Menari dengan Maut / txt.log

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

=========

Liberte - Task 09

=========

"Ugh ...."

Salah satu pengawal yang wajahnya terkena tendangan Silas mengumpulkan kesadarannya. Matanya berkedip melihat ketiga orang yang berani melawan perintah kanselir sedang berdiri tak jauh darinya.

Demi Liberté

Pria itu menggaungkan semboyan koloni sebelum mengarahkan senjata laras panjangnya lalu menembak.

Peluru melesat ke arah Sara tapi Silas yang menyadari bahaya langsung berdiri dan pasang badan, membuat peluru itu bersarang di kaki kanannya.

Pengawal itu tersenyum sebelum memuntahkan darah lalu menutup mata.

[Deo]

Mendengar suara tembakan, Deo yang terkejut langsung berdiri dan meraih Silas. Peluru panas sudah bersarang di kaki kanan lelaki berotot itu.

"Tuan Silas!" Deo panik saat mengetahui darah mengalir dari sana.

Ia tolehkan kepalanya ke pengawal yang tadi menembak.

Sial! Di luar dugaan, pengawal tersebut ternyata masih hidup.

"Apa dia sudah tidak bergerak sekarang?" Deo bergumam.

[Sara]

Si pengawal yang baru saja 'hidup kembali' laksana boneka dengan tali putus, tersungkur setelah menembak.

Silas tak luput dari segalanya. Laras panjang itu diarahkan pada Sara, tapi meleset begitu saja. Peluru itu ditujukan pada dirinya, bukan pada dua pria yang tidak bersalah dalam membunuh rekan sejawat pengawal.

Hm, jadi apa sekarang ia berhutang budi pada Silas?

Ah, mereka semua belum lepas dari maut

"Dia sudah mati." ucap Sara mengamati lebih dekat. Ia bergumam. "... Ini akan jadi hal yang merepotkan sekali."

[Silas]

Silas merasakan nyeri menghantam kakinya. Refleks ternyata telah membuatnya melompat melindungi Sara dari peluru yang diarahkan pada perempuan itu.

Namun, senyum tipis tersungging di wajahnya. Syukurlah, Sara tidak terluka, batinnya.

Rasanya berdenyut mulai terasa menyakitkan ketika adrenalin mulai menghilang. Silas melihat ke arah kakinya dan melihat peluru belum keluar.

Cih!

"Apa ada yang punya pinset dan alkohol?" Pandangannya ke arah Sara yang membawa kotak P3k.

[Sara]

"Seharusnya ada, tapi ... hmm, apakah akan ada perdarahan hebat ketika pelurunya diambil?"

Sara duduk di sisi Silas, memeriksa luka tembak itu. Sepertinya tidak mengenai pembuluh darah yang penting. Sara tertegun.

"Ini akan sakit, tapi mau saya yang mencabutnya?"

[Silas]

Mata Silas membelalak ketika mendengar Sara menawarkan akan mencabut pelurunya. Tanpa disadari pipi Silas memerah. Rasa sakitnya sedikit teralihkan oleh debaran di dadanya.

"Saya rasa tidak. Jauh dari arteri. Hanya kita harus menghentikan pendarahannya. Apa ada yang punya korek dan besi? Setelah dicabut, bakar saja lukanya. Selain menghilangkan infeksi, itu juga bisa menutup luka. Itu cara kuno paling efisien untuk luka terbuka. Yah, tentu akan menimbulkan keloid nantinya. Namun, hidup jauh lebih baik, bukan?" Silas tersenyum tipis.

[Sara]

"Korek mungkin ada, kalau besi sih tidak." Sara mengedarkan pandangannya ke ruangan sekali lagi. "Paling ada gula, itu bisa mempercepat penyembuhan. Saya rasa mungkin hanya bisa menekan luka kuat-kuat untuk saat ini untuk menghentikan perdarahan."

Ah sial, ini terlalu primitif, tapi tidak ada cara lain.

[Silas]

"Baik, mohon bantuannya."

Silas merobek lengan jas putihnya dan menggigitnya erat-erat demi mencegah dirinya menggigit lidahnya sendiri sekaligus sebagai penahan rasa sakit.

"Maaf telah merepotkanmu...." Silas menatap Sara lekat-lekat sebelum menarik napas panjang dan mulai menggigit gumpalan kainnya.

[Deo]

"Apa kita perlu mengikat sedikit di atasnya untuk menghentikan pendarahan saat pelurunya dicabut?" tanya Deo yang sedari tadi menyimak percakapan yang tidak ia pahami.

[Silas]

Mendengar saran Deo, Silas pun kembali merobek lengan kiri jasnya dan membebat bagian atas lukanya seraya mengangguk sebagai tanda terima kasih pada Deo.

[Sara]

Seusai tungkai atas dan tungkai bawah diikat, Sara mengambil peluru itu dengan tangan kosong. Tidak ada sarung tangan atau penjepit yang dapat digunakan.

Ia menutup luka tanpa banyak bicara, dan menopang kaki Silas naik dengan bantuan kursi yang ada. Terlalu banyak mengobrol hanya akan membuatnya terdistraksi.

Sara tetap diam sampai tangannya bersih dari darah. Entah apa guna peluru bekas itu, tapi Sara mengantonginya dalam sebuah kantong klip kecil yang ada di kotak P3K.

[Kanselir Cohen]

"Pertunjukan yang menarik."

Sebuah suara terdengar dari interkom, menyela kesibukan ketiga orang itu.

Suara sang kanselir.

"Kalian memutuskan untuk bersekongkol rupanya."

Xander terdengar terhibur.

[Sara]

Belum selesai satu permasalahan, sumber masalahnya datang! Eh, tapi memang sudah terduga, toh pastinya sang Kanselir tahu kalau dua penjaga kesayangannya ditumbangkan.

"Oh? Apa anda berniat datang kembali kesini untuk menonton di kursi terdepan, Pak Kanselir?" Sara tertawa kering. "Saya kira anda bahkan ingin segera membunuh kami secara langsung dengan gas ruangan, kalau perlu."

[Kanselir Cohen]

Kanselir tertawa kecil mendengar ucapan Sara. "Proposal yang menarik, Nona Sara. Jangan menggodaku untuk segera melakukannya. Sesuai yang Anda inginkan, semuanya akan berakhir sebentar lagi."

Pria itu terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "Saya hanya ingin melihat bagaimana kalian mengubah pikiran saya untuk yang terakhir kalinya."

Dia menghela napas. "Seandainya kondisinya tidak semendesak saat ini, saya dengan senang hati bermain-main dengan kalian lebih lama. Sayang sekali, sayang sekali."

[Deo]

"Apa keuntungan Anda melakukan ini, Yang Mulia Kanselir?"

Deo memicing ke arah interkom, tempat suara Kanselir keluar.

"Ini benar-benar ...."

[Silas]

Silas mengamati lukanya yang sudah tidak mengeluarkan darah. Sara memang hebat! Bagaimana tadi Sara mengambil peluru dengan tenang, membuat pria itu semakin kagum.

Ketika suara kanselir terdengar, Silas tidak terlalu mendengarkan. Pandangannya hanya ke arah Sara dengan tatapan mendamba.

Seandainya aku mati pun, aku rela asal bisa melindungi gadis itu.

[Sara]

Bermain, katanya. Hobi orang tua aneh sekali. Padahal dia bisa saja memusatkan pikirannya untuk menyelamatkan bokongnya yang terhormat, tapi kini ia malah-

-ah.

Orang seperti Kanselir punya banyak pilihan. Mereka yang tidak.

"Lalu?" Sara bersandar ke arah dinding. "Apa yang anda mau sekarang, bila berbicara atau mengancam kami tidak 'menghabiskan waktu'?"

[Deo]

Deo berbalik arah, tangannya kembali mengetik sesuatu di ponsel dan sebisa mungkin mencari titik buta kamera pengawas.

Kondisi sekarang sama sekali tidak menguntungkan baginya, jadi ... buat apa menyimpan kesepakatan yang sudah terjalin tadi?

"Saya tidak mencurigai kalian berdua tapi apakah ada yang bisa mengontak kenalan kalian di luar koloni? Saya butuh menghubungi seseorang."

Itu yang Deo tulis di sana. Kanselir melanggar janjinya sendiri terhadap dirinya, lantas kenapa ia harus tetap mempertahankannya? Deo yang akan memainkan Kanselir saat ini.

Deo meraih kembali ponselnya dan mengetik sesuatu lagi sebelum menunjukkannya ke Sara dan Silas.

"Ada seorang penting yang dibawa AYX Corporation ke dalam Liberté, seorang mantan kapten yang sudah lama menghilang."

[Silas]

Silas terdiam membaca kalimat yang diberikan Deo. Dia bahkan tak tahu harus bereaksi seperti apa. Lukanya kembali terasa berdenyut.

[Kanselir Cohen]

"Tuan Deo, pertanyaan yang sebenarnya adalah, apa keuntungan kalian bersekongkol melawan saya." Terdengar helaan napas panjang.

"Saya tidak ingin membuang sumber daya berharga Liberte tapi tindakan kalian membuat saya tidak memiliki pilihan lain."

Layar di ruangan menyala menampilkan situasi di koloni yang makin kacau. Unjuk rasa meluas dan mulai berubah menjadi anarki. Asap hitam membumbung dan fasilitas dirusak.

"Ada teroris yang menyusup dan menggerakkan massa untuk mengacaukan koloni. Saat ini, menurut berita yang saya dengar, para teroris sedang mengumpulkan orang-orang dari berbagai koloni dan berniat menghancurkan Liberte, merebut dan merusak hal yang telah dibangun selama ratusan tahun."

Suara Kanselir kemudian berubah menjadi dingin. "Tentu saja saya tidak akan membiarkan mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan, setelah semua hal yang mereka lakukan untuk merusak restorasi yang sudah dilakukan selama ratusan tahun. Hanya orang-orang setia pada Liberte yang akan diselamatkan, menuju utopia baru yang akan dibangun setelah Liberte lama hancur, tapi kalian mengecewakan sedikit kepercayaan yang tersisa."

[Deo]

"Keuntungannya?" Deo menaikkan sebelah alisnya, berbalik dari layar yang menunjukkan kericuhan, pemandangan sehari-hari yang ia lihat. "Tentu saja kami bisa hidup, apalagi? Tidak ada alasan bagi saya mempertaruhkan nyawa pada scoop pekerjaan yang tidak tertera pada kontrak."

Deo berjalan mendekat ke arah interkom. "Dengan segala hormat, saya katakan sekali lagi, tidak ada untungnya bagi saya, mereka, dan mungkin Anda, menjebak kami seperti ini."

Kecuali mungkin jika Kanselir memang berniat mengakhiri segalanya, begitu pikir Deo.

[Sara]

Kalimat dari Deo dibalas oleh Sara dengan sekali gelengan kepala. Untuk pernyataan kedua ... bukan posisi Sara untuk berkomentar.

"Anda masih hendak bermain Tuhan dan memilih siapa yang berhak selamat atau tidak?" Sara mengulang penjelasan Kanselir. "Buktinya anda menelantarkan para penjaga yang sudah percaya pada anda di sini."

"Jadi, anda masih ingin menyalahkan kami soal apa yang tengah terjadi, atau anda ingin bilang utopia anda sudah kandas dan anda menyerah, memilih untuk keluar dari masalah seorang diri?"

[Kanselir Cohen]

"Bagi seseorang yang ikut andil dalam kehancuran Liberte, bicara Anda besar sekali, Nona Sara," balas Xander. Nada suaranya kembali hangat dan ringan, tapi jelas isinya tidak sehangat nada yang dibawakan.

"Sejak kita bertemu, Anda terus mengucapkan hal-hal yang membuat Anda terdengar seperti pahlawan sementara terus menerus mempertanyakan kebijakan yang saya ambil untuk Liberte. Saya di sini hanya berusaha menawarkan kesempatan bagi kalian untuk selamat tapi justru tindakan kalian yang mengecewakan."

Dia terdiam sejenak.

"Ya, saya memang terpaksa mengambil keputusan sulit siapa yang berhak hidup, siapa yang tidak, semuanya demi kemakmuran Liberte." Nadanya terdengar sedih. "Liberte yang lama mungkin akan berlalu, tapi tidak dengan masa depan umat manusia. Selamat tinggal."

[Sara]

Sara tersenyum simpul, "Anda masih bisa melenyapkan saya saja, lho, bila anda sebegitu menganggap saya duri dalam daging. Tidak perlu bawa-bawa orang terluka dan wartawan yang semula pro keputusan anda dalam hal ini."

"Saya cuma akan bilang, anda sudah terlalu angkuh untuk bilang masa depan umat manusia sudah hancur dengan Liberte impian anda, Pak Kanselir."

[Silas]

Silas terhenyak mendengar kalimat frontal Sara barusan.

"Jaga bicara Anda, Nona! Tidak satu pun dari kita berhak untuk mati!"

Silas menoleh ke arah interkom dan tersenyum sinis. "Bapak terus menerus mengatakan salah satu dari kami adalah penghianat. Padahal, sudah jelas jami berusaha keras untuk menyelamatkan sistem penunjang hidup Liberte."

Pria itu kemudian berusaha bangkit dan berjalan ke depan. "Jujur, saya sudah muak dengan semua permainan ini. Di luar sana rakyat sudah ribut besar. Lalu kami di sini malah harus menjalankan permainan tidak jelas Bapak!"

Ada napas memburu yang berusaha ditahan kuat-kuat. "Saya bisa memeriksa sistem supply udara karena jamur sangat butuh pengaturan kelembaban ruangan. Saya juga bisa mengatur kelembaban tanah karena kaktus sangat membutuhkan itu. Sementara Sara sangat ahli pengairan. Lalu si Tukang Berita itu, pasti memberitakan sesuatu yang Bapak ingin sampaikan pada dunia, bukan?"

Nyeri kembali menghantam kakinya. Namun, Silas berusaha bertahan.

"Tujuan kami hanya ingin meminimalisir korban jiwa jika fasilitas penunjang kehidupan kolaps. Seperti kata Sara, impian saya terlalu muluk jika ingin menyelamatkan semua koloni! Namun, itulah mimpi saya! Jika memang keahlian saya tidak bisa menyelamatkan siapa pun, lebih baik saya mati melindungi apa yang apa saya anggap penting!!"

[Deo]

Deo berbalik dan berjalan dari lokasi interkom ke arah Silas sambil tangannya mengetik sesuatu di ponsel dengan kecepatan cahaya.

"Aku tidak tahu apakah ada senjata mematikan di sini, tapi jelas keadaan ini tidak menguntungkan bagi siapapun." Deo mengarahkan pandangannya ke Silas, kemudian ke Sara, lalu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan.

"Saya tidak peduli kalau Tuan Silas tidak bisa berlari. Tapi kalau ada kesempatan keluar, mari kita keluar dari sini. Mari bekerjasama." Deo mengulurkan tangan. "Tapi kalaupun kita semua mati di sini, senang mengenal kalian." Deo mengulas senyum terbaiknya.

Di salah satu tangannya yang memegang ponsel, sebelum layar ponsel itu mati, terdapat sebuah artikel dan angka-angka yang terus bergerak—hitungan mundur.

Di sana tertulis, "Pesan ini saya kirim untuk dibaca semua orang, di dalam Liberté atau di luar Liberté. Terutama, untuk Tuan Peregrine Drake."

[Kanselir Cohen]

Kanselir sudah cukup mendengar ocehan dari para orang tidak tahu terima kasih yang sudah menyia-nyiakan kebaikan hatinya. Dia menutup interkom dan tak lagi membalas ucapan Sara dan Silas.

Baginya semuanya sudah terlambat dan dia tidak akan membuang waktu lebih banyak bagi mereka yang menolak mengabdi pada Liberte. Kanselir menutup mata. Benar, seharusnya dia tidak membuang waktu untuk mengurusi mereka yang sudah disusupi oleh pemikiran kesetaraan yang merusak itu.

Dia lebih baik membantu para Dewan menyelamatkan sumber daya yang ada, baik manusia maupun mesin penunjang hidup. Mereka yang kesetiaannya tak perlu diragukan.

Kanselir menatap layar yang menampilkan ketiga orang yang dia sengaja undang untuk mencari tahu siapa penyusup yang sebenarnya. Dia menatap Deo sebelum menggelengkan kepala.

Sayang sekali, wartawan itu tidak bisa membuktikan prinsip yang selama ini dia bangga-banggakan.

"Liam, laporkan keadaan," ucap Xander setelah menekan interkom ke jalur lain.

"Berjalan sesuai rencana, Ayah. Seluruh cetak biru dan para peneliti sudah diamankan. Kami akan segera berangkat." Pemuda di seberang interkom terdiam sejenak. "Apakah Ayah tetap akan menjalankan rencana Ayah?"

Xander menghela napas. "Ya."

Sesaat kondisi hening.

"Demi Liberte," ucap Liam.

"Demi Liberte," balas Xander sebelum mematikan sambungan. Dia lalu menekan sebuah tombol di panel kendali.

Tiba-tiba, seluruh ventilasi di ruang pertemuan tertutup dan karbon monoksida mulai dialirkan ke dalam. Perlahan, tak berwarna, tak bersuara, tapi mencekik perlahan. [ ]

===

Credits:

Kanselir Cohen - PhiliaFate

Deo - boiwhodreams_

Silas - Shireishou

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro