10. Petualangan Baru

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku mengepak barang-barang yang mungkin akan di perlukan. Awalnya kakek memberiku banyak sekali baju untukku  berjaga-jaga dan panganan agar tidak kelaparan. Tak lupa beberapa buku mantra yang di masukkan oleh kakek. Bu Joana juga tidak lupa memberi banyak sekali obat-obatan untukku. Untungnya sekarang sudah di kuranggi.

Rose membuatkan aku baju dari bahan yang tidak gampang rusak dan Gilbert membantuku membuat tas kecil yang cukup untuk dimasukan banyak barang. Akhirnya aku merasakan nikmatnya perjalanan tanpa barang yang berat.

"Ini untukmu Lan," kata Eras yang menyerahkanku beberapa senjata, seperti belati atau katana yang pendek.

Aku menatap senjata-senjata yang kini berpindah ke tanganku, lalu melihat Eras untuk meminta jawaban.

"Agar kau bisa melindungi dirimu nanti," kata Eras yang memalingkan wajahnya.

Aku tersenyum kecil. "Kemaren bilangnya nggak percaya, sekarang khawatir nih?" tanyaku sambil menyikut Eras jail.

"Diamlah!" seru Eras dengan wajah memerah. "Walau tidak percaya tetapi aku yang membawamu kemari. Setidaknya aku bertanggung jawab," kata Eras yang menatap ke arah lain dengan sendu.

Mulutku melengkung ke bawah. "Dih, pake sendu segala lagi. Jadi nggak bisa jailin deh," cibirku kesal.

"Memangnya se-senang itukah menjailiku?!" tanya Eras kesal.

"Tentu saja!" Aku tersenyum lebar. "Kayaknya aku bakalan kangen nih jailin Eras. Hahahaha!"

"Oke! Aku tarik lagi kekhawatiranku!" seru Eras yang mendekatiku.

"Nggak bisa! Udah dicerna," aku kembali tertawa sambil menjaga jarak, takut ia mengejarku.

....

Aku menatap kakek, Gilbert, bu Joana, Rose, Eras, dan beberapa orang lainnya yang tidak benar-benar aku kenali. Mereka menatapku dengan senyuman, ada juga yang berkaca-kaca seperti Rose dan bu Joana.

"Hati-hati ya. Jangan memaksakan dirimu," kata bu Joana dengan raut wajah khawatir yang aku balas dengan anggukan dan senyuman.

"Kalau luka, cepet di obati. Jangan di biarin!" kata Rose dengan wajah kesal.

"Wah, kalau itu aku nggak bisa janji," kataku yang melemparkan pandanganku ke atas.

"LAN!" seru bu Joana dan Rose.

"Baiklah, baik," aku tertawa kecil. Rasanya hanya sebentar. Kenapa seberat ini melepaskan tempat ini? Apa karena warganya tidak banyak?

Mataku melihat kakek yang terus tersenyum dengan sorotan mata yang lembut. Aku ikut tersenyum lalu menunduk sedikit. Kakek mengangguk, membalasku lalu melambai. Aku kini tersenyum lebih lebar lalu mengalihkan pandanganku, menuju sesuatu yang lebih tinggi dari pada lainnya.

Saat menaikkan kepalaku, aku melihat Valna yang sedikit transparan. Ia tersenyum lalu melambaikan tangannya. Aku kembali tersenyum lebar lalu melambai kepadanya. Sudah tidak peduli dengan pandangan beberapa elf yang melihatku bingung. Mataku kini melihat Eras dan Agnes di dekatnya.

Untuk yang terakhir kalinya aku ingin menjailinya. Aku memperagakan kiss bye dengan gaya yang sok imut. Eras langsung kaget dengan mulut terbuka. Melihat ekspresinya yang aneh aku langsung tertawa dan berbalik.

Di depanku sekarang adalah pelindung yang dibuat oleh Valna untuk ras elf. Aku menutup mata dan menenangkan nafasku.

Oke. Aku siap.

Aku tidak boleh mundur. Apa pun yang akan aku hadapai nantinya. Langkahku mulai berjalan dan menembus pelindung di depanku. Perjalanan baru, aku datang.

...

Author POV

Setelah kesal ternyata telah di jaili oleh Lan, Eras memandang punggung Lan yang tertutupi jubah dengan tatapan yang biasa. Lama-lama pandangannya menjadi sendu melihat punggung itu menghilang di balik pelindung. Agnes yang berada di dekatnya menatap Eras sedih.

...

Lan(?) POV

Kakiku melangkah begitu saja ke depan. Masih aku ingat jelas saat pertama kalinya aku sampai di tempat ini. Para hewan raksasa yang hanya bersembunyi di balik pohon. Aku rasa sudah tidak ada tujuan aku memarahi mereka. Kini hanya membiarkan kaki ini melangkah lebih jauh, entah kemana.

Hewan-hewan di sini katanya adalah perlakuan dari para penyihir yang tidak jelas alasannya. Apakah itu juga termasuk kesalah pahaman yang dikatakan Valna saat itu?

Tiba-tiba perutku berbunyi dan langkahku ikut berhenti. Kepalaku melihat ke kiri dan kanan, mencari sesuatu yang bisa aku makan. Tak sengaja aku melihat sebuah pohon dengan beberapa buah berwarna oranye yang hampir memenuhi pohon itu. Dengan gembira aku berjalan mendekati pohon itu sembari berdoa kalau itu bukan buah beracun.

Baru saja tanganku meraih salah satu buah itu, mataku melihat hal lainnya. Seekor binatang berkaki empat dengan telinga seperti rubah tetapi warnanya mirip anjing husky dan ekor yang bulunya tebal. Tetapi aku melihat adanya noda merah di sana. Sayang banget liat bulu lembut itu malah di kotori dengan noda darah.

Aku berjalan mendekatinya. Dia langsung melihat ke arahku dengan cepat dan menunjukkan deretan gigi carnivora miliknya.

"Tenanglah, tenang. Aku tidak akan melukaimu kok," kataku yang terus berjalan pelan mendekatinya.

"Grrrrr."

Langkahku terhenti sejenak. Sebaiknya apa yang harus aku lakukan terhadap si kecil ini? Tunggu, kecil? Dia tidak berdampak pada sihir si penyihir kah? Seharusnya dia tidak gampang marah kalau tidak terluka.

Oh! Aku merentangkan tangan setengah lalu mengeluarkan avra dari kepalan tanganku. Untungnya si kecil ini bereaksi positif, ia sudah tidak menampakkan deretan giginya lagi. Hela nafas keluar dari mulutku.

"Izinkan aku mengobatimu, ok?" tanyaku yang kembali mendekatinya.

Karena tidak ada respon, aku anggap itu diperbolehkan. Saat aku berjongkok di dekatnya, aku bisa merasakan nafasku kembali lancar. Tanganku mengambil sebelah kakinya yang terluka.

"Kaiiing!!"

"Ups, sorry. Tahan ya," kataku yang sedikit panik. Tanganku mencoba menyibak beberapa bulu dan mencoba mencari tahu mengenai luka di kakinya. Setelah ketemu, sebelah tanganku mencari air dan menuangkannya di selembar kain kecil. Karena sebelah tanganku sudah memegang kaki si kecil ini, aku hanya berani melakukan aktivitas dengan sebelah tangan.

Setelah dirasa sudah cukup basah, aku mengembalikan air minumanku lalu kembali mencari obat dengan mantra. Gilbert yang memberitahu setelah selesai menaruh barang-barangku di tas kecil ini. Semoga saja obat luka untuk orang bisa dipakai olehnya juga. Aku membersihkan lukanya sedikit, si kecil ini terlihat menahan sakitnya karena suaranya yang tertahan. Setelah itu aku baru memberikannya obat.

Aku mengembalikan obat ke dalam tasku sekaligus mengambil kain kasa yang diberikan banyak oleh bu Joana. Karena kakinya yang kecil, aku tidak perlu memakai sampai satu gulungan kain kasa.

"Nah selesai," kataku bangga. Si kecil itu melihat kakinya yang terbalut kain kasa dan menggerakkan kakinya pelan. "Lain kali hati-hati ya," kataku yang menyentuh ujung hidungnya.

Melihat reaksinya yang menggemaskan, aku tertawa pelan. Aku bangkit berdiri dan meninggalkan si kecil di sana. Semoga setelah ini ia bisa melakukan aktifitas dengan baik. Lagkahku mendekati pohon yang penuh dengan buah oranye. Tanganku memetik beberapa buah itu setelah merasa bahwa salah satu buah itu manis.

"Lumayan untuk persediaan nanti," kataku pelan.

Tujuan selanjutnya adalah membersihkan noda darah yang ada di kain yang tadi aku pakai. Semoga saja tidak masalah membersihkan bekas noda darah di sungai. Karena hanya kain ini saja yang kecil dan aku tidak merasa akan menemukan toko penjual kain di hutan.

.
.
.
.
.
.

Berikan jejak kalian, maka itu bisa menjadi semangat saya dalam melanjutkan cerita. Terima kasih sudah mampir~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro