12. Lagi!!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Esok paginya aku sudah berhadapan dengan Ardeys. Rasanya sedikit aneh.

"Siap?"

"Siap!" seruku keras.

Ardeys mengayunkan pedang kayu yang baru saja ia buat. Aku sempat tersentak kaget tetapi aku langsung mengarahkan pedang kayu yang juga di buat oleh Ardeys untuk menahan ayunan Ardeys.

"Bagus. Sekali lagi," kata Ardeys yang kembali menegakkan tubuhnya, begitu pula denganku.

Ardeys kembali melangkah maju dengan tangan yang mengayunkan pedang kayu. Aku kembali menahan pedang Ardeys tetapi aku ingin mencoba hal baru. Suara nyaring pedang kayu kami yang saling bertabrakan diantara bunyi lembut gesekan rerumputan. Aku mengurangi tenagaku sedikit sekaligus sebelah kakiku menapak tanah ke sebelah kanan. Detik kemudian aku melepas tenagaku sekaligus bergerak ke kanan dan itu membuat Ardeys terdorong maju karena kekuatannya.

Tangan kiriku langsung mengambil alih pedang dan mengayunkan ke belakang Ardeys yang bergerak ke belakang agar tidak terjatuh ke depan. Saat punggungnya berbenturan sedikit dengan pedang kayuku ia terhenti.

"Aku kalah," katanya sembari tertawa kecil.

"Terlalu gampang. Padahal aku berharap banyak darimu dan seharusnya kau tidak menahan diri karena aku adalah wanita!!" kataku kesal sambil menunjuknya, yang telah berdiri dengan baik, dengan pedang kayuku.

"Ketahuan ya? Maafkan aku," katanya dengan senyum manis. Kalau terus tersenyum tulus seperti itu siapa yang bisa memarahinya lebih lanjut?

"Ayah! Apakah Ayah sudah buta?!" seru Keya yang tiba-tiba saja muncul.

"Oh Keya, selamat pagi," kata Ardeys melihat Keya yang berjalan mendekati kami berdua.

"Selamat pagi. Ayah, jelas-jelas yang berhadapan denganmu bukanlah seorang wanita!" seru Keya sambil menunjukku.

"Di depan Ardeys? Kau?" tanyaku pura-pura polos.

"Tentu saja kau! Dasar tidak ber-gender!!" seru Keya yang menatapku dengan ekspresi kesal.

"Keya, kau harus perhatikan kata-katamu," kata Ardeys pelan dengan wajah khawatir.

Aku terdiam melihat Keya yang sepertinya menunjukkan senyum kemenangannya karena diamku ini.

"Em ... Lan," panggil Ardyes khawatir.

Aku langsung menyetop Ardeys dengan gerakan telapak tanganku. "Hm hm, begitu ya. Terima kasih Keya atas pujiannya~," kataku dengan senyuman lebar. Aku bisa melihat Keya tersentak kaget.

"Aku tidak memujimu!" seru Keya kesal.

"Loh, tapi menjadi tidak ber-gender itu salah satu impianku loh. Dengan begitu aku bisa menjadi laki-laki maupun perempuan~!" seruku ceria dengan senyuman lebar.

"Dasar ... ORANG GILA!!!"

"Orang yang lebih gila adalah orang yang membalas perkataan orang gila," kataku datar dalam sekejap.

"Ugh!! Tapi ... kau menyadari bahwa kau orang gila bukan?" tanya Keya dengan senyuman sinis yang di paksakan.

"Memangnya siapa yang bilang aku waras~~~~?" tanyaku sambil menggerakkan kepalaku ke kiri dan kanan dengan senyum lebar.

"AAAH!!! Sudahlah! Ayah, ayo kita pergi!" seru Keya kesal sembari menarik tangan Ardeys.

Dengan cepat aku menarik sebelah tangan Ardeys yang tidak di tarik Keya. "Tidak boleh!" seruku.

Keya memutar tubuh mungilnya dan menampilkan wajah kesalnya yang imut. "Ayah adalah ayahku! Bukan ayahmu!" serunya yang menarik tangan Ardeys lebih kencang.

"Tetapi dia sudah aku booking duluan pagi ini!!" kataku sambil menahan sebelah tangan Ardeys.

"Apa itu booking?" tanya Keya denga wajah polosnya.

Mataku melihat Ardeys yang sepertinya mencari-cari kata yang tepat. Aku menghela nafasku. "Booking itu artinya memesan. Nah aku sudah memesan ayahmu pagi ini. Jadi sekarang masih giliranku," kataku dengan watados.

"A-ayahku bukan sesuatu yang bisa di pesan!" seru Keya yang sepertinya ingin menangis.

"Keya, bukan begitu," kata Ardeys yang terlihat panik.

"Ayah cuman punya Keya. Ayah tidak bisa dipesan," kata Keya yang sedikit menunduk dengan mata yang sudah bercucuran air mata.

Astaga, gaswat. Aku melepaskan pegangan tangan Ardeys dan langsung berjalan mendekati Keya. "Tenanglah Keya, aku tidak akan mengambil ayamu kok," kataku yang mulai panik.

"Sugguh?" taya Keya dengan tatapan puppy eyes miliknya.

"Iya, aku hanya meminjam ayahmu untuk diajarkan berlatih pedang. Bagaimana kalau Keya ikut? Pasti akan lebih menyenangkan," kataku dengan senyuman lebar.

"Bohong," kata Keya dengan wajah yang di tekuk.

"Mana mungkin aku berbohong? Bukankah lebih menyenangkan jika ada kawan atau lawan dalam berlatih?" tanyaku masih dengan senyuman yang sama.

Dengan cepat Keya menghapus air matanya menggunakan kedua lengan. "Kalau begitu siapkanlah dirmu! Aku lebih jago dibandingkan dirimu!" seru Keya dengan senyuman sombong.

"Wah hebat, senior Keya!" seruku sambil bertepuk tangan.

Setelah itu Ardeys mengajak Keya untuk mencuci mukanya lalu mengajakku  untuk mencari makanan tentu saja si rubah tidak ketinggalan. Ardeys dan Keya pergi ke sungai untuk menangkap ikan, sedangkan aku dan si rubah mencari buah-buahan.

Aku meletakkan keranjangku di dekat salah satu batang pohon. Mataku melihat ke atas yang penuh dengan buah-buah kecil berwarna merah marun. Kira-kira buah itu bisa di makan bukan?

Tiba-tiba saja rubah yang berada di bahuku meloncat dan mengigit salah satu ranting yang di penuhi buah-buahan kecil itu. Tanganku berusaha menangkapnya dan berhasil. Dia mengulurkan ranting yang masih digigit. Aku menurunkannya dan berjongkok sekaligus mengambil ranting untuk melihat dengan seksama buah-buahan itu.

"Kau mau?" tanyaku saat tak sengaja melihatnya yang menatapiku.

Si rubah mengangguk ke atas dengan cepat.

"Tetapi aku tidak tahu apakah ini aman atau tidak," kataku sambil memetik satu buah kecil itu dan melihat buah itu lekat.

Tiba-tiba saja ada sesuatu yang memanjat lenganku yang ternyata si rubah. Karena bulu-bulu lembutnya menghalangi pemandanganku, aku tidak tahu apa yang terjadi. Tak lama kemudian ia turun dari lenganku lalu menjilari kaki kecilnya. Mataku kembali melihat jariku dan benar saja, buah itu dimakan oleh rubah kecil ini.

"Jadi apakah aman?" tanyaku.

Seakan-akan mengerti, ia menganggukkan kepalanya dengan ceria.

Aku tersenyum lalu menaruh ranting itu di keranjang. "Oke, ayo ambil lebih banyak" kataku sambil melihat pohon buah merah marun.

Si rubah melompat ke bahuku lalu ia melompat ke salah satu ranting di pohon itu. Mulutnya menggigit ranting pohon yang lebih kecil dari pada pijakannya. Aku mengulurkan tanganku sebagai pijakan turun si rubah. Saat ia kembali ke atas aku meletakkan ranting itu ke dalam keranjang. Begitu sampai aku merasa bahwa keranjang sudah penuh.

"Oh iya, aku pikir ada bagusnya jika kau aku beri nama," kataku sembari melihat si rubah yang memiringkan kepalanya dengan tatapan bingung. "Bagaimana kalau ... Koni? Asalnya dari suara rubah dalam bahasa Jepang, yaitu "kon kon". Bagaimana? Sederhana juga bukan?" tanyaku ceria.

Ia berputar sekali dan ia memperlihatkan sisi keimutannya. Hal itu membuatku tertawa kecil. Ia seperti percampuran diantara anjing dan kucing dengan bulu yang begitu tebal.

"Baik, aku anggap kau setuju ya. Ayo kita kembali sekarang. Mungkin saja ayah dan anak itu sudah menunggu," kataku sambil membawa keranjang besar itu.

.
.
.
.
.
.

Berikan jejak kalian, maka itu bisa menjadi semangat saya dalam melanjutkan cerita. Terima kasih sudah mampir~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro