Eps 15 - SL 8 - Resah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Maaf, Terimakasih

• • • ₪ • • •

Montreal, 7 April 2018. 02:05
Kamar Joshua.

Josh memasuki kamar apartemen dengan perasaan resah. Ia melepas long coat hitamnya dan melemparkan coat itu ke sandaran sofa. Berjalan lesu kearah meja kerja, menekan tombol power pada CPU, lalu...

----------

Tunggu...tunggu...

Dian tiba-tiba berhenti membaca. Ia menyentuh ujung dagunya.

Kok judulnya gini?
Kok udah tanggal 7 aja?

Dian kembali membuka halaman sebelumnya. Berusaha menepis kemungkinan jikalau dia tak sengaja telah melewatkan satu halaman bab.

Namun ternyata Dian tidak melewati satupun.

Oke deh. Coba kubaca dulu saja.

Dian pun kembali mengulang, membaca dari kalimat pertama.

----------

...

Josh memasuki kamar apartemen dengan perasaan resah. Ia melepas long coat hitamnya dan melemparkan coat itu ke sandaran sofa. Berjalan lesu kearah meja kerja, menekan tombol power pada CPU, lalu meninggalkan meja itu ke arah lemari pakaian.

Selesai menukar pakaian, Josh melangkah ke arah meja kerja, menarik kursi, setelah duduk ia perasaan gundah melakukan double click ke icon aplikasi "dunia ke dua".

Antar muka dari aplikasi itu pun muncul, menampilkan promo dan penawaran bulan ini. Namun itu tak dipedulikan Josh.

Dengan cekatan ia mengetikkan kombinasi huruf dan angka pada kolom ID dan password, lalu menekan enter. Ia ingin segera menyelesaikan permasalahan yang ia buat dengan gadis itu.

Loading...

Josh tak ingin tidur malam ini. Setelah menimbang-nimbang selama dalam perjalanan pulang, ia ingin segera meminta maaf kepada Izza.

Namun sesuatu menghentikan niatnya untuk segera menulis email. Didapatinya icon kecil berbentuk amplop surat pada user interface miliknya, menyala dengan angka 2 tertera disamping icon tersebut.

Disentuhnya dengan ujung telunjuk, muncul email window.

Youve got 2 mails from Izzara Liana.

Josh tertegun.

Disaat dirinya ingin menulis permintaan maaf, Izza terlebih dahulu mengirimkan surel kepada dirinya.

Ia tak yakin apa isinya, bukan...sebenarnya lebih tepat bila dikatakan kalau ia merasa sama sekali tak siap dengan apa yang ada di dalam kotak surat itu. Walaupun ia juga sebenarnya sangat penasaran mengenainya, entah kenapa Josh ragu-ragu untuk membukanya.

Angan-angan Josh kembali ke masa beberapa jam di sore hari kemarin. Hatinya kembali kelu.

"...lo kenapa sih Izz!? Setelah lu nanya gitu ke gua, sekarang lo jadi kaya gini!!?..."

Kalimat-kalimat terakhirnya kepada Izza kembali teringat, menggema dalam benaknya.

"...lo anggep gua temen lo kan!? Terus kenapa lo perlakuin gua kaya 'pelanggan' lo yang laen sih!? Hah!? Apa perlu gua sewa lo supaya bisa ketemu agak lama sama lo, biar kita bisa ngobrolin masalah ini? Berapa harga lo!!? Gua bayar!!..."

Disana Josh sangat menyesali sikapnya. Josh baru menyadari akan betapa kasarnya dia. Ketika semakin ia mengingat peristiwa itu, semakin perih dirasanya dalam hati. Dan pertemuan merekapun diakhiri dengan sikap Izza yang meninggalkan dirinya, loging off secara tiba-tiba.

Dalam penyesalan, ia membuka inventory window, mencari item yang terletak pada kolom last saved. Sebuah foto yang ia ambil beberapa saat sebelum kejadian yang menyesakkan hati itu terjadi.

Open image...

Ialah foto Izza yang diambilnya secara diam-diam.

Ia menghayal, jika seandainya ia bisa sedikit mengontrol emosi, mungkin mereka akan bisa memikirkan solusi apapun untuk memperbaiki keadaan.

Namun, ia sangat sadar bahwa semuanya sudah terlanjur terjadi. Mungkin untuk saat ini, meminta maaf dan berusaha untuk memperbaiki semua adalah keputusan yang bagus. Setidaknya itu yang bisa dipikirkannya

Josh menundukkan wajah sesaat. Merutuki sikapnya sendiri. Ia mengenangnya, lagi.

• • • ₪ • • •

Montreal, 6 April 2018 - 03:31
Kamar Joshua.

Malam ini Josh tak bisa tidur. Beberapa kali ia merubah posisi tubuhnya diatas ranjang, dan tetap saja berujung pada kegagalan untuk hanya sekedar memejamkan mata.

Diliriknya sekali meja kerjanya. Disana terdapat 4 cangkir kosong yang tadinya berisi kopi. Tapi ia tahu, mereka bukanlah penyebab dirinya tak bisa tidur. Dia tahu pasti bahwa apa yang akan terjadi siang nanti, yang menjadi alasan utama, adalah waktu yang dinantikan. Hari ini adalah hari dimana Josh akan bertemu lagi dengan Izza.

Kegundahan Hatinya secara aneh menguasai pikirannya saat ini. Mungkin ini adalah kali pertama baginya untuk pada akhirnya ingin menyampaikan perasaan kepada seorang gadis. Namun salah satu sisi hatinya seakan mengambil alih separuh sisi yang lain dan bersekutu dengan logikanya, menyarankan Josh untuk menahan diri.

Josh masih menatap gelas-gelas kopi itu.
Kepalanya kini dipenuhi ingatan akan saat-saat ia bersama dengan gadis itu.

"hmph...". Entah untuk keberapa kali sepanjang malam ini Josh menghela nafas.

Sebenarnya ada hal lain yang membuat perasaanya tak tenang. Suatu hal yang sudah menjadi beban pikirannya semenjak ia berada di bar Sparrow dua malam lalu. Saat dirinya membagi cerita dengan dua sahabatnya.

"...bukanya gw mau ikut campur masalah hati loe sih Josh..., cuman..., take it easy aja bray. I mean...loe kan juga baru se-hari ketemu sama dia...jalanin dulu aja temenan sama dia...itung-itung pedekate lah...", kata-kata Mike terngiang di benaknya.

Josh sepenuhnya setuju dengan saran sahabatnya itu.

"...anak mana dia? Bali? Indonesia? ...jauh banget bro. Lu mau nyusul kesana?...", kata-kata Alan pun menariknya kembali dari alam angan-angan.

Semenjak dua malam yang lalu, pikirannya dipenuhi oleh perasaan kehilangan. Tetapi entah apa itu. Perasaan yang beberapa kali membuatnya tak fokus ketika mengurus status kepegawaiannya yang baru di perusahaan tempat Mike bekerja.

Sesuatu yang hilang itu dirasanya sangat penting. Tetapi sekuat apapun ia berusaha mengingat, josh selalu berakhir gagal. Ketika ia berhasil merunut semua hal yang harus dilakukannya dan menulisnya di halaman paling depan buku agenda, ia sangat yakin tak ada hal yang terlewatkan.

Menulis lamaran pekerjaan dan pergi untuk menemui Karel.

Datang ke pengadilan perdata untuk menyelesaikan dan mengambil berkas-berkas perusahaan.

Menemui profesornya untuk membahas beberapa bab yang berkaitan dengan thesis nya.

Menelpon Ibu untuk memastikan tanggal keberangkatan beliau ke Canada.

Memastikan Jadwal Ayah supaya ia bisa mempertemukan lagi kedua orang tua-nya.

Josh sama sekali tak menemukan jadwal apapun yang mungkin terlupakan.

Namun satu hal yang saat ini Josh sangat yakin, kalau sebenarnya hal itu berhubungan erat dengan Izza.

Semakin dalam Josh berusaha mengingat, semakin ia mendapati ingatan mengenai banyak hal yang sebenarnya janggal. Seakan sesuatu harus ia sampaikan ke gadis itu, tetapi ia tak tahu apakah itu. Dan beberapa hal lain juga mulai diingatnya.

Ia tak pernah mengingat pernah berdiskusi dengan gadis itu kapan dan dimana akan bertemu, tepatnya jam berapakah atau di region manakah tepatnya pertemuan itu akan terjadi. Yang lebih parah lagi, ia tak ingat kapan mereka berpisah dua malam yang lalu. Ia hanya ingat kalau terbangun di atas ranjangnya dalam keadaan head set masih dikenakannya.

Terbangun dengan perasaan yang luar biasa ringan dan segar, dan ia mendapati dirinya meninggalkan perangkat komputer dalam keadaan masih menyala, dengan account miliknya sudah dalam keadaan ter-Loged out tanpa mengingat posisi terakhir avatar-nya. Sebagai orang yang selalu mentaati schedule, itu adalah suatu hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.

Bimbang akan apa yang akan dilakukannya ketika nanti bertemu dengan Izza, menambah rasa gundah. Jauh di dalam hatinya, Josh semacam yakin kalo pertemuannya nanti sangatlah penting. Namun tetap saja, Josh sama sekali tak bisa mengingat apa alasannya.

Berujung kepada keputusan akhir, Josh berencana untuk melakukan saran Mike. 'Let it flow aja deh', pikirnya.

Memejamkan mata, Josh berusaha mengenang momen-momen bersama Izza, dengan harapan ia tertidur dan memimpikan saat-saat itu. 'ide bagus' pikirnya.

Angannya kembali pada saat mereka berada di Angelic Dolce. Saat itu adalah untuk pertama kali mereka berdua bisa berbincang dengan santai. Saling mempekenalkan diri,

'iya ya...kami sempet ke resto itu'. Satu momen mulai muncul kembali dalam ingatan. Disusul dengan sederetan peristiwa-peristiwa lain yang berkaitan. 'rasanya beneran kaya ngobrol sambil makan siang lho' kenangnya.

Momen lain mulai menampakkan diri di kepala Josh. Saat ia dan Izza membicarakan mengenai negara asal masing-masing. Lalu pembicaraan mengenai profesi Izza. Rasa terima kasih Izza kepada dirinya.

'ah...iya..' pekik Josh dalam hati ketika mulai mengingat hal-hal ajaib yang dilakukan Izza setelahnya.

Lalu ingatan-ingatan lain mulai muncul, mengenai obrolan-obrolan mereka di kamar Izza.

'...!!!'

Josh terkesiap. Ingatan mengenai momen itu terlupakan ketika ia bercerita kepada kedua sahabatnya.

Saat-saat Izza berbicara tentang apa yang dipercayainya sebagai "takdir", atau paling tidak itu yang disimpulkan oleh Josh.

Gadis itu menyebutnya dengan istilah dalam bahasa Fisika Kuantum. Quantum Entanglement gadis itu menyebutnya. Sebuah teori yang masih ramai diperdebatkan.

Secara sederhana, teori yang diprakarasai oleh seorang fisikawan terkemuka itu menyatakan bahwa

"ketika atom-atom yang berasal dari satu partikel yang sama dipisahkan, maka jika sekelompok atom di satu belahan diberi sebuah rangsangan getaran yang menyebabkan suatu reaksi, maka atom-atom yang berasal dari partikel yang sama namun telah terpisah akan menerima rangsangan dan menimbulkan reaksi getaran yang serupa walaupun sudah terpisah sangat jauh". Ya...mungkin seperti itu.

Jika Josh berusaha menyimpulkan, setelah ia mendengarkan penjelasan Izza, maka siapapun yang semenjak dahulu memang sudah pernah bersatu, suatu saat akan bertemu pada titik dimana garis takdir mereka bersilangan dan merasakan getaran yang sama?.

Pikirannya kini mulai kembali gundah. Semakin jauh dirasanya alam tidur. 'mikirin ginian kok jadi bikin gua ge-er ya'.

Josh menarik nafas panjang, lalu menghembuskan lewat mulut. Diulanginya beberapa kali sampai dirasanya pikiran kalut mulai berangsur tenang. Kini hatinya pun mantap, dan tubuhnya bersiap untuk perlahan semakin mendekati tidur.

'semenjak kapan ya gua punya kebiasaan atur nafas panjang?'. Pikiran Josh kembali terjaga.

'tapi nggak papa lah, lumayan enak kok'. Josh tersenyum berharap nanti siang semuanya akan berjalan baik-baik saja.

'apa ya yang kurang?', dan Josh kembali gagal untuk berhenti memikirkannya.

'apa sih perasaan gua ke Izza?', semakin jauh dari usahanya untuk tertidur.

'apa sih yang kepengen gua omongin ke Izza?'. Dan kepalanya kembali dipenuhi oleh gadis itu.

'kapan gua tidur??'. Josh mengurut-urut keningnya sambil memejamkan mata. Berusaha menenangkan diri, ia mencoba fokus pada rasa lelahnya selama dua hari ini. Namun yang terjadi adalah pertanyaan demi pertanyaan semakin ramai terulang di kepala. Dan hal-hal yang berhasil ia ingat, kembali dilipakannya.

Sampai entah berapa lama hal itu terus terjadi, akhirnya Josh terlelap, masih dalam kegundahan menghinggap di dadanya.

• • • ₪ • • •

Montreal, 6 April 2018, 14:02
Kamar Joshua

Pria itu sudah bersiap di depan perangkat komputer. Setelah seharian perasaan gundah masih setia menghinggap di pikirannya. Josh memutuskan untuk memberikan ketukan ganda pada launcher icon "dunia" itu.

"...fyuh..." menghela nafas sejenak sebelum akhirnya dengan cekatan jemarinya menekan beberapa tombol di keyboard, dan diakhirinya dengan menekan enter.

Log In !!

Loading...

Kumapon Theme Park

'eh!? Disini ya?...oh iya ya...' Josh teringat saat dimana Izza dengan ajaibnya -sembari mengulurkan tangan, gadis itu membaca beberapa kejadian di masa lalu. Diakhiri dengan memberi Josh beberapa saran untuk beberapa kejadian di masa yang akan datang- begitu ingatnya.

Sama seperti saat pertama kali Izza mengajaknya kemari, tempat ini ramai dikunjungi banyak avatar. Sejenak ia menyapukan pandangan ke sekeliling.

Setelah puas melihat-lihat, dengan sigap ibu jari dan telunjuknya menekan kombinasi ctrl + f, dibukanya laman pertemanan. Menelisik satu persatu nama-nama yang tercantum di daftar, tetapi ia tak bisa menemukan nama Izzara.

Josh mendengus lesu ketika dirinya teringat bahwa semenjak pertemuan pertama dengan gadis itu, mereka sama sekali tak pernah bertukar Id Avatar masing-masing untuk saling mendaftarkan nama mereka pada kolom pertemanan.

'trus gimana nih cara gua ketemu ama tuh anak?' Josh berfikir sejenak,

'ah! Angelique Dolce!! Gua nanya Nathan aja!'

"Nggak usah Josh...aku dah disini kok" suara Izza terdengar dari arah belakang.

"...!!!".

Agak sedikit terkejut, Josh memutar tubuhnya. Dilihatnya gadis itu dari ujung kepala sampai kaki. 'aduh! kok lu manis banged sih Izz'.

Hari ini gadis itu mengenakan summer dress berwarna krem dengan motif bunga-bunga. Rambut berwarna chessnut-nya diikat kebelakang agak tinggi. Dan seperti biasa, sepasang sayap putih kecil melayang di belakang punggungnya.

"Hi Josh...apa kabarmu hari ini" sapa Izza.

"Umm...doin' great actually, kamu gimana Izz? Is everything good?" Balas Josh, berusaha keras terdengar tenang.

Izza tersenyum manis seperti biasa, "tergantung...hihi" Izza menjawab.

'eh? Tergantung?' Josh membatin.

"Yuk pindah...disini rame...ke Dolce aja mau?" Ajak Izza seraya memutar tubuhnya, dan berjalan ke suatu arah yang tak sesuai dengan ingatan Josh mengenai tempat resto yang bernama Angelique Dolce itu berada.

"kok jalan ke arah sini Izz? Bukannya Dolce ke arah sana tadi ya?" Tanya Josh sambil menunjuk kearah yang berlawanan.

Gadis itu menoleh, dengan senyum yang masih saja terlihat manis ia menjawab "udah...ikut aja...".

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro