11. Ketemu Orang Baru

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malamnya aku mulai membuat api unggun dengan kekuatan avra ini. Aku merasakan diriku curang, tetapi aku tidak ada pematik atau pun alat bantu yang bisa membuatku menghasilkan api. Karena terlalu berbahaya (mungkin) untukku berjalan di langit yang sudah mulai gelap, aku memutuskan untuk melihat lebih jauh buku yang di berikan oleh kakek.

Aku melihat ada mantra pelindung yang bisa menghadang orang yang berpikiran jahat kepadaku tetapi membiarkan lewat orang yang peduli ataupun yang tidak peduli kepadaku. Yang penting artinya kalau jahat baru tidak bisa lewat pelindung bukan?

Ya sudah, aku pakai pelindung ini dan tidur sekarang.

....

Esoknya aku kembali berjalan. Rasanya bosan melihat pemandangan pohon dan pohon lagi. Aku mengambil buah oranye dari dalam tasku sembari terus berjalan. Instingku mengatakan akan bertemu orang sebentar lagi. Tapi kapan?

"Hiiiiis!!"

Hm? Aku melihat ke sekelilingku.  Rasanya aku tidak menginjak sesuatu yang aneh deh. Karena di sekelilingku tidak ada yang berubah, aku memilih untuk kembali berjalan. Suara yang tadi mirip sekali seperti kucing. Apakah itu artinya ada kucing di hutan ini?

Tiba-tiba aku mendengar suara semak-semak yang saling bergesekan di sebelahku. Tak lama keluarlah sesuatu yang melompat ke arahku. Langsung saja aku menangkap sesuatu yang terbang ke arahku yang ternyata adalah rubah yang kemarin.

"Halo, kita bertemu lagi ya," kataku ceria sembari mengelus bulunya yang lembut dan ia terlihat menikmatinya.

"Ah!"

Aku menoleh ke sumber suara dan menemukan seorang gadis kecil yang menyibak semak-semak, tempat tadi rubah ini melonpat ke arahku. Mataku melihat sesuatu di atas kepala gadis itu. "TELINGA?!?!?!"

"Hm? Kau manusia?" tanya gadis itu.

Aku berjalan mendekatinya. "Anu ... boleh ... boleh aku pegang?" tanyaku yang melihat lurus ke telinganya. "Asli kan?"

"Hump! Tentu saja!" katanya dengan gaya kesalnya. Langsung saja aku memegang telinganya yang mirip seperti kucing. "Kyaaa!"

"ASLIIIII!!!" seruku sendiri sembari melihat tanganku tak percaya.

"TENTU SAJA!!"

"Ada apa Keya?" tanya seorang lelaki yang lebih tua dari padaku yang muncul di sebelah gadis tadi. Mataku menuju ke atas kepalanya dan menemukan sepasang telinga lagi di sana.

"Dia ini memegang telingaku sembarangan," adu Keya dengan gaya yang imut. Asataga, ini mengigatkanku pada Eras. Pasti kalau aku jaili, dia akan bereaksi seperti Eras.

"Apakah kau belum pernah melihat ras kami, nona?" tanya lelaki itu dengan senyum lembut.

Aku langsung sadar dari lamunanku. "Oh, iya itu benar."

"Apakah kita boleh berbicara sesantai itu padanya? Bukankah kalau ras kita ... tersembunyi?" tanya Keya dengan suara pelan.

"Hei Keya, aku dapat mendengar suaramu loh," kataku dengan wajah datar.

"Jangan menyebut namaku!!" serunya kesal dengan rona merah di pipinya. Benar kan? Dia seru di jailin.

"Nona, izinkan aku bertanya," kata lelaki itu.

"Lan, panggil saja begitu," kataku sambil tersenyum dengan tangan yang mengelus si rubah yang berada dalam pelukanku.

"Baik, Lan, kenalkan aku Ardeys dan ini anakku Keya," katanya sambil mengenalkan gadis di sebelahnya, Keya.

"Anak?!?!" seruku kaget, bahkan aku bisa merasakan si rubah sempat tersentak.

"Walaupun bukan darah daging sendiri," kata Ardeys yang tertawa pelan.

Aku mengangguk-angguk mengerti. Tidak perlu aku mencari tahu lebih lanjut lagi. "Lalu, apa yang ingin kau tanyakan?"

"Oh iya, maafkan aku. Kenapa vupilla jinak padamu?" tanya Ardeys yang menunjuk si rubah di tanganku.

"Hm? Jadi namamu vupilla?" tanyaku yang melihat ke si rubah yang juga melihatku.

"Tidak, itu hanya panggilan mereka dari ras kami," kata Ardeys.

"Jadi mereka ada banyak?" tanyaku yang melihat ke Ardeys lagi.

"Sayangnya tidak. Apakah kamu mengetahui mengenai penyihir yang menyebarkan ramuan ke hutan?" Aku mengangguk. "Itu juga berdampak pada vupilla lainnya. Vupilla muda tidak akan bertahan dan yang tidak kuat akan menjadi gila. Sebagian vupilla memilih untuk pergi, entah ke mana dan sisanya ada di ras kami."

"Ayah! Apakah boleh ... "

"Dia bisa memeluk vupilla dengan santainya. Vupilla hanya memilih orang-orang yang ia percayai," kata Ardeys dengan tatapan serius.

"Sampai seperti itu?" tanyaku.

"Tentu saja," kata Ardeys sambil mengangguk. "Vurpilla adalah hewan yang pemalu dan kuat. Mereka tidak sembarangan memilih orang yang mereka percayai," kata Ardeys dengan tatapan serius.

Aku tertawa kecil melihat pandangannya. "Sepertinya anda sudah jatuh cinta kepada mereka ya," kataku yang tersenyum lebar.

"Ten-tentu saja," kata Ardeys yang membuang wajahnya yang terlihat memerah.

Imut-imut kalem. Kenapa banyak banget yang bisa aku jailin di dunia ini? Apakah tidak ada yang bisa jail di dunia ini? Lucu sekali.

....

Malamnya kami mendirikan tenda bersama lalu membakar buruan yang tadi kami tangkap. Tentu saja aku menambahkan banyak bekal buah-buahan untuk diriku sendiri selama perjalanan tadi. Si rubah kecil ini terlihat menikmati makan malamnya di sebelahku. Melihat tingkahnya rasanya aku bisa gemas sendiri.

Mataku menyadari ada yang menatapku sembari memakan makan malamnya dengan ganas. "Kenapa?" tanyaku bingung.

Keya langsung memalingkan wajahnya angkuh.

"Keya!" seru Ardeys. "Kau tidak boleh seperti itu," kata Ardeys yang sedikit serius.

"Tetapi---"

"Tunggu!" seruku yang membuat kedua orang di depanku menatapku bingung. "Biar aku tebak! Kau pasti tidak percaya denganku bukan? Gadis kecil?" tanyaku dengan senyum jail.

"Aku bukan gadis kecil! Dan iya! Aku sangat-sangat tidak percaya denganmu!" seru Keya dengan wajah yang kesal.

Bukannya takut, aku malah tertawa melihatnya. "Kau dan dia memang mirip! Hanya saja kau lebih kekanak-kanakkan. Mungkin karena umur?" tanyaku pada diriku sendiri.

"Memangnya siapa yang kekanak-kanakan?!" seru Keya kesal.

"Hm? Siapa lagi kalau bukan gadis kecil yang sedang mengamuk di depan?" tanyaku dengan senyum manis.

Setelah itu Keya kembali marah tetapi terus di tahan oleh Ardeys. Tak berapa lama kemudian Ardeys membaringkan Keya yang terlelap di dalam tenda mereka. Si rubah kecil tidur di pangkuanku, dipastikan kakiku akan kesemutan ini. Karena belum merasa mengantuk, aku kembali mengambil buku mantra dan membacanya.

"Sedang berlatih?" Aku mengangkat kepalaku dan melihat Ardeys yang tersenyum lalu duduk di sampingku.

"Tidak, hanya membaca saja. Karena buku ini sudah di berikan kepadaku maka aku baca saja," kataku dengan mata yang kembali melihat ke buku.

"Apakah kau sudah jago dalam melakukan sihir?" tanya Ardeys.

"Tidak, aku hanya ... oh iya! Aku hampir lupa!" seruku yang langsung menutup buku yang sepertinya membuat si rubah tersentak karena suara buku.

"Ada apa?" tanya Ardeys yang aku abaikan.

Mataku terpejam dan kembali merapalkan mantra yang kemarin malam aku pakai. Aku merasa ada sesuatu yang mulai keluar dari tubuhku, memadat, dan sebagiannya hilang. Saat kembali membuka mata, aku bisa melihat pelindung yang berwarna hijau, agak transparan. Sedangkan si rubah sudah beranjak dan mendekati pelindung dengan ceria.

"Apa ini?" tanya Ardeys yang melihat sekelilingnya.

"Pelindung. Dengan begini kita akan aman semalaman," kataku dengan senyuman manis ke arahnya. "Tetapi aku baru bisa dalam jangkauan kecil karena baru kemarin aku mempelajari hal ini," kataku lemas.

"Hebat! Bahkan aku kesusahan dalam merapalkan mantra!" seru Ardeys tiba-tiba yang membuatku kaget.

"Be-begitukah?" tanyaku yang masih sedikit kaget.

"Itu benar!" Ardeys mengangguk cepat sembari tersenyum manis. "Tetapi warna hijau ya? Kau ada hubungan apa dengan ras elf?"

"Mereka menolongku."

"Menolongmu? Aku memang pernah dengar bahwa ras elf tidak membedakan siapapun. Jadi rumor itu benar?" tanya Ardeys dengan gaya berpikirnya, menegang ujung dagunya sendiri.

Aku mengangguk. "Sangat benar malah! Mereka tuh ya nerima aku walau aku orang asing. Keren kan?! Di izinkan tinggal, jadi bagian dari mereka, dan bahkan ngasi barang banyak," kataku sambil melihat tas kecil yang ada di pinggangku.

"Sebenarnya aku ingin mengelilingi dunia dan mengenal banyak ras di dunia ini. Rasanya sayang, hidup di dunia ini tetapi tidak mengetahui mengenai apa yang ada di dunia ini," kata Ardeys yang menatap sendu reruputan di bawahnya.

"Tapi?" tanyaku yang kini penasaran dengan perkataan Ardeys.

Mata Ardeys melirik ke dalam tenda miliknya dan Keya lalu tersenyum lembut. Hanya dengan itu saja aku mengerti maksudnya.

"Mempunyai orang yang ingin kau lindungi ya?" tanyaku sambil tersenyum manis.

"Itu benar," kata Ardeys yang kembali melihat ke depan.

Aku terdiam sejenak. "Ardeys," panggilku yang membuatnya menoleh ke arahku. "Apakah kau bisa membantuku??"

.
.
.
.
.
.

Kayaknya aku pengen menjaili orang tapi nggak kesampean deh. Jadinya semuanya di lampiaskan di cerita :"v

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro