LBS-6

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Taburan cintanya jangan lupa,
Kakak.

🖤
🖤
🖤

Cukup dengan kamu berdiri diam di sana. Lalu biarkan aku tertawan pada pesonamu yang tanpa sengaja tertangkap oleh mata.

Ke mana saja aku selama ini, sampai-sampai melewatkanmu yang mampu menggetarkan dada?

🔥

Menjalani hari tanpa kehadiran Ayra adalah hal terberat yang Atala alami setelah kepergian sang ayah. Bukan hanya karena separuh hatinya lenyap, tapi melihat Keisha yang tumbuh tanpa pernah mengenal ibu adalah bagian terburuk dari kejadian itu. Tekanan darahnya tinggi, Ayra tak tertolong setelah melahirkan sang putri. Bersamaan dengan kebahagiaan tak terkira, Atala juga harus merengkuh luka dalam.

Orang-orang menyuruh Atala segera menikah lagi. Keisha dijadikan alasan utama agar ada sosok ibu yang mengisi hidupnya. Meskipun Atala setuju pada alasan itu, baginya tetap saja pernikahan bukan hal mudah untuk diputuskan. Ada yang mengganjal ketika Atala mencoba membayangkan seseorang menggantikan status Ayra.

Cintanya pada mendiang sang istri sangatlah besar. Tiga tahun menjadi duda, tak sekali saja berhubungan lebih dengan perempuan mana pun, dan Atala belum ada minat untuk segera mengakhiri masa lajangnya. Tangisan Ayra ketika menyentuh putri mereka untuk yang pertama dan terakhir, menjadi memori yang selalu berputar-putar di kepalanya.

David sampai menyuruh Atala bermain Madam Rose, berharap akan ada jodoh untuk sahabat dudanya di sana. Atala menurut, sekadar menjadikan Madam Rose sebagai hiburan, tanpa serius mencari pasangan. Dia memiliki beberapa match, tapi belum ada yang Atala janjikan temu.

Tidak berminat serius di aplikasi pencarian jodoh, Atala sepertinya perlu mengoreksi niatnya. Nyatanya sejak kemarin dia berusaha menemukan seseorang dari aplikasi tersebut. Rela tengah malam menghubungi Madam agar mendapat petunjuk.

Menyesal? Tidak, tidak. Bukan karena itu Atala ingin bertemu Irish. Dia hanya ingin mengetahui kabar sang mantan, meski Atala yakin kalau Irish menjalani hari yang normal. Begitu yang ada di kepala Atala. Karena kalau Irish terpengaruh pada ucapannya saat perpisahan, gadis itu pasti sudah mengamuk. Faktanya, Irish tetap tenang, membuat Atala tidak menyimpan rasa bersalah.

Setelah mengantar Keisha, Atala menuju Kuta. Salah satu distro bajunya terletak di sana. Biasanya dia akan memantau keadaan tokonya dua sampai tiga jam. Memastikan bahwa karyawan dan pengunjung tidak ada masalah.

Di distronya, Atala fokus memajang brand miliknya sendiri. Bisnis yang Atala rintis sejak kuliah bisa dibilang sukses. Dia memiliki tiga distro pribadi dan menyuplai produknya ke lebih dari sepuluh toko pakaian di Bali. Tidak sampai di situ, berkat pemasaran yang bagus dan kualitas produk yang terjamin, satu tahun ke belakang Atala berhasil memasuki pasar Malaysia dan Singapura. Pencapaian yang bisa dibanggakan.

Selepas dari melihat keadaan distro, Atala mengemudikan mobilnya ke daerah Renon. Dia mendatangi sebuah rumah dengan halaman luas. Di tangannya ada dua kantung besar berisi makanan.
Rumah Hangat, begitu Atala menamainya. Rumah yang dia harapkan selalu mampu menghangatkan orang-orang di dalamnya. Tidak peduli bagaimana badai di luar sana, Atala ingin rumah ini tetap membuat nyaman.

Kunjungan Atala disambut seorang pemuda berperawakan bongsor. Senyum ramah Atala terulas pada remaja yang kini sedang mencium takzim tangannya. Bayu segera meraih satu kantung yang Atala letakkan di bawah.

"Siang, Kak Atala. Udah lama nggak nengokin anak-anak."

"Siang, Bayu. Kakak sibuk banget akhir-akhir ini. Mereka semua apa kabar?"

"Pada nanyain Kakak. Kangen katanya. Yuk masuk, Kak."

Ragu, Atala urung melangkah. Waktu satu atau dua jam akan terasa kurang jika dia habiskan di sini. Bercanda serta melakukan interaksi lainnya dengan wajah-wajah polos itu sangat menyenangkan, sehingga Atala bisa butuh seharian penuh. Namun, kali ini dia harus menunda mengobati rindunya karena masih punya agenda lain.

"Kenapa, Kak?" Bayu menatap serius pada Atala.

"Kakak ada urusan. Besok Minggu juga sibuk. Kakak datang hari Senin siang, ya. Nanti Kakak main sampai malam."

"Oh, gitu. Ya udah. Nggak apa-apa. Nanti Bayu bilang ke anak-anak."

Satu kantung makanan lainnya diambil oleh Bayu. Atala segera kembali ke mobil setelah memastikan pada Bayu kalau tidak ada masalah selagi Atala tidak berkunjung. Semua aman dan masih nyaman bagi penghuni rumah. Setidaknya Atala menyempatkan datang walau tak menemui anak-anak asuhnya.

Dulu, Atala tidak ada angan-angan akan membeli sebuah rumah untuk dihuni orang lain. Namun, keadaannya jadi berbeda sejak Ayra mengungkapkan keinginannya memiliki peran dalam melindungi anak-anak kurang beruntung.

Pedal gas telah Atala injak, mobilnya meninggalkan Rumah Hangat untuk kembali membelah jalanan. Sembari menyetir Atala memikirkan sesuatu. Memang dia sudah mendapat informasi dari Madam kalau Irish ada di daerah Sunset Road. Namun, bagaimana dia akan memulai pencariannya?

"Pertama, datangi kepala lingkungan," gumamnya pelan.

Mantap atas tujuan pertamanya, Atala membuka aplikasi peta pada ponsel. Dia mengetik rumah kepala lingkungan, lalu dengan segera arahnya terlihat. Mobilnya melaju semakin kencang, yakin atas usahanya yang membuahkan hasil kali ini.

Harapan tetaplah harapan, kadang terwujud kadang juga membaca kecewa. Tiba di rumah kepala lingkungan, Atala tidak bisa bertemu dengan orang tersebut. Sedang berakhir pekan dengan keluarga, kata penjaga rumahnya.

Laki-laki itu menghela napas panjang, mengiringi langkahnya untuk kembali ke mobil. Seketika dia merasa konyol, mempertanyakan niatnya dengan tawa tertahan.

"Sebenarnya aku lagi ngapain? Delapan tahun udah lewat terus ujug-ujug nyariin mantan. Kacau."

Sejak kemarin Atala memikirkan cara agar bisa bertemu Irish, ingin memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja. Laki-laki itu tidak berpikir jauh bagaimana jika Irish memang baik-baik saja dan sudah menikah? Atala juga sampai beberapa menit lalu tidak memperkirakan jika seandainya Irish sudah melahirkan beberapa anak.

Keraguan Atala pecah, berganti dengan keteguhan niatnya sejak awal. Tidak apa, pikirnya. Sekalipun Irish telah berkeluarga, Atala juga tidak bermaksud mengganggu. Cukup dengan tahu secara langsung kabar Irish, maka Atala akan pergi setelahnya. Atau ... mungkin dia akan tinggal jika tahu yang sebenarnya.

Kebetulan ada di daerah Sunset Road, Atala akan mampir ke Jedaa. Beberapa hari lalu Rama pernah membelikannya kopi dan pastry di sana. Lidah Atala cukup termanjakan saat itu. Kali ini dia ingin mendatangi tempat itu secara langsung.

Butuh waktu kurang dari sepuluh menit untuk Atala sampai di Jedaa. Turun dari mobil dia langsung masuk dan beruntungnya dia tak perlu mengantre. Mata Atala menyusuri ruangan setelah menyelesaikan pembayaran flat white pesanannya. Lalu pandangannya jatuh pada kotak kecil di dekat tangan kirinya. Kotak kecil transparan yang di dalamnya berisi tumpukan kertas.

Penasaran, Atala meraih kertas tersebut lalu merasakan sedikit guncangan di dadanya. Kartu nama itu menjadi cahaya terang dalam pencariannya.

"Pemilik kedai ini bernama ... Irish Belen?" tanya Atala terkejut pada pegawai laki-laki di seberangnya.

Danu yang baru selesai menyiapkan pesanan Atala membenarkan pertanyaan itu.

"Ini nomornya Irish?"

"Ya, Mas. Kalau mau pesan kopi atau pastry untuk acara kantor bisa langsung hubungi Mbak Irish. Karena biasanya Mbak Irish ngasih harga spesial."

Demi bumi dan langit ... Atala ingin melakukan salah satu tarian selebrasi Jesse Lingard. Namun tentunya dia tak akan melakukan itu di sini meski semangatnya sangat menggebu. Senyumnya yang lebar sudah cukup untuk perayaan penemuan besarnya sekarang.

"Irish ada di sini sekarang? Saya mau bicara langsung kalau bisa."

"Sabtu dan Minggu Mbak Irish nggak datang, Mas. Kalau weekday seharian penuh di sini."

Sekarang Sabtu, besok Minggu, dan Atala teringat sesuatu. Mungkinkah Irish akan datang pada acara reuni akbar yang berlangsung di sekolahnya? Perihal reuni ini sudah ada pemberitahuan di grup alumni kelas Atala sejak dua bulan lalu.

Sebelumnya Atala tidak berniat datang sama seperti empat tahun lalu. Sekarang? Hujan badai pun tak akan menghalanginya untuk pergi ke reuni tersebut. Urusan pekerjaan yang harus dia tangani besok pun akan dikesampingkan sementara.

"Pesanannya, Mas."

"Thanks."

Lalu Atala kembali ke mobil. Dipandanginya gelas minuman bertuliskan Jedaa di tangannya, lalu bergantian memandangi kedai itu. Sejak tadi Atala hanya mampu tersenyum. Semesta ternyata berbaik hati padanya, memuluskan niatnya untuk bertemu dengan seseorang dari masa lalu.

Bisa saja Atala bertanya lebih banyak pada Danu perihal Irish. Namun, dia tahu itu tidak bagus sama sekali. Mustahil menanyakan hal pribadi semacam alamat rumah pemilik kedai kopi itu. Tidak apa, dia akan bersabar sedikit lagi untuk menandaskan rasa penasarannya.

Banyak kebetulan yang dia alami, mengarahkannya semakin dekat dengan Irish. Mungkin pertemuan pertama mereka setelah jeda panjang akan Atala mulai dengan pertanyaan apa kabar. Atau bisa juga dia akan bertanya dengan kalimat apakah setelah hari itu Irish tidak kesusahan.

Di benaknya, Atala sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana penampilan Irish kini. Masih samakah seperti dulu atau sudah berubah seiring waktu. Tentu Atala tidak peduli dengan itu. Besok jika benar-benar bertemu Irish, dia akan bertanya kabar, mengobrol sebentar, lalu kembali pada hari-harinya tanpa memikirkan gadis itu.

Teringat hal lain, Atala meraih ponsel dari saku. Dia mengirimkan pesan pada salah satu temannya yang bertanggung jawab untuk pendataan peserta reuni. Sejurus kemudian dia sudah melakukan pembayaran konsumsi melalui m-banking.

Di sakunya kini memang ada penghubung tercepat antara dirinya dan Irish. Mudah saja jika Atala menyalin nomor pada kartu nama itu ke ponselnya. Lalu melakukan panggilan dan bisa bertanya secara langsung pada gadis yang dicarinya. Atala tahu itu terdengar sangat mudah, tetapi teringat bagaimana Irish memutus komunikasi mereka kemarin, bayangan itu enggan Atala wujudkan.

Lebih baik menanti sedikit lagi. Lagi pula, Atala tahu ke mana harus mencari sekalipun Irish tidak datang pada acara reuni.

🔥

Sejak resmi lulus sekolah dan tidak lagi ada yang perlu diurus, sekali saja Atala tidak pernah berkunjung ke tempatnya dulu menuntut ilmu. Beberapa kali melewati bangunan itu pun tak menggugah Atala untuk mampir. Hari ini dia malah datang secara sukarela demi seseorang yang membuatnya penasaran tinggi.

Banyak yang telah berubah sejak terakhir kali Atala ada di sana. Beberapa gedung jadi bertingkat, yang Atala maknai sebagai penambahan ruang kelas. Halaman parkir lebih luas, hingga memuat puluhan mobil peserta reuni lainnya.

Sebelum memasuki sekolah, laki-laki itu sempat menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang. Ingatannya mengembara pada kali pertama dia mengajak Irish berkenalan di sana. Tadinya dia mengira bisa langsung menemukan sosok yang dia nanti di sana. Angannya ternyata tidak secepat itu untuk terealisasi.

"Atala, nih? Apa kabar, Bro? Wah, tambah keren aja!"

Sapaan pertama Atala dapatkan ketika mulai melangkah meninggalkan mobil. Senyum ramahnya mengembang, tapi sebenarnya dia lupa siapa laki-laki berewok yang baru saja menyapa.

"Sehat, thanks. Kamu kelihatan sehat. Keluarga sehat? Kerjaan lancar?"

Mungkin itu adalah salah satu dialog basa-basi Atala yang sangat busuk. Bagaimana tidak? Dia menanyakan kabar seseorang meski tidak ingat siapa orang itu dan siapa namanya. Atala tetaplah Atala, sosok yang pandai berbaur meski terpaksa.

Mereka berdua melanjutkan obrolan hingga tiba di depan aula. Di dalam sana orang-orang sudah berkumpul, tidak semuanya. Karena kapasitas ruangan yang terbatas, orang-orang juga banyak mengisi sudut lain sekolah. Atala masuk untuk mengambil sekaleng soda, kemudian keluar lagi demi menemukan gadis yang harus dia temui.

Dari tadi orang-orang menyapanya, menanyakan kabar serta kehidupan Atala sekarang. Dengan ramah laki-laki berkemeja biru menjawab semuanya. Bicaranya cakap, gesturnya luwes, tidak terkesan kaku maupun canggung.

Tahun telah terganti, mengubah banyak hal yang ada di bumi. Pesona Atala tidak termasuk ke dalamnya. Bagaimana orang-orang menyambutnya dengan ekspresi ramah menunjukkan eksistensinya masih diakui. Dulu dan sekarang, fisiknya masih mendapat pujian, terlebih ketika tadi Atala sempat bercerita perihal usaha yang dia bangun sendiri.

"Pamit dulu, ya. Mau lihat-lihat yang lain."

Begitu alibi Atala untuk keluar dari kerumunan laki-laki dan perempuan yang terperangah atas pencapaiannya.
Kaleng sodanya nyaris kosong. Sedikit demi sedikit dia teguk dengan pandangan mengedar ke seluruh sudut. Sudah satu jam sejak dirinya tiba, tapi Atala belum bertemu Irish. Mungkin dia tidak datang dan sebaiknya Atala pun begitu. Rasanya dia kembali sia-sia setelah bersemangat luar biasa.

Langit sore masih terang. Acara resmi reuni belum dimulai. Hal itu digunakan Atala untuk melanjutkan berkeliling sekolah. Kakinya yang tak dia perintah malah menuju ruang kelas Irish dulu.

Di bawah atap yang memayungi bumi dengan warna-warni mendamaikan, Atala menatap ruang kelas yang tertutup. Dia hendak menuju teras kelas Irish, tetapi seseorang menabraknya cukup keras dari belakang.

"Ah, sorry! Nggak sengaja!"

Tubuh Atala segera membalik. Jika sejak tadi dia lupa nama-nama orang yang menyapanya, kali ini tidak. Laki-laki itu ingat benar siapa perempuan yang menabraknya barusan. Reaksi perempuan di hadapannya memberi sinyal untuk Atala. Ada yang diketahui oleh perempuan itu.

"Dara, 'kan? Temannya Irish? Hai, apa kabar? Irish juga apa kabar?"

Dara yang sejenak terpaku segera menepis tangan Atala yang terulur untuk membantunya berdiri. Dia berdiri sendiri setelah jatuh, lalu memasukkan benda-benda yang tadi dia pegang ke dalam tas. Mata Atala cukup jeli untuk mengerti ekspresi dan melihat gerakan terburu-buru itu.

"Aku harus pergi," kata Dara.

Setelah usaha yang dia lakukan, setelah dirinya sudah ada di sana, Atala tak akan bodoh melepaskan temuan besarnya. Diteliti dari bahasa tubuh Dara, Atala tahu bahwa perempuan itu menyembunyikan sesuatu.

Pancaran tidak suka bahkan benci dapat Atala rasakan dari Dara. Ekspresi perempuan itu seolah-olah sedang menahan diri untuk tidak menelan Atala mentah-mentah. Sepertinya ada yang Atala lewatkan delapan tahun lalu, karena dia sama sekali tidak memiliki masalah dengan Dara, tapi malah mendapat tatapan tidak bersahabat.

"Tunggu," cegah Atala seraya mencekal pergelangan kiri Dara, "Kenapa kamu ngelihatin aku kayak gitu? Aku nanya baik-baik, tapi kamu malah judes."

Dara tersenyum sinis. Digerakkannya tangan, berusaha melepaskan cekalan Atala dan pergi dari sana. Gagal, usahanya tidak membuahkan hasil. Laki-laki itu terlalu erat menahannya.

"Kamu mau apa? Setelah delapan tahun lalu ninggalin Irish sekarang kamu mau tahu kabar dia? Helllooo! Buka mata kamu, At! Kamu bahkan sama sekali nggak pantas untuk sebut namanya setelah kamu ngehancurin hidup dia!"

Dada perempuan itu naik-turun. Emosinya jelas nyaris meledak. Detik ini Atala tidak mengerti arah pembicaraan Dara. Memang apa yang dia lakukan, hingga menyakiti Irish? Ingatannya tidak salah, kalau ketika itu Irish mengusirnya.

Tidak ada yang Atala lakukan selain mengatakan kejujuran itu dan ya ... tentu saja kesalahan dua hari sebelumnya. Bukankah itu tidak bisa jadi alasan untuk Dara mengatai Atala sebagai penghancur hidup Irish? Karena gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya.

Semua baik-baik aja saat itu.

"Maksud kamu apa? Kalau yang kamu omongin aku putusin dia, Irish nggak masalah. Dia nggak ngeluh hari itu."

Geram, Dara melotot lalu menendang kaki Atala. Sebenarnya dia berniat mengenai organ vital, tetapi laki-laki itu malah berhasil menghindar.

"Wow! Easy, Dara. Kita ngomong baik-baik, jangan pakai emosi."

"Fuck!" umpat perempuan itu setelah cekalannya dilepas Atala. "Kamu emang bodoh ya, dari dulu sampai sekarang. Pakai otak kamu buat mikir kemungkinan apa yang terjadi setelah kamu mutusin Irish, setelah kamu nidurin dia! Berengsek banget!"

Seumur-umur, ini adalah kali pertama Atala dimaki perempuan. Yang dia bingungkan, sebenarnya ada kejadian apa setelah hari berhujan itu. Tidak mungkin Dara yang sudah berjalan tergesa-gesa menjauhinya itu marah hanya karena Atala memutuskan Irish.

Atala akhirnya mengejar Dara. Dia harus tahu apa yang sebenarnya dia lewatkan. Lidahnya kembali hendak memanggil Dara setelah sampai di halaman parkir. Namun, suaranya tidak pernah keluar, teredam oleh keterpesonaan yang tak disangka.

Tubuh Atala mematung, menyaksikan Dara baru saja menyapa seorang perempuan yang turun dari mobil berwarna putih. Lalu Dara menerima panggilan dan sedikit menjauh dari teman perempuannya itu.

Gadis itu hanya berdiri di sana tanpa melakukan apa pun. Wajahnya terkena cahaya senja yang serupa filter sempurna di mata Atala. Jemari gadis itu menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dengan gerakan pelan.

Atala masih terpaku mendapati Irish berpenampilan celana jeans biru langit serta kemeja putih panjang bermotif garis-garis. Bagaimana dia membantah kalau gadis itu berhasil mengejutkannya? Gadis itu hanya diam di samping mobil, tetapi Atala tak bisa melepaskan pandangan seperti melihat objek menakjubkan.

Mencengangkan. Atala tidak mengira Irish bisa berubah sedrastis itu. Lalu Atala memegangi dadanya dan menutup mata sejenak.

Kacau!

To be continued

Holla! Apa kabar??? Semoga sehat ya. Maaf slow update banget. Huhuhu

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro