LBS-12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tanda cintanya jangan lupa, Kakak.

🖤
🖤
🖤

Aku nyaris lupa bahwa sebuah cerita dimulai untuk diakhiri.

🔥

Sudah lama sekali Irish tidak merasakan kesedihan mendalam. Mungkin karena Keenan telah menggenggam seluruh hati Irish, maka kecewanya gadis itu juga sangat dalam. Atau mungkin karena Irish merasa terlalu bodoh hingga tidak bisa melihat siapa Keenan sesungguhnya.

Sikap laki-laki yang sering mencumbu Irish sampai dada berlanjut rayuan untuk naik ke ranjang itu, terabaikan oleh Irish karena sikap baiknya. Irish masih bisa mentoleransi tindakan Keenan yang kadang kala memang membuat Irish risih. Hari ini puncak dari segalanya. Satu tahun ke belakang ternyata tak ada maknanya untuk Keenan.

Tidak ada lagi yang tersisa pada Irish untuk Keenan. Segala kenangan indah mereka retak, lalu hancur berkeping-keping. Besar cintanya berubah menjadi duka dalam. Irish berusaha menstabilkan emosinya setelah tadi menangis dan memukul dada Keenan. Sudah banyak emosi yang dia keluarkan, Irish juga takut menjadi berlebihan dan tidak terkendali.

"Untuk yang terakhir kali aku minta kamu jujur, Ken."

Posisi mereka masih sama. Keenan enggan duduk di sisi Irish. Pilihannya tetap berlutut, sedangkan Irish di sofa. Gadis itu sudah tidak menangis. Debar jantungnya tidak menggila seperti sebelumnya.

"Kamu tahu dari mana?"

"Apa penting nanya itu sekarang, Berengsek?"

Irish tidak suka mengumpat pada orang lain. Kalau sampai dia melakukannya, berarti Irish dalam mode yang sangat buruk. Gadis itu tidak bisa mengendalikan lidahnya yang sejak tadi ingin memaki. Keenan yang memasang wajah kaget tidak berhasil membuat Irish meredakan kekecewaannya. Ya, meski tidak lagi tersedu-sedu, Irish mengungkapkan kemarahannya dengan jalan lain.

"Rish, kamu harus tahu, kalau nggak ada yang berarti selain kamu. Sumpah, Rish, aku cintanya cuma sama kamu."

Perut Irish seperti diaduk-aduk, mual mendengar bualan Keenan. Cinta katanya, tapi dengan saja berkhianat, menganggap remeh kesetiaan yang Irish junjung tinggi. Begitu mudah Keenan menyentuh perempuan lain, sedangkan untuk Irish berduaan dengan Atala pada hari reuni itu saja sudah mengusik ketenangannya. Dia khawatir Keenan terluka jika tahu. Karena itu Irish merasa bersalah tidak menceritakan apa pun tentang hari reuni.

Segala tindakannya dia perhatikan, mencegah agar Keenan tidak marah. Bukan hanya sekadar menjaga mata, Irish juga menahan banyak godaan hati dari sekian banyak laki-laki yang mencoba mendekatinya. Perempuan berparas menawan dengan fisik bersaing dengan para model, siapa yang hendak melewatkannya?

Para customer dan lingkup pertemanan Irish tentunya bukan hanya perempuan saja. Tak terhitung sejak dia melakukan pendekatan dengan Keenan hingga satu tahun mereka berpacaran, sudah berapa banyak laki-laki yang Irish tolak mentah-mentah. Karena dikhianati itu sakit. Irish tak ingin Keenan merasakan hal buruk itu. Lucunya, kini Irish yang harus menerima pengkhianatan.

"Tepatnya sejak kapan kamu main Madam Rose? Sejak kapan kamu mulai nidurin perempuan lain?"

"Rish, itu semua nggak penting. Kamu yang paling penting. Mereka nggak ada apa-apa dibanding kamu. Hatiku buat kamu, Rish."

"Sialan banget aku sayang sama laki-laki kayak kamu."

Belum pernah Irish bicara kasar pada Keenan. Dia sudah tidak peduli. Percuma saja berbuat baik pada laki-laki yang malah sengaja menyakitinya dari belakang. Irish lelah, dia ingin berhenti dan kembali menyendiri. Bersama seseorang yang dia yakini akan menjaga hatinya, ternyata tidak berjalan mulus.

"Nggak apa-apa kalau kamu mau maki aku, Rish. Aku nggak pikirin perasaan kamu saat ngelakuinnya."

Nada rendah Keenan, wajah bersalah, serta usaha laki-laki itu untuk terus menggenggam tangan Irish, tidak ada artinya sama sekali. Pada detik Irish berbalas pesan dengan Keenan, kasih sayang Irish untuk kekasihnya itu telah mati.

Kesetiaan saja tak bisa Keenan penuhi, bagaimana dengan aspek-aspek lain? Irish tidak mau membayangkan betapa sakit hatinya jika sampai menikah pun Keenan tetap seperti ini. Atau sebenarnya memang sama sekali tidak ada niatan Keenan untuk serius pada Irish hingga dia berani berbuat begitu.

"Sejak kapan?"

"Harus banget apa dibahas, Rish? Aku udah minta maaf. Jangan karena satu kesalahan kamu lupain kebaikan-kebaikanku yang lain."

Pisau tak kasat mata bagai menancap di dada Irish, lalu mengoyak dan memperbesar luka tadi. Untuk beberapa saat Irish merasa benar-benar mati rasa. Keenan-nya yang dia sayangi tenyata punya pemikiran sekeji itu. Irish disuruh melupakan pengkhianatan besar di belakangnya. Tidak waras, kata itu mungkin tepat untuk menggambarkan Keenan.

Mana mungkin lupa Irish lupa pada semua kebaikan kekasihnya. Namun, rasanya masih tidak setimpal atas sakit yang Irish terima. Tidak ada toleransi bagi mereka yang tidak setia. Gadis itu tak akan pernah melupakan acuannya dalam mempertahankan hubungan.

"Coba bilang, apa kamu emang nggak mau nikahin aku? Jujur. Aku mau kamu jujur."

Keenan mengembuskan napas panjang. Lihatlah, seperti dia yang menjadi korban dan harus menjelaskan agar tersangka berhenti menuntut sesuatu. Masih tidak menyangka Irish memilih orang seperti Keenan. Jika ditengok ke belakang, hubungan mereka nyaris tidak ada masalah. Baru kali ini keduanya terlibat hal besar dan membuka mata Irish tentang Keenan yang sebenarnya.

"Aku belum mau nikah, Rish. Belum ada pikiran kapan mau nikah."

"Jadi semua hanya permainan? Kamu mau tidurin aku tanpa ada niat untuk nikah? Sialan, aku bodoh banget ternyata."

"Kita masih muda, Rish. Aku mau senang-senang dulu sebelum nikah. Itu kenapa aku belum mau bahas pernikahan. Kamu ngerti, 'kan, Sayang? Ngapain ribet-ribet nikah kalau dengan pacaran aja kita bisa bahagia?"

Air mata Irish mengering, atau bisa jadi matanya yang lelah menangis. Hatinya terluka lagi, kesakitan lagi, tapi tak setetes pun tangisnya mewakili. Nyeri di seluruh inci tubuhnya tidak terkira. Tubuhnya bergetar, sesungguhnya enggan percaya bahwa dia telah salah memilih.

Penilaian Dara selama ini tidak salah. Segala pemakluman yang Irish berilah ternyata yang salah. Di pikirannya Keenan hanya butuh sedikit waktu. Salah, Keenan tidak membutuhkan waktu untuk menyusun rencana pernikahan. Laki-laki itu tidak berniat menikah. Sejauh ini hanya Irish yang bermimpi tentang betapa sempurnanya mereka di hari pernikahan.

Musnah sudah segalanya. Irish tahu kisahnya kini usai. Tidak ada harapan sama sekali atas kelanjutan hubungannya dengan Keenan. Bukan begini alur yang Irish dambakan. Bukan begini akhir cerita yang Irish inginkan. Kisahnya tidak berakhir bahagia, Irish bisa apa? Untuk berjuang dan bertahan pun tiada guna.

Apa yang bisa dia pertahankan sedangkan dia tak memiliki apa pun? Keenan tidak teraih oleh Irish. Mereka menjalani kisah tanpa arah selama ini. Peran Irish tak lebih dari sekadar figuran di hidup Keenan. Apa? Apa lagi yang harus perjuangkan? Gadis malang itu telah kehilangan tanpa pernah memiliki.

"Rish, kamu mau maafin aku, 'kan? Kamu tahu dari mana tentang hubungan aku, Rish?"

Hari ini Irish baru menyadari bahwa Keenan memang tidak memiliki rasa malu. Buang-buang waktu saja dia mencintai laki-laki seperti itu.

"Ambil HP-ku di dekat jendela."

Keenan menuruti kata Irish. Laki-laki itu mengernyit melihat layar ponsel Irish retak.

"Sayang, kamu banting HP? Karena aku? Maaf, ya. Nanti aku gantiin."

Perut Irish kian bergejolak. Desakan mengeluarkan isi perutnya makin terasa karena kata-kata sayang Keenan dan betapa laki-laki itu tidak punya perasaan sama sekali. Finansial Keenan memang baik. Dia bekerja sebagai supervisor di salah satu hotel bintang empat yang berada di kawasan Kuta. Namun, laki-laki itu salah pengertian. Omset Irish setiap bulannya lebih dari cukup untuk membeli sebuah ponsel baru, hingga tidak perlu menukar harga diri gadis itu yang tercabik-cabik.

Ponsel itu sudah ada di tangan Irish. Keenan masih setia berlutut di dekat Irish. Sikapnya satu sama lain sangat bertolakbelakang. Kadang dia baik, menunjukkan bahwa Irish berharga. Kadang, dia bersikap dan berkata tanpa peduli Irish sakit hati.

"Udah berapa lama kamu main Madam Rose? Kamu belum jawab."

Layar ponsel Irish kini menampilkan laman pesan akun Ken Ken dan Bel. Keenan menatap tidak percaya ketika Irish menunjukkannya tepat di depan mata Keenan. Kedua sudut bibir gadis itu berkedut. Sudah seperti ini pun Keenan tidak menyadari kesalahannya, tidak merasa menyesal, dan Irish tahu dirinya yang bodoh telah memberi kepercayaan besar.

"Bel itu kamu? Kamu punya akun Madam Rose juga, Rish?"

"Bukan itu yang harus kita bahas. Aku cuma mau tahu sejak kapan, Berengsek!"
Ponsel yang tadi digenggam, kini Irish lempar lagi. Keenan terkejut mendapati Irish yang hilang kendali. Dia mencoba memeluk, tapi gadis itu berdiri dan dengan tegas melarang Keenan menyentuhnya.

"Oke, oke, aku cerita. Kamu tenang ya, Rish."

Keenan ikut berdiri, berjarak dengan Irish tapi tak saling bersentuhan. Kekacauan jelas terlihat dalam diri Irish, mematik sesal di hati Keenan mengapa dirinya harus ketahuan. Seharusnya memang Irish tidak tahu, bukankah begitu?

"Aku main Madam Rose sejak kamu nolak aku di mobil. Kamu nggak mau, tapi aku mau. Aku cari solusi lain dan harusnya ini bukan masalah besar, Rish. Hubungan yang kayak gitu nggak ada keterikatan. Aku masih jadi punya kamu."

Demi Tuhan, Irish tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Kata-katanya tertelan tanpa sempat keluar. Berbagai banyak makian yang hendak dilontarkan terasa tidak berguna. Hari ini Irish baru memahami Keenan. Dari awal mereka sudah tak sejalan, jadi sebenarnya Irish telah salah melangkah sejak lama.

Bagaimana Keenan bisa mengkhianatinya bahkan sebelum hubungan mereka berjalan enam bulan? Penolakan yang Irish beri tak sangka berujung separah ini. Di sisi lain, kalaupun Irish setuju untuk bercinta, bukankah dirinya hanya sebagai pemuas semata?

"Berapa banyak perempuan yang udah kamu tiduri sejak pacaran sama aku? Jawab jujur."

"Delapan, sepuluh, sebelas? Nggak ingat, Rish. Udahlah, jangan kita bahas lagi, ya, Sayang. Ini bukan masalah besar. Aku bakal berhenti. Kita lupain, ya?"

Mudah sekali Keenan bicara begitu. Hati Irish yang hancur tanpa sisa seolah-olah tidak ada artinya. Satu kali pun dia tak bertanya bagaimana perasaan Irish. Terlukakah? Sakitkah? Kecewakah? Tidak, Keenan sama sekali tidak bertanya. Penyesalannya tidak terlihat sedikit pun.

"Aku bingung mau ngomong apa setelah dengar jawaban kamu, Ken."

Masih berdiri, Irish menggeleng-geleng kecewa. Bukan hanya sedang memikirkan hati yang hancur, Irish juga sedang memikirkan perasaan orang tuanya jika tahu. Tak sanggup Irish memberi tahu bahwa sekali lagi dia telah salah menjatuhkan hati.

"Nggak ada yang perlu kamu omongin, Sayang. Aku minta maaf dan kita lupain apa yang terjadi barusan. Aku nggak akan main Madam Rose, tapi ...."

Kedua alis Irish hampir menyatu, menunggu kalimat Keenan selanjutnya.

"Tapi apa?" tanya Irish penasaran karena Keenan tak kunjung menjawab.

Tangan laki-laki itu terulur, hendak memegang lengan Irish. Namun, sekali lagi Irish menepisnya. Keenan menyerah dengan mengangkat kedua tangannya sampai sebahu.

"Kamu gantikan tugas mereka. Nggak sulit, 'kan? Kita saling suka, saling sayang, kita nyaman saat make out, harusnya nggak ada masalah kalau kita juga sampai-"

Plak!

Kata-kata Keenan tidak selesai, terpotong oleh sebuah tamparan yang mendarat keras di pipi kirinya. Laki-laki itu mengumpat kesal karena rasa sakit yang menjalari wajahnya. Sudah dipastikan Irish mengerahkan tenaganya dengan maksimal. Tangannya sampai kebas.
Perempuan itu bernapas tidak teratur, sedangkan Keenan menyipitkan mata terkejut. Ruangan mencekam oleh keheningan mereka dan tatapan tajam Irish.

"Rish, kamu tampar aku?"

"Harusnya aku tampar kamu dari dulu. Kita selesai, Ken. Kamu bisa pergi."

Keenan menendang meja kaca di dekatnya. Irish mengambil langkah menjauh, tapi tidak memberikan reaksi lainnya. Sampai sekarang air matanya tidak lagi menetes. Irish lelah menjadi pihak lemah yang tak bisa bersuara. Keenan menyakitinya, memancing keberanian Irish untuk membela harga diri yang diinjak begitu saja.

"Shit! Aku juga muak sama kamu! Sialan! Mau putus? Oke! Kita putus!"

Sekali lagi Keenan menendang meja. Dia membalik tubuh, tapi langkahnya urung terambil ketika Irish mencekal pergelangan tangannya.

Plak!

Sebuah tamparan mendarat lagi di wajah Keenan. Laki-laki itu sontak mendorong Irish hingga membentur tembok. Diusap-usapnya wajah dengan kemarahan luar biasa.

"Bekal untuk kamu bawa pulang, Ken."

"Sialan kamu, Rish!"

Keenan berjalan cepat keluar dari ruangan Irish, menyisakan gadis itu yang menutup lelah. Dia tidak ingin menangis, tidak ingin lagi jadi lemah, tapi untuk kali ini saja dia akan meluruhkan tubuh. Irish membiarkan dirinya tenggelam dalam sesal selama beberapa jam ke depan.

To be continued

Buat kamu yang kemarin ngarep Irish gampar Keenan, selamat! Permintaan dikabulkan.😂

Jadi mari tulis lagi harapanmu di part-part selanjutnya, siapa tahu bakal aku kabulkan.

Lav,
Putrie

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro