Eps 17 - SL 10 - Perpisahan (18+)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

...

Dian mulai membaca bab berikutnya tanpa jeda.

---------

Terakhir

• • • ₪ • • •

Montreal, 18 mei 2018 - 23:56

Setelah lebih dari satu jam ia hampir tak melakukan apapun di "Dunia kedua" ini, Josh memutuskan untuk berhenti sejenak.

Setelah mengenang semuanya, sungguh ini semua semakin membuat dirinya merasa, entahlah. Josh sama sekali tak mampu untuk mendeskripsikan keadaannya saat ini. Sebuah keadaan yang sangat menjengkelkan baginya, ketika ia tak dapat mendefinisikan suatu permasalahan.

Logikanya gamang. Suatu kondisi mengambang, dimana saat satu variabel tidak menemukan koefisien yang tepat, sehingga rumus takkan menemukan equivalen.

Namun lain dengan hatinya.

Ia merasa yakin, kalau ada sesuatu harus ia selesaikan. Seakan suatu keinginan harus ia tuntaskan. Walaupun Josh sama sekali tak punya gambaran, apa yang sebenarnya ia butuhkan.

Ia hanya mengerti satu hal, bahwa dirinya hanya ingin berbicara dengan Izza, sekali saja.

Ia menghela nafas, sejenak ia menyerah.

Ia melihat kearah monitor. Lalu ia berdiri dari kursi, membawa mug porcelain hitamnya ke arah dapur. Berniat untuk kembali membuat kopi.

Saat tangannya hendak meraih kenop almari pantry, sebuah nada notifikasi terdengar berdenting dari head set yang masih dikenakannya. 'email masuk?'

Hatinya sejenak bersorak.

Ia melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan dapur menuju meja kerja. Dalam perjalanan, ia mendegar lagi nada notifikasi berdenting sekali. 'dua email?'

Hatinya mulai ragu.

Josh duduk di kursi dan dengan segera melirik ke arah icon bergambar amplop pada tool bar yang terletak di bagian paling atas user interface nya.

Tertera angka 2 disamping icon itu. Tak menunggu lama, Josh segera menekan dengan ujung jari telunjuk. Membuka kolom inbox.

Youve got 2 mails from Izzara Liana.

'finally!!'

Pekik Josh dalam hati.

Satu bulan lebih ia menunggu. Bukan untuk sebuah jawaban akan perasaan. Hanya kabar dan balasan. Ia hanya ingin tau bagaimana sebenarnya respon gadis itu.

Walau sebenarnya jika boleh jujur, ada sedikit perasaan egois di dalam hatinya. Sebuah perasaan yang tak ingin disamakan dengan laki-laki lain yang pernah hadir di dalam kehidupan gadis itu.

Josh memilih tautan surel yang pertama.

___________________________________
___________________________________

"hai Josh, apa kabar?. Kuharap kau baik-baik saja.

Tiap pagi aku selalu log in dan berharap ada email baru darimu. Selama sebulan ini, itu jadi kebiasaan baru buatku.

Ya Josh.

Aku selalu membaca setiap email yang kamu kirim, nggak pernah sekalipun kulewatin. Tapi maaf, aku tak bisa membalasnya. Kau akan tau alasannya sebentar lagi. Sabar ya.

Dua menit yang lalu aku melihat avatarmu dalam posisi idle. Aku mendekat dan ternyata seperti biasa, kamu lagi bikin kopi. ^_^.

Trus kutinggal lagi deh. (maaf, sebenarnya aku takut bertemu lagi deganmu. Sabar ya, bentar lagi semua akan terjawab. Maafkan aku Josh)

Maaf, sewaktu aku ada disebelah avatar kamu, aku melihat sekilas kedalam kepalamu. Kulihat kamu sudah memaafkan teman se-perusahaan mu. Aku turut senang. Karena dengan itu, lingkaran karma mu kali ini dipenuhi dengan karma baik.

Dan sekarang telah tiba waktu ku untuk berkomunikasi terakhir kalinya untuk kita. Maaf, sekali lagi bersabarlah. Sebentar lagi kamu akan tau alasannya.

Di email yang kedua. Aku kirimkan sebuah object. Download aja. Disana, kesimpan semua perasaan sama ingatan kita yang secara sepihak udah aku "tutup" buat kamu. Maaf aku ga bisa kasi langsung ke kamu. Terus terang aku takut Josh. Karena apa yg ada disana itu penting banged buat aku.

Aku minta maaf karena udah egois banged. Maaf Josh. Dan aku nggak akan berhenti buat minta maaf kekamu. Sampai kapanpun. Nanti kamu akan mengerti.

Setelah kamu buka, kamu lakuin aja kaya waktu kita di kumapon (kamu masih inget kan?). Dan kamu bakal ngerti semua.

Maaf ya Josh, maaf. Aku gak akan pernah berhenti minta maaf ke kamu. Dan aku harap, apapun yang kamu pelajari dari aku, gunain semua atas nama kebaikan. Kejujuran hati kamu lebih dari cukup untuk jadi guide buat kamu ke sana. Maaf ya aku ga bakal bisa nemenin kamu lagi. Maaf Josh, maaf.

Yang terakhir.

Setelah sebulan aku berfikir, kamu emang bukan "klien" buat aku. Kamu jauh lebih dari itu. Maka dari itu, kukirim objek yang ada di email satunya. Tapi, untuk yang terakhir ini, sekali lagi Josh, aku minta maaf, aku benar-benar harus pergi.

Setelah nanti kamu udah inget semuanya, tolong buka kolom deskripsi di akun ku. Tolong ngertiin aku Josh. Maaf aku egois, tapi tolong, tolooong banged, relain aku ya."

"Maaf."

With a lot of love, your beloved friend
"Izzara Liana."

_____________________________________
_____________________________________

Josh menghela nafas panjang. Berusaha mencerna setiap kalimat yang ditulis oleh gadis itu.

Walaupun ia masih ingat hal-hal ajaib yang dilakukan gadis itu, lagi-lagi ia merasa kagum dan sedikit aneh. Satu bulan sudah dilaluinya tanpa bertemu lagi dengan Izza, sedikit membuatnya lupa akan sensasinya.

Sedikit bersemangat, dengan ujung jari telunjuk ia membuka tautan yang kedua.

Downloading object...

Setelah proses pengunduhan selesai, tampak sebuah benda seukuran lengan avatar melayang rendah didepannya.

Sebuah kristal.

Ia mengubah sudut pandang ke independent view lalu melakukan zoom in ke arah benda itu. Ia melihat benda itu dengan seksama. Kemudian Josh mencoba melakukan apa yang disarankan Izza, dengan berusaha menggali ingatan akan peristiwa saat dirinya dan Izza berada di sebuah theme park. Mengingat-ingat apa saja yang mereka lakukan.

Setelah beberapa saat, sedikit agak ragu, ia menyentuhkan telapak tangan pada layar PC, kemudian memejamkan mata. Mengatur nafas, dan dengan benaknya ia fokus membayangkan kristal itu bersentuhan dengan telapak tangannya.

Seiring dengan semakin teraturnya nafas, didengarnya background music semakin lirih meredup, dan berakhir menjadi senyap.

Dan yang terjadi selanjutnya sungguh sebuah perasaan yang sama sekali tak pernah dijumpainya.

"...!!!"

"...!!!!"

"...!!!!!!"

Tubuhnya menegang.

Sebuah perasaan mengalir deras menghantam kepala bagian depan. Tiga kali.

Namun kemudian secara lembut, sesuatu menelusup masuk, disebuah tempat tepat di pertengahan keningnya.

Diiringi dengan sebuah perasaan yang menyeruak tiba-tiba, keluar membuncah dari dada dan uluhati, mengalir menuju ke tulang belakang, lalu kemudian terasa perlahan membungkus, menutupi tubuhnya dengan kehangatan.

Dan yang selanjutnya terjadi ialah, dia menangis.

Seketika Josh melihat, merasa, mengingat, dan memahami semuanya.

Siapakah Izzara.

Siapakah dirinya.

Rasa hangat yang menyelimuti terasa semakin intens, bersamaan dengan serbuan ingatan dan kesan akan malam itu. Semua seperti tersaji secara bersamaan di ranah seluas apapun visinya bisa mempersepsi.

Namun secara kontinyu, semua perasaan dan ingatan saling membelit dan melepas secara harmonis, bertautan dengan tempo nafasnya. Kini Josh seakan mempersepsi kalau, hukum sebab dan akibat bekerja dengan konsep yang sangat baru baginya.

Korelasi antar waktu dan tempat pun bisa terlihat olehnya, tak ubahnya seperti dirinya melihat sebuah benda. Dimana mereka terpisah oleh batas tipis tak terlihat, namun tetap bertautan.

Dan kemudian, benaknya mengingat semuanya secara utuh.

Semua ingatan yang hilang mengenai malam itu, malam terakhirnya bersama Izza. Mengenai pembicaraan mereka. Mengenai penyatuan mereka. Dan segala hal yang pada akhirnya membuat Josh memahami hampir semuanya. Mengenai Izza dan alasan dibalik semua sikap gadis itu kepada dirinya, di akhir perjumpaan mereka, beserta emosi-emosi yang mendampingi mereka kala itu.

• • •

Kamar Izza...

...

Setelah kecupan lembut yang hangat itu, Josh seakan bisa mendengar suara seseorang seperti menahan tangis. Lalu kemudian suasana terasa sunyi sesaat.

Josh membuka mata.

Avatar milik Izzara terlihat diam. Sama sekali tak ada pergerakan. Tiba-tiba ia merasa resah.

Kurang lebih selama satu menit Josh terdiam menunggu. Menerka nerka apa yang sebenarnya terjadi, karena selama beberapa menit terakhir, sikap Izza membuat dirinya merasa khawatir.

"ehem...maaf", akhirnya suara Izza terdengar lagi.

"that's okay Izz...tapi...lu gak papa kan?". Josh khawatir.

"aku nggak papa kok...", Izza membetulkan posisi duduknya. "...hari ini adalah hari terbaik ku sepanjang pengalaman ku hidup di dunia ini dan IRL. Terserah apapun yang bakal kamu pikirkan, kedatangan kamu udah aku tunggu sangat lama...dan...aku bener-bener kepengen berterimakasih sama kamu".

'elu kali Izz yang gua tunggu, 10 tahun lebih gua ga percaya sama cewek. Baru 6 bulan juga gua balik komunikasi sama ibu.

Lu cewek pertama yang gua terima buat deket ama gua. Gua mikir apa sih ini! Belum se hari juga gua kenal, tapi kok gini banged ya perasaan gua? Lagian apa maksud nya coba, udah nungguin gua?'. Rentetan perasaan secara tiba tiba memenuhi hati Josh.

Izza kembali tersenyum, "...nggak ada yang namanya kebetulan Josh. Mungkin semua udah menjadi ketetapan semenjak dahulu kala. Mungkin hari ini adalah jawaban untuk kegelisahan kita masing-masing. Mungkin kita memang sudah sejak lama saling menunggu. Dan mungkin hari ini adalah waktu dimana semenjak entah kapan, sudah ditetapkan menjadi titik pertemuan kita. Dan aku sungguh berterima kasih sama kamu buat segala perasaan dan kejujuran kamu. Sudah lama sekali semenjak terakhir kali aku bertemu dengan seorang manusia yang jujur dengan hati, kata, dan perbuatan. Makasih banyak udah datang ke dunia ini hari ini".

Josh terhenyak, tubuhnya kaku.

Kata-kata Izza sungguh secara ajaib membuat Josh merasakan sesuatu yang secara liar merambat cepat dari ujung kaki, terus keatas hingga ke ujung kepalanya. Sedih, gundah, bahagia, semuanya serasa memenuhi dadanya.

Hangat.

Itu yang terakhir dirasakan oleh Josh. Tetapi ia tak perduli. Entah apa yang terjadi dengan dirinya sekarang, Josh sudah tidak perduli lagi. Hanya perasaan penuh yang hinggap di hatinya, membuat Josh ingin menikmati kebersamaan ini. Memang semu, tapi...'gua udah nggak perduli lagi, gua seneng elu udah ada disini Izz'.

"now...untuk seseorang yang spesial, dan untuk momen yang spesial pula, aku ingin melakukan sesuatu. Aku harap kamu mau nerima apapun yang akan aku kasi ke kamu Josh" Izza berkata dengan tenang. Seakan semua emosi yang baru saja mereka rasakan menguap hilang.

Hanya perasaan 'Hangat'.

Josh hanya mengangguk. Menyetujui apapun yang akan dilakukan oleh Izza. Ia hanya ingin brada bersama dengan gadis itu saat ini.

"makasih ya Josh..." kedua tangan mungil milik Izza menggengam tangan milik Josh. "...dan setelah ini...aku bakal ngelakuin sesuatu sama kamu. Anggep aja... ini... adalah caraku untuk berterimakasih sama kamu ".

Josh seperti benar-benar merasakan remasan lembut pada kedua telapak tangannya.

"And for now...dibelakang kamu, apa bener ada tempat tidur Josh?". Gadis itu bertanya.

"ya...di belakang gua ada kasur". Jawab Josh.

"headset kamu bluetooth Josh?".

"yeah...headset gua bluetooth". Tukas Josh.

"now listen to me, i want you to lay yourself on your bed...". Pinta Izza.

"eh?...kita mau ngapain ya?", Josh bertanya. Saat ini ia melihat wajah Izza kembali tersenyum manis.

"udah deh...percaya aku. Coba kamu baring deh di tempat tidur". Kali ini senyum Izza terasa hangat.

"eh? bentar Izz. Lu mau ngapain gua ya?...". Seketika Josh ragu-ragu.

"udaaah...percaya deh...dah sana gih". Masih dengan senyum yang semakin manis.

"okay...". Josh ragu-ragu berdiri dari kursi nya, lalu melangkah ke arah tempat tidurnya. Ia duduk di tepian. "...now what?".

"sekarang kamu rebahan deh, sediain ruang yang cukup untuk pengait headset kamu. Dan atur sedemikian rupa sampe kamu bisa berbaring dengan nyaman".

Josh menuruti Izza. Ia membaringkan dirinya, lalu mengatur posisi sebentar, membenarkan posisi tubuhnya. "done!...now what Izz?".

"now close your eyes, and just listen to whatever i say to you...okay?".

"Alrigth...". Josh menyanggupi. Ia memejamkan mata.

"sekarang hanya gelap yang ada di mata kamu...rasain aja kesunyian yang saat ini hadir. Cuman ada kamu, dan suaraku...". Izza mulai berbicara. Suaranya lirih.

"sebisa kamu...visualisasikan avatar ku berdiri tepat didepan mu Josh. Dan perlahan aku melangkah mendekat ke kamu...". Kali ini suara Izza terasa mempunyai jarak.

"sekarang aku berada tepat didepan mu Josh".

"...!!!".

Josh terkejut. Suara Izza terasa benar-benar berada tepat di depan wajahnya. Seketika ia ingin membuka mata.

"don't open your eyes Josh!! ... Promise me. Apapun yang terjadi, jangan buka matamu". Tukas Izza cepat. Membuat Josh mengurungkan niatnya.

"...Trust me, and just listen to my voices and enjoy everything".

Tengkuk Josh meremang. Perasaan yang asing mulai menyerangnya.

"sekarang wajahku mendekat ke arah telinga kiri mu". Izza berbisik.

"...!!!"

Tubuh Josh menegang. Suara gadis itu benar-benar terdengar hanya di sisi telinga kiri Josh.

"now listen to only my wishpering voices. Berjalan perlahan dari arah kiri telingamu....ke depan wajah...".

"...!!!!!!"

Josh benar benar bisa mengikuti suara bisikan Izza. Berjalan dari telinga kirinya, berhenti tepat di depan wajahnya.

"...!!!!!!!!"

Sesuatu terasa menyentuh ujung hidungnya. Lembab dan hangat.

"don't open your eyes. do you felt that Josh?". Bisik Izza lambat, menenangkan.

"yeah...apa tuh tadi? Lu apain hidung gua?". Seluruh tubuh Josh masih menegang. Otak nya kini berusaha keras untuk mencerna pengalaman yang benar-benar baru.

"hihihi...". Tawa Izza terdengar lirih. "a little kiss to a good boy..."

Kemudian sebuah sensasi menekan lembut Josh rasakan menyentuh bibir atas, lalu kemudian bibir bawahnya.

Tengkuk dan seluruh tulang punggungnya meremang utuh saat sensasi hangat dan lembab itu ia rasakan.

Detak jantungnya mulai tak beraturan. Nafas nya memburu.

Kini dirinya benar-benar gelisah. Seluruh logika-nya runtuh, luruh lantak bersama dengan perasaan takut yang kini mulai menyeruak dari dadanya.

"don't be afraid boy...i won't do any harm...trust me Josh... and just surender yourself to this sensation and accept everything.... ". Izza berhenti sejenak.

"...Breath in slowly...and then breath out through your lips...". Izza berbisik lamban.

Suara gadis itu masih terdengar. Otak Josh meng-kalibrasi kasar, suara itu hanya beberapa mili di depan hidungnya. Kali ini ia menurut. Ia menarik nafas perlahan dengan hidungnya, lalu menghembuskannya perlahan melalui bibir. Seperti yang diperintahkan gadis itu.

"hihihi...bau kopi...". Izza berbisik usil.

"oh God Izz!!! Gua takut!! Sumpah!!!". Pekik Josh tiba-tiba.

"Susshhh...jangan takut...", Izza masih berbisik. "...selanjutnya, kalo aku nggak nanya... jangan ngomong apa-apa dulu ya....". Kali ini suaranya terdengar bergerak perlahan ke leher Josh.

Sedetik kemudian Josh merasakan suatu sentuhan hangat yang tadi ia rasakan menyentuh ujung hidung dan kedua bibirnya, sekarang mendarat di sisi kanan bawah lehernya, bergerak lambat ke atas. Agak lembab. Mendekat ke telinga kanan nya. Josh semakin khawatir dan takut, namun suara yang didengarnya setelah itu, entah kenapa seakan membuatnya seketika tenang.

"sekarang aku di telinga kiri mu Josh...nggak usah takut lagi... Aku nggak kemana mana kok...". Bisikan Izza kini terasa hadir bersama dengan hembusan udara. Tipis, dan dengan tempo yang lamban yang membuat Josh merasa nyaman. "...for now, i'll never leave you...i wan't you to enjoy this bliss...together with me".

Sebuah sensasi lain dirasakan Josh menyentuh ujung cuping telinga kanan. Lembut, sedikit menarik nya, lalu tarikan kecil itu terlepas.

Saat ini sudah tak ada lagi ketakutan.

Hanya perasaan tenang.

Detak jantungnya mulai kembali ke tempo yang nyaman. Nafasnya melambat, bersamaan dengan itu ada rasa lain menggantikan rasa takutnya, hadir saat itu juga, tapi Josh tak mengenalinya.

"good boy..., that's it...Josh. stay with me...". Suara bisikan Izza berjalan dari telinga kanannya, melewati mata kanan.

Sebuah sentuhan hangat namun singkat, mendarat di keningnya. Josh mulai menikmatinya.

Kemudian sentuhan hangat itu terasa menyentuh kelopak mata kirinya yang masih terpejam, singkat. Kemudian berpindah ke kelopak mata kanan.

Perasaan asing yang tadi dirasanya kini semakin kuat.

Sekarang sentuhan itu hinggap sejenak di ujung hidung, lalu berpindah ke kedua bibirnya bersamaan, hinggap berhenti disana.

Sentuhan itu terasa agak lama. Hangat, agak lembab. Terasa terangkat sesaat, lalu hinggap lagi. Terulang beberapa kali, sampai Josh mulai terbiasa dengan sensasinya.

Perasaan hangat mulai memenuhi dadanya. Menjalar dari arah tulang belakang, lalu kedepan. Josh mulai menikmatinya. sekarang perasaan asing itu sudah hampir menguasai seluruh nalarnya. Dan seketika sentuhan-sentuhan di kedua bibirnya terlepas.

Kemudian Sunyi menghinggap, tak terdengar suara apapun.

Kosong.

Tak ada lagi sensasi apapun.

Dua detik Josh tak mendengar apapun.

Lima detik.

Sepuluh detik.

Limabelas detik.

Kali ini Josh mulai khawatir. Tapi ia tak boleh membuka mata nya.

Secara naluri, ia semakin menajam kan pendengarannya. Berusaha mencari-cari dan menangkap bunyi-bunyian sekecil apapun. Nafasnya mulai menghembus tak teratur. Sedikit perasaan panik menyerang. Detak jantungnya mulai kehilangan tempo. Kini nafasnya mulai tak teratur.

Masih dalam keadaan mata terpejam, bola matanya bergerak-gerak, bersama dengan detak jantungnya yang mulai tak beraturan, berharap bisa menangkap sosok yang beberapa saat lalu dirasa terus ada bersamanya.

Duapuluh detik.

"hihihi...nyariin aku ya". Tiba-tiba suara bisikan Izza terdengar lagi.

Josh menghembuskan nafas lega. Jantung nya masih berdetak kacau. Ingin rasanya ia mengungkapkan kekhawatirannya, namun diurungkan nya karena janjinya pada gadis itu untuk tidak berbicara.

Ia masih memejamkan mata, dan terdiam.

Izza mulai berbisik lagi perlahan, "i've told you to trust me, don't i Josh...".

Satu kecupan terdengar dan terasa mendarat di kening Josh.

'eh? Sekarang ada suaranya?'. Pekik nya dalam hati.

Lalu kecupan itu turun dan hinggap singkat ke ujung hidungnya.

"yes Josh...kesadaran mu kini sepenuhnya ada bersama ku...". Bisik Izza perlahan.

Sebuah kecupan hinggap di bibirnya. Singkat, namun terasa sedikit menekan.

Tanpa sadar Josh membuka tipis bibirnya. Mengharap lebih. Namun ia hanya merasakan hembusan nafas tipis menyapu lembut permukaan kedua bibirnya.

"Josh...talk to me...kamu suka semua ini?". Bisik Izza.

Sebuah ciuman sekali lagi hinggap singkat di bibir Josh.

"...semua hal ajaib yang kamu lakuin ke aku ini?...". Tanya Josh balik.

"ya Josh...". Bisik gadis itu, yang diikuti kecupan ringan di kedua kelopak mata Josh.

"iya...Izz...aku suka...". Jawab Josh.

Dan kemudian secara sporadis, sebuah sensasi yang lebih massive terasa menyerang seluruh indera yang Josh miliki secara tiba-tiba. Seketika semua indra menajam, dan masing-masing mendapatkan input yang semakin intens tiap detiknya.

Sebuah ciuman hinggap di bibirnya. Intense.

Lidah merasakan lidah lain bertautan dengan miliknya lembut. Terulang beberapa kali. Dirasa nya hadir bersama dengan cairan asing.

'ludah?, terasa agak manis...'. Benaknya mempersepsi.

Lalu ia merasakan seseorang hadir, menindih nya dari atas, memeluknya lembut, perlahan semakin erat.

Kulit dada dan perutnya merasakan sebuah beban, kemudian lembut terasa beradu dengan kulit lain yang terasa lebih halus.

Sekejap ia tersadar, tubuhnya tak terbungkus apapun. Ia telah telanjang.

Namun logikanya yang kini bekerja hanya sebatas sensori, seperti sudah tak mau lagi untuk memproses informasi apapun lebih jauh.

Satu demi satu indera nya semakin menajam.

Kini samar-samar sebuah aroma manis mulai merayap memasuki rongga hidungnya.

'peach?'. Otaknya berusaha mengenali aroma itu.

Namun sedetik kemudian ia sudah tak perduli lagi. Ia hanya ingin menikmati moment ini. Pelukan paling hangat, menenangkan, dan paling menyenangkan yang pernah ia rasakan seumur hidup.

Sensasi gerakan dan pelukan itu kini berhenti. Namun beban dan sentuhan yang dirasakan kulit tubuhnya masih ia rasakan.

Sebuah perasaan asing yang dirasakannya hadir semenjak tadi, kini sudah penuh mengisi seluruh bagian tubuhnya. Dan kali ini ia mengenalinya. Sebuah rasa untuk mengharap dan menerima.

Kini ia menerima Izzara Liana secara utuh dalam hatinya.

Bersamaan dengan itu, Josh merasakan sensai berat tubuh yang sedang bernafas, dan ia berani bersumpah, kini ia bisa merasakan detak jantung pemilik tubuh yang sedang menindihnya.

Sebuah bisikan yang sangat lirih didengarnya di telinga kirinya.

"thank you Josh...thank you so much. You freed me...". Bisikan Izza terdengar sedikit bergetar.

Perasaan penuh itu kini terasa semakin membuncah. Namun hadir dengan rasa penasaran. Ingin rasanya Josh menanyakan kenapa gadis itu terus menerus berterimakasih pada dirinya.

Tetapi sebelum hal itu dilakukannya, terasa puluhan kecupan bertubi tubi menyerang seluruh lekukan wajahnya. Turun ke garis rahang nya, ke leher, lalu ke dadanya.

Setelahnya, Josh tak punya keinginan lain, selain ingin menikmati semua hal yang sedang dilakukan pada nya saat ini. Semua bisikan, sentuhan, rabaan, hembusan nafas.

Dan tak lama kemudian Josh tak mampu lagi untuk menahan diri. Perasaan asing yang ia rasakan semenjak tadi, penuh sesak di relung dadanya, seakan menyeruak keluar dari tiap pori-pori. Perlahan terasa hangat menyelimuti seluruh bagian tubuhnya.

Perasaan lain kini dirasanya hadir. Rasa hangat yang dirasanya, entah dengan cara apa, Josh merasa rasa itu pun turut membungkus, menyelimuti hangat tubuh gadis yang menemani nya saat ini.

Gadis yang dikenalnya sebagai Izzara.

Dengan kedua tangannya, kini Josh berusaha memeluk tubuh itu. Kulit lengan dan telapak tangannya mulai menangkap sensasi kulit tubuh.

Kemudian dengan kedua telapak tangan dan kulit ujung-ujung jemari, Josh menelusuri lekuk tubuh itu. Mulai ditangkap nya tuntas seluruh permukaan. Hingga tergambar secara keseluruhan tubuh kecil gadis itu di benaknya.

Sesaat kemudian, semakin vivid terasa berat tubuh gadis itu.

'ringan'. Benaknya.

Telinganya semakin menajam. Sayup-sayup didengarnya diantara suara-suara kecupan, gadis itu menangis.

'Izza !! Kamu kenapa!?'.

Terburu-buru ia menggerakkan kedua tangannya ke bagian atas tubuh gadis yang sedang menindihnya ini. Berharap menemukan wajah izza.

Jemarinya menemukan rambut. Lalu telinga. Tak lama setelah itu dirasakannya sepasang tangan mungil merengkuh kepalanya. Menariknya mendekat ke sebuah wajah, kemudian serangkaian kecupan menyerang bibirnya. Terus menerus, tak memberinya kesempatan untuk bernafas. Seakan ia bisa mengerti kalau gadis itu tak ingin terpisah darinya.

Tapi itu semua tak mengurungkan niatnya.

Jemari Josh terus menelusuri bentukan kepala itu, lembut. Tak ingin sentuhannya terasa kasar. Secara runtut ia menemukan leher, kebelakang, ia menemukan batas rambut. Sedikit menikmati tekstur tiap helainya.

'halus, lembut'.

Josh terus menelusuri kepala itu sampai ia menemukan puncak kepala. Dari sana ia turun. Masih dengan kecupan-kecupan liar yang dirasakan Josh, perlahan mengukuhkan posisi kedua telapak tangannya yang kini telah berhasil menelangkup kedua sisi kepala yang ternyata ukurannya lebih kecil dari kepalanya sendiri. Lalu mendorongnya lembut, menjauhkan wajah itu dari wajahnya.

Dengan ujung ibu jari, Josh mencari-cari sepasang mata. Ia akhirnya berhasil meraba kedua ujung kelopak mata.

'basah!!'.

Sekejap ia mengusap kedua mata bulat dan kecil itu dengan permukaan kedua ibu jarinya. 'Izza menangis!!'.

Keinginan kuat Josh untuk membuka matanya untuk melihat sendiri wajah itu tertahan oleh sebuah teriakan.

"JANGAN DIBUKA!!.... please Josh jangan buka matamu...". Izza terisak.

Reflek Josh semakin merapatkan pejaman matanya. Namun kedua ibu jarinya masih menelusuri mata gadis itu, turun ke pipi.

"...kalau kamu nggak ingin ini semua berakhir sebelum waktunya, please...jangan buka kedua matamu...". Izza masih terdengar terisak.

"kamu kenapa Izz?". Tanya Josh. Ia sudah tak bisa menahannya lagi. Ia harus menanyakannya.

Melalui kedua tangannya yang masih menelangkup sempurna kepala gadis itu, ia merasakan gadis itu perlahan menjauhkan tubuhnya dari tubuh Josh. Gadis itu sekarang duduk tak sempurna. Masih agak condong kedepan dirasakannya. Gadis itu menggelengkan kepala lemah.

Ia merasakan kedua punggung telapak tangannya di sentuh oleh dua telapak tangan yang lebih kecil dari miliknya. Tangan tangan itu menarik, menjauhkan kedua tangan Josh dari kepala itu. Lalu dirasakannya kedua telapak tangannya di kecup beberapa kali. Lalu kedua tangan mungil itu membawa telapak-telapak tangannya menyentuh wajah gadis itu.

Membimbingnya untuk menelusuri seluruh permukaan wajah mungil. Melalui seluruh kulit ujung-jemarinya Josh merasakan seluruh konturnya.

'cantik'.

Beberapa permukaan terasa basah. Ditaksirnya, itu karena air mata. Josh khawatir. 'kamu kenapa Izz!? tolong jawab aku?'.

Sekali lagi dirasakannya gadis itu lemah menggelengkan kepala nya dua kali.

Dengan tangan mungilnya gadis itu memisahkan telapak kedua tangan Josh dari wajah. Dilepasnya genggaman tangan mungil itu dari punggung tangan-tangannya. Kedua tangan gadis itu menelusup ke kedua pundak Josh. Seakan paham maksud Izza Josh sedikit mengangkat kepala, yang sedetik kemudian kedua tangan Izza masuk kebelakang leher Josh, kemudian mengecup bibir nya sekali.

"Aku nggak papa kok Josh...". Bisik gadis itu.

Dirasakan Josh gadis itu mengecup lekat bibirnya, lalu melepas nya. Mengecup kedua kelopak matanya.

"Just let me finish this...okay?". Pinta gadis itu.

Didengarnya Izza kembali terisak. Namun sebuah perasaan lain muncul dari hatinya. Sebuah perasaan yang ingin menemani gadis itu, hanya menemani dan bersama. Sampai kapanpun Izza itu menginginkannya.

Lalu semuanya terasa penuh di dalam hati Josh. Membelit lembut seluruh indera, raga keduanya perlahan menyatu. Dan untuk pertama kalinya, kedua makhluk itu merasa utuh.

Merasakan keterikatan masing-masing,

Merasakan keberadaan masing-masing,

Merasakan keinginan masing-masing.

Dan kini mereka berada pada sebuah level toleransi yang sama kuat, untuk merasakan, dan memenuhi ruang kosong masing-masing.

Keadaan utuh terus mendera. Secara naluriah keduanya mempertahankan hempasan gelombang yang terus menerus mereka inginkan dengan sinkronisasi kerapatan tempo yang akurat.

Berpuncak kepada keadaan dimana keduanya secara bersamaan, menghamburkan seluruh emosi dan keinginan masing-masing yang terus menerus secara konsisten memutar, bergemuruh di relung dada, ke seluruh arah di dalam ruang kosong yang hangat membungkus tubuh keduanya.

Dan kemudian perlahan, intervalnya semakin melebar. Semakin melambat, bersama dengan kecupan-kecupan yang semakin jarang, namun penuh perasaan.

Sentuhan jemari-jemari mungil dirasakan Josh merambati wajahnya. Satu kecupan hinggap di bibirnya, hangat. Setelah beberapa lama mereka tak saling bicara, Izza membisikkan sesuatu di telinga kiri Josh. "...jangan buka matamu dulu Josh... dengerin aku".

Kedua telapak tangan Josh terasa digenggam oleh dua telapak tangan mungil. Pipi kirinya dikecup singkat. Izza kembali membisikkan sesuatu.

"dua hari dari sekarang, kita bakal ketemu...". Izza mengecup kening Josh, "...semesta memberi kita satu kesempatan satu kali lagi...".

Tiba-tiba Josh khawatir.

"...shhh...nggak usah takut, aku ngerti banged perasaan mu sekarang, karena aku pun juga ngerasain hal yang sama...", Izza mengecup bibir Josh.

"...sayangnya kita nggak bisa memilih perasaan itu...". Izza kembali mengecup bibir Josh. "...tapi kita tetap harus mengatakannya...".

Masih dengan mata yang terpejam rapat, Josh merasakan kepala Izza berpindah ke sisi kanan. Mengecup pipi kanannya lalu kembali berbisik. "...saat kita bertemu lagi, tolong katakan apa pilihanmu...". Izza mengecup kening Josh. "...apapun pilihanmu...itu akan membawa kita ke jalan yang berbeda...". Izza mengecup bibir Josh.

"just remember Josh...kamu nggak sendiri...". Izza terdiam sesaat. "...manusia itu bisa memaafkan...". Satu kecupan dirasakan Josh menghinggap agak lama di bibirnya.

"i'll leave you for now...". Izza mengecup kening Josh."...thanks for everything...you freed me, i believe you will...".

Beberapa kecupan dirasa Josh mendarat beberapa kali di wajahnya.

"...after this last kiss, kamu bakal tertidur Josh...dan terbangun dalam keadaan baru...dan semangat memenuhi hidupmu...dan kamu akan melupakan mulai saat pertama kali aku mencium mu..."

"...semua akan kamu lupakan, ingatan setelah ciuman pertama kita, sampai akhir pertemuan kita sesaat lagi. Menyisakan untukmu hanya ingatan-ingatan yang menyenangkan. Maaf kan aku...karena ... karena... begitulah cara kerjanya...". Suara Izza terdengar seperti akan kembali menangis.

Walaupun sudah mengerti jawabannya, Josh tak bisa lagi menahan. Ia harus menanyakannya. "...apa nanti kita bakal nggak bisa ketemu lagi Izz? Kaya klien-klien mu yang lain?...".

"kamu bukan klien ku Josh, kamu kunci ku...". Gadis itu membelai kepala Josh. "...kita bisa bertemu lagi atau tidak, sepenuhnya bergantung pada pilihan yang akan kamu ambil...".

Seketika hati Josh kelu. Sejenak ia semacam memahami maksud gadis ini. Tapi ia menolak. "...kalo dengan menjawab pertanyaan akhirnya bikin kita nggak bisa bertemu lagi, mending aku ga usah jawab sekalian...", Josh berhenti sejenak. "...kecuali...kalau jawaban ku bakal ngebantuin kamu ke arah yang lebih baik...tolong kasi tau, apa jawabannya Izz...".

"Sayangnya...kamu harus jawab...dan ya...salah satu jawaban bakal 'membebaskan' aku sepenuhnya...". Kali ini Izza benar-benar menangis.

Josh mendengar nya. Tapi ia tak bisa melakukan apapun. "give me that kiss...i've already know the answer...". Dengan mata masih terpejam, Josh secara akurat mengarahkan tangan kirinya ke kepala Izza, lalu kemudian membelai lembut rambut gadis itu.

"...being together with you in this union...aku telah memahami dirimu sepenuhnya...". Josh terdiam sejenak. Semenjak penyatuan mereka, Josh sudah memahami semuanya.

"...makasih udah kasi aku pengalaman yang ajaib ini...i guess my work is done for now...right?". Dan tangis gadis itu pecah sudah.

Setelah bersama dengan gadis itu sepanjang 'penyatuan ajaib' ini, entah apapun penyebabnya, secara penuh dan tiba-tiba, ia seakan mampu memahami sisi hati gadis ini. Apa yang dipikirkan, dirasakan, diresapi. Alasan-alasan dan semua yang direncanakan.

Semua hal mengenai siapakah Izzara.

Apa maksud dibalik semua ini.

Dan sebuah perjanjian yang mengikat gadis ini dalam brntuk tugas-tugas, dengan sumpah hidup dan mati.

Namun Josh secara bersamaan, telah menerima dan merelakan. Semenjak ia juga akhirnya telah memahami fungsi keberadaannya yang berkaitan dengan perjanjian yang mengikat gadis ini.

Fungsi yang disebut oleh gadis itu sebagai 'kunci'

Josh kini faham sepenuhnya. Kenapa dia berada bersamanya sekarang. Sekaligus apa yang akan terjadi nanti. Dan dengan segenap hati, walau harus disesali, ia harus mau untuk 'rela'.

Masih mendengar tangis gadis ini, ia merutuki 'tautan' takdir yang harus ditempuhnya bersama dengan gadis ini, namun ia harus membantu gadis ini untuk memenuhi 'tugas'-nya, Josh tersenyum. Perasaannya penuh.

Kini ia sangat menyayangi sosok bernama Izzara ini. Dan apapun yang harus dilakukan, maka ia akan dengan senang hati untuk melakukannya.

Ia membelai lembut pipi kanan gadis itu. Kemudian menelusupkan telapak tangan kirinya ke belakang kepala gadis itu, lalu menariknya mendekat ke wajahnya. "now kiss me already".

"makasih Josh...dan maaf". Gadis itu mengecup lembut bibir Josh. Menghantarkan Josh kepada tidur yang terasa paling nyaman seumur hidupnya. Dan melupakan semua.

• • •

Montreal, 19 mei 2018 - 00.00

...

Secara tak sadar, Josh sudah melepas telapak tangan dari layar PC, dan sekarang erat meremas kerah bajunya sendiri. Tenggelam dalam sedih.

Dibukanya mata, dan mendapati kristal itu sudah tak berada didepan mata.

Namun itu sama sekali tak membuat Josh terkejut. Ia seperti sudah mengerti apa yang baru saja terjadi. Dan kristal itu telah selesai melakukan tugasnya.

Kini ia mengerti. Kenapa ia disini, dan kenapa gadis itu meninggalkan dirinya.

Sekali lagi air mata mengalir dari sudut-sudut mata.

Ia telah memahami semua.

Namun ada di sebuah sudut kecil didalam ruang hatinya, Josh merasa marah.

Kenapa itu semua harus terjadi pada gadis itu.

Ingin rasanya ia terbang ketempat gadis itu berada, dan membantu apapun yang bisa ia lakukan. Namun satu hal yang mengganggu pikirannya selama beberapa detik terakhir, yaitu sebuah kenyataan bahwa ia tak bisa melihat wajah gadis itu dengan jelas, dan dimana gadis itu berada.

Sama sekali.

Josh hanya bisa menangis dalam sepi. Ia sedih tapi juga bahagia.

Sedih karena ini semua memang harus terjadi, dan bahagia karena dirinya bisa menjadi seseorang yang telah membantu gadis itu untuk menyelesaikan tugasnya. Itu dirasanya sudah lebih dari cukup untuknya untuk saat ini.

Dan untuk pertama kali di dalam hidupnya, ketika ia kembali untuk membuka mata, Josh telah melihat dunia dengan cara yang benar-benar baru.

'Tinggal satu langkah lagi!!' pikirnya. Ditekannya tombol kanan di tetikusnya pada nama izza di kolom pertemanan. Memilih menu "about" pada tautan profile. Josh membukanya, dan memantapkan hati untuk membacanya.

___________________________________

" What is reality? What is not?
Just keep the fantasy

Never mix... What happened in here
with Real Life

Me here and there aren't the same
Trust me !!

And If you ever got "something"
From me...
Use it as a thing to push your life
Further... to the better

If you not, please keep the memory
They are meant alot to me
And please... Let me go"

- Angelique Escort -
DiGi ID, Izzara Liana

____________________________________

Setelah membaca dengan seksama sajak-sajak itu. Hatinya semakin yakin apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Diraihnya ponsel miliknya yang tergeletak di sisi kiri meja kerja. Melirik sekilas ke arah pigura digital, memandangi foto Izza untuk beberapa detik, lalu dengan beberapa ketukan ujung ibu jari di layar ponsel, ia melakukan panggilan.

Setelah beberapa kali nada sambung, seseorang di seberang membuka suara. "yo Josh...whazzup..."

"Mike...gua ga peduli lo dimana, lo kesini sekarang! Gua butuh lo. Oh iya...ajak Alan sekalian. A.S.A.P!!"

"eh?? Lu kenapa Josh?!...iya iya gw kesana sama Alan...tungguin"

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro