketika kalian memutuskan untuk meninggalkan koloni yang sudah menjaga dan menjamin hidup kalian selama ini."

Xander menggelengkan kepala sedih.


[Sara]

Sara bersandar lebih dalam pada kursi, kakinya menyilang.

"Jadi, setelah anda mengurung kami, anda meminta kami mencari dan menghentikan para teroris?" Sara menunjuk dua orang yang berjaga di pintu. "Pasukan keamanan anda sepertinya kurang becus kalau anda meminta demikian, Pak Kanselir."

Kanselir sama sekali tidak melihat terlalu lama ponsel si Pak Wartawan, apa selama ini yang Pak Wartawan "sibuk" unggah ke entah suatu tempat langsung jatuh ke tangan Kanselir?

Ah, pura-pura bodoh saja, siapa tahu mereka dapat minuman dan makanan, ia lapar.


[Silas]

Silas mengangguk menyetujui perkataan Sara.

"Sejujurnya, kami ... " Silas melirik ke arah Deo dan nyaris berkata 'cih' sebelum melanjutkan kalimatnya, "maksudnya, Saya dan Nona Sara hanyalah seolah saintis. Yang ada di kepala kami hanyalah riset. Bagaimana mungkin kami mengurus soal keamanan?"

Lagipula, sekarang kepalaku penuh sekali dengan kemungkinan-kemungkinan. Bisa jadi, Kanselir ini hanya pura-pura tidak tahu soal siapa teroris itu. Bisa jadi dia malah menuduh kami teroris, makanya kami digiring ke sini.

Silas berdecak pelan.

Parahnya, rubikku rusak sia-sia!

Silas merogoh saku jubah putihnya dan merasakan serpihan rubiknya di sana. Memutar-mutar hingga terdengar suara gerisik.

Aku butuh sesuatu untuk fokus.... seandainya ini ...

"Bisa disatukan kembali," ucap Silas tanpa sadar.


[Deo]

Deo berdeham sekali lagi.

"Maafkan ucapan Nona Sara yang kurang sopan, Yang Mulia. Namun, apa yang dikeluhkan Nona Sara dan Tuan Silas benar adanya. Tugas mereka adalah membawa mesin penunjang hidup Liberté kembali normal, tapi sangat tidak normal untuk memperkerjakan hanya tiga orang saintis di laboratorium utama dengan penjagaan yang kurang mumpuni." Lelaki itu menoleh bergantian ke Deo dan Silas.

"Maafkan jika saya terlalu meminta, tetapi sesuai dengan laporan saya, keadaan sekarang sangat tidak normal. Mungkin para saintis bisa mempertimbangkan untuk kembali ke laboratorium jika penjagaan ditingkatkan? Mesin penunjang kehidupan Liberté masih bisa diperbaiki, Yang Mulia."


[Kanselir Cohen]

Senyum Xander melebar.

"Jika keamanan adalah perhatian kalian, saya berani jamin laboratorium ini adalah tempat aman dan kalian bisa sepenuh hati mencurahkan fokus kalian untuk memperbaiki sistem penunjang hidup. Kalian sudah merasakannya saat mencoba kabur dari sini bukan?"

Dia menghela napas. "Tapi sepertinya kalian justru ingin segera melarikan diri, mungkin salah satu dari kalian justru merasa lebih aman di luar sana?"

Xander menatap satu per satu secara bergiliran, mengamati respon mereka.

"Begitu pula Deo, benar bukan itu namamu? Tugasmu hanyalah melaporkan kejadian ini untuk menenangkan rakyat, tapi lihat apa yang terjadi?"


[Deo]

Meski sempat terhenyak, Deo segera mengontrol air mukanya. Ini bukan pertama kali dia berbicara secara langsung dengan Kanselir, jadi dia paham jika kuncinya hanya satu: ia harus tenang dan logis.

"Keadaannya 50:50, Yang Mulia. Para teroris yang menyabotase sistem kemungkinan besar adalah internal laboratorium atau internal pemerintahan sendiri. Mereka mengetahui berbagai struktur laboratorium dan tentu saja, mereka memahami mesin. Sementara itu, ketika keributan terjadi, para penjaga langsung diarahkan untuk membendung kerumunan di luar. Tidak ada yang bisa menjamin apa yang akan terjadi jika kami tetap di dalam laboratorium."

Sesuatu dalam diri Deo mulai berdegup agak keras dan cepat. Entah kenapa rasanya ... membahayakan. Namun, Deo harus tetap tenang.

"Untuk tugas saya, liputan itu dibuat sebelum keributan terjadi dan saat mesin-mesin sudah di ambang batas. Saya sudah mengontak redaksi untuk tidak menerbitkannya, tapi tidak tersambung. Bahkan kontak saya dengan Anda, Yang Mulia, juga mengalami kendala yang sama. Bagaimana pun juga, saya bersedia meminta maaf atas kelalaian saya."


[Silas]

Cih! Silas merasakan kekesalan memuncal. Tangannya yang berputar-putar di dalam kantung dan kembali menimbulkan bunyi plastik yang beradu.

"Menurut Bapak, saat Bapak sudah berjuang keras untuk memperbaiki sistem di tempat yang diklaim memiliki keamanan terkuat, tapi ternyata pekerjaan Bapak sia-sia. Lalu ternyata ada kerusuhan di luar. Apa yang akan Bapak pikirkan? Apa yang akan Bapak lakukan, hah?!"


[Deo]

"Tuan Silas, mohon tenang!" ujar Deo.

Tersulut emosi tidak akan menyelesaikan apapun, apalagi untuk ukuran bernegosiasi dengan Kanselir, batin Deo di dalam hatinya.


[Silas]

Silas menarik napas. "Ada yang punya teh atau rubik? Saya butuh menenangkan diri!"


[Kanselir Cohen]

Kanselir berdiri dan dengan tenang berjalan menuju mesin penghangat air yang ada di ujung ruangan beserta dengan kopi dan teh untuk peserta rapat.

"Teh favorit saya adalah Darjeeling. Para ilmuwan berhasil mengultivasi tanaman dari timur jauh ini dan menyelamatkan salah satu harta dari masa lalu." Xander menyeduh teh untuknya dan Silas. "Tidak ada yang bisa didapatkan dari pembicaraan dengan emosi berlebihan. Kopi atau teh, Tuan Deo dan Nona Sara?"


[Silas]

Silas sebenarnya ingin berkata 'Teh Nona Sara pasti akan jauh lebih enak dari teh apa pun di dunia.'. Namun, tentu saja dia tidak membantah dan hanya akan berterima kasih saat menerimanya nanti.


[Sara]

Nah, sekarang udara ruangan lebih menghangat. Pak Kanselir selalu mencoba mengambil kontrol keadaan, tapi rasanya lebih menyenangkan bila ada yang berteriak pada satu sama lain.

Dan oh, akhirnya ia bisa dapat teh. Tunggu dulu.

"Sebelum teh," Sara bersedekap. "Pak Kanselir, anda sangat berfokus dan menyayangkan kami yang berusaha 'kabur'. Kami cuma tiga dari segelintir banyak orang di luar sana yang mungkin lebih berguna. Lebih berguna dari mungkin saintis utama yang anda gaji berkali-kali lipat gaji kami, atau pada aparat pemerintah yang selalu dijamin aman dan berpakaian layak."

Sara terkekeh pelan.

"Atau ... anda tidak ingin orang di luar sana tahu kalau Liberte menjadi payah begini di bawah tangan kotor anda?"


[Kanselir Cohen]

Sambil mendengar pertanyaan tajam dari Sara, Xander menghirup aroma teh dalam-dalam. Dia tampak tidak terpengaruh dengan provokasi gadis itu.

"Argumenmu memiliki kelemahan, Nona Sara." Dia meletakkan teh lalu berjalan menuju jendela. Mata coklatnya menatap rakyat Liberte yang masih menunggu kepastian dari makin menurunnya kemampuan sistem penunjang hidup di Liberte. Mata sang kanselir menyipit. Entah apa yang terpikir olehnya tapi otot rahangnya mengeras.

"Populasi Liberte menyentuh angka lima puluh ribu seperempatnya adalah orang lanjut usia dan anak-anak kecil. Mereka bergantung pada sistem penunjang hidup untuk terus menikmati surga ini. Tidak ada yang saya ingini selain terus menyediakan kehidupan yang terbaik untuk mereka yang bernaung di bawah koloni ini. Namun sepertinya Anda lebih sibuk mengemukakan emosi Anda daripada memikirkan cara untuk mempertahankan kehidupan puluhan ribu orang di tempat ini."

Xander memalingkan wajah, kembali menatap Sara. "Rakyat sudah mengetahui ada yang tidak beres dengan Liberte, tidak ada yang perlu saya sembunyikan. Permintaanku pada Deo hanyalah untuk menenangkan rakyat sampai kondisi kembali pulih. Seperti yang saya bilang, emosi yang berlebihan tidak akan membawa kebaikan."

Pria itu membawa teh Sara dan meletakkan cangkir itu di depan sang ahli Litus Kultura. "Yang saya ingin tahu, apakah justru Anda yang sedang menyembunyikan sesuatu?"


[Silas]

Silas berdecak sebelum angkat suara, "Saya rasa tujuan kita di sini sama, Pak. Bertahan hidup! Siapa saintis yang mau mati konyol dengan merusak sistem penunjang hidup? Orang-orang seperti kami lebih senang untuk meneliti hal baru dan mengembangkannya untuk kebaikan bersama."

Silas memajukan badannya sedikit. "Dan terus terang, kalau memang saya tahu siapa pelaku yang ingin menghancurkan apa yang sudah sudah payah saya perbaiki, saya tidak akan tinggal diam!"


[Kanselir Cohen]

Sang kanselir mengembangkan senyum lalu melihat ke arah Silas yang tampak sangat bersemangat membela satu-satunya wanita di tempat itu.

"Begitukah? Bagaimana jika saya bilang, orang yang ingin Liberte hancur ada di ruangan ini?"

Pria itu menatap Silas, mencari tahu perubahan emosi dari pria itu.


[Sara]

Eh? Kenapa Pak Kanselir mengulang hal yang sudah mereka ketahui? Semua juga sudah tahu sistem penunjang kehidupan mulai menurun dan di luar sana ricuh. Mungkin maksud pertanyaannya kurang jelas.

"Anda memang seorang martir. Tidak akan ada yang bisa menyanggah kalau anda sudah membawa lansia dan anak-anak," pungkasnya.

"Maksud saya, anda punya pilihan untuk berbagi dengan koloni lain dan meminimalisasi kerusakan yang ada dengan penopang sementara. Kecuali, anda memang menyembunyikan teknologi Liberte, tidak mau berbagi dan tidak mau terlihat buruk di mata koloni lain sebagai koloni sangat maju."

Senyum Sara terkembang menanggapi pertanyaan di ekor pembicaraan, juga bagaimana ia merespon ledakan Silas.

"Kita tadi fokus untuk memperbaiki sistem, tapi sistem terus kolaps. Kami memilih keluar karena tidak ada gunanya lama-lama di sana. Sekarang kami 'tertangkap' karena 'kabur', dan dibawa 'negosiasi'. Ah, lucu sekali kalau Pak Kanselir beralih fokus mencari kambing hitam. Saya boleh jadi kambing hitam bapak kalau Pak Kanselir segitu tidak fokusnya."


[Silas]

Silas tersenyum miring.

"Saya selalu percaya kalau semua orang tidak bersalah sebelum dibuktikan bersalah. Bukankah pepatah lama mengatakan bahwa memfitnah lebih kejam dari sebuah pembunuhan? Ataukah, Liberte punya aturan tersendiri untuk itu?"


[Kanselir Cohen]

"Hmm?" Kanselir mengangkat alisnya ketika mendengar argumen Sara. "Bukan Nona Sara sendiri yang menganggap dirinya disalahkan dan menjadi korban? Sebaliknya, bukankah Nona Sara yang berulang kali menyalahkan saya? Padahal yang berpikir membiarkan sistem tetap kolaps adalah kalian?" Xander menyesap tehnya, tetap tenang menghadapi dua orang muda di hadapannya.

"Nona Sara sepertinya setuju dengan paham kesetaraan bahwa teknologi Liberte seharusnya dibagi ke koloni lain. Paham yang sepertinya sempat saya dengar ...." Xander berpura-pura berpikir. "Bukankah begitu, Deo?"


[Deo]

"Saya rasa pembicaraan kita hanya berputar-putar di tempat," ujar Deo menengahi debat kusir moralitas yang menurutnya tidak berguna ini.

Mereka berpacu dengan waktu, bukankah lebih baik harus menyelamatkan golden time daripada berdebat tentang moralitas?

"Saya harus mengingatkan kalau kita sama-sama berpacu dengan waktu. Tuntutan kesetaraan itu mari kita simpan dulu sampai permasalahan utama kita selesai, yaitu, bagaimana cara menghentikan kehancuran Liberté?"

Mata Deo menyisir seluruh ruangan.

"Apa topik sebenarnya dari pembicaraan Anda, Yang Mulia?"


[Kanselir Cohen]

Xander menghela napas.

"Tuan Deo benar. Waktu kita terbatas. Awalnya saya ingin mencari tahu siapa di antara kalian yang bertanggung jawab atas menurunnya sistem penunjang hidup di Liberte. Seperti yang kita ketahui, sistem memburuk dengan cepat begitu kalian mendapat akses ke ruang pengaturan." Dia menatap satu per satu dengan seksama, mencari tahu reaksi mereka.

"Liberte bukan ingin menyimpan teknologi untuk diri sendiri tapi memang sumber daya untuk menopang kehidupan banyak orang belum sempurna. Bukankah Tuan Silas dan Nona Sara yang paling mengerti? Kalian mendapat fasilitas dari Liberte untuk melanjutkan penelitian kalian bahkan di saat penduduk koloni lain berebut makanan dan air bersih. Sumber daya yang dihasilkan Liberte belum cukup untuk disebarluaskan dan tentu saja mereka yang berkontribusi menghasilkan kemajuan mendapat kesempatan lebih untuk menikmati hasil mereka."

Xander kembali menyesap tehnya.

"Jika memang Anda penganut paham kesetaraan, bisakah Anda membagikan kemudahan yang Anda terima ke penjahat dan perampok yang dengan serakah mengambil keuntungan pribadi dan membiarkan orang terdekat Anda meninggal? Bukan begitu, Nona Sara? Orang tua Nona mengalami nasib yang kurang beruntung saat berusaha meneliti pasir di Direland, bukan? Bahkan sampai saat ini, Anda masih sering bepergian ke luar koloni untuk meneliti. Saya hanya sedikit tertarik dengan koneksi yang Anda bangun di luar sana."

Xander meletakkan cangkir tehnya lalu mengeluarkan sebuah senjata api dari sakunya.

"Mari kita membuat segalanya lebih mudah. Ada satu pengkhianat di antara kalian, dia adalah orang yang membuat sistem makin terpuruk dan bukan tidak mungkin menyusupkan antek-antek teroris ke dalam laboratorium, awal dari gagalnya sistem penunjang hidup di Liberte. Saya memang mengundang kalian kemari untuk mencari tahu siapa tikus berani itu." Dia memandang Deo dan Silas bergantian sebelum meletakkan senjata api itu di tengah meja. "Di dalamnya ada satu peluru. Gunakan untuk menghabisi orang yang akan menghancurkan hal yang selama ratusan tahun kita usahakan sejak kesalahan nenek moyang kita terdahulu dan jadilah pahlawan. Waktunya tidak banyak jadi saya akan memberikan waktu lima belas menit sebelum membebaskan yang tersisa agar bisa terus mengabdi untuk Liberte. Semoga kalian bijaksana memutuskannya."

Xander berjalan mundur ke pintu sebelum keluar dengan menyisakan dua pengawalnya yang dengan kaku berjaga selagi pintu menutup, menyisakan lima orang di ruangan itu. [ ]

===

Credits:

Silas - Shireishou

Deo - boiwhodreams_

Daddy *ehem* Kanselir Cohen - PhiliaFate

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro