Eps 18 - SL (End)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dian masih terdiam.

Sesekali dibacanya lagi beberapa paragraf dari chapter yang sedang terpampang di layar tab.

Matanya berkedip-kedip beberapa kali. Dahinya mengerut.

Dian masih sedikit tak percaya dengan apa yang baru saja selesai ia baca.

Apa Apaan Bab ini !!!???

Dian melempar punggungnya kearah sandaran, meletakkan tab dipangkuan, lalu meraup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Lalu Dian terdiam.

Kamu gila Na!

Gila gila gila !!

Dian kembali menegakkan duduknya. Sambil tersenyum, ia menggeleng-gelengkan kepala.

Huuufft...

Liana, awas aja ya...

Nanti kalau kita ketemu, kujitak abis kamu ni...

Diraihnya tab dari pangkuan, dan dengan ujung jari, Dian menekan icon page navigator pada halaman baca.

!!

Wah!!

Tinggal satu chapter lagi!

Part epilogue ya?!

Dian segera menggeser halaman dengan ujung jarinya, dan mulai membaca kembali.

——————————

Epilogue

• • • ₪ • • •

Michael Han

Suara tembakan dan ledakan yang memekakkan telinga masih mengganggu pembicaraan mereka.
Mike mengaktifkan perisai magnetik selama 10 detik, memberikan cukup waktu untuk dirinya mengisi kembali senapan yang digenggamnya, dan menghubungi partnernya yang berada beberapa ratus meter arah barat daya. Jauh didepannya. "Za...ni duel kapan sih slesei nya?"

"..zzzt...kamu diem aja bisa gak sih? Baru..con ..zzzz... kaya gini...zzz...langs... Zzz...titik temu...aw..zzz...ranjau...zzz" jawaban partnernya terputus-terputus.

"Hah!? gua gak denger Za...woi...lu gak papa kan!?" Mike berusaha menyambung kembali komunikasi, namun ia gagal. "anying lah..."

Zyuut...

Waktu aktif perisai magnetiknya berakhir. Namun kali ini Mike sudah siap untuk kembali bertempur.

Menyandarkan punggungnya pada sebuah dinding yang tak utuh. Tempat berlindungnya sementara. Mengeluarkan sebuah perangkat. Menekan dengan ibu jari pada permukaan, yang sedetik kemudian menampilkan semburat garis-garis cahaya melayang diudara, yang membentuk sebuah peta hologram.

Tampak beberapa titik berkedip tersebar beberapa ratus meter disekeliling titik tempatnya berada sekarang. Namun ada satu titik yang berkedip warna merah. 'ngapain sih dia jauh amat didepan sono!? Moga-moga aja gak papa'

Mike me-nonaktif-kan radar digital tersebut. Mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

Berada didalam sebuah gedung yang telah runtuh, membuatnya tak bisa bergerak leluasa. Namun reruntuhan besar dinding-dinding gedung yang berserakan tak beraturan memberinya perlindungan yang cukup dari serangan serdadu lawan. Walaupun tak memberinya tempat yang leluasa untuk memberi perlawanan.

Diintipnya sekali melalui batas dinding tempatnya berlindung. Suara berdesing terdengar melintas beberapa milimeter dari pipinya. Ia menghindar sesaat, lalu mengintip kearah seberang.

Berfikir sejenak sambil menyapukan pandangan kearah tumpukan reruntuhan bangunan disekitar. Kembali sejenak mengintip kearah tembakan, sedikit memperkirakan posisi sang penembak runduk.

Ia melihat satu titik terletak agak jauh di seberang posisi bersembunyinya saat ini. Mike berfikir jika ia bisa mencapai posisi itu, ia akan lebih mudah untuk melumpuhkan sang penembak runduk, menyelesaikam pertarungan di posisi ini, dan segera pergi ke posisi yang lain untuk segera bergabung dengan para anggota tim.

Mike mengambil sekaleng bom asap, menarik pin pengunci, lalu melemparkan ke arah yang diharapkan bisa menghalau pandangan musuhnya.

Terdengar suara berdesis dari granat asap yang dilemparnya. Kepulan asap berwaena merah mulai menyeruak, keluar memenuhi ruang disekitar.

Mike berlari ke arah reruntuhan tadi. Namun belum 3 detik ia berlari, terdengar suara rentetan senjata mesin yang disusul dengan suara benturan proyektil-proyektil peluru pada tanah dibelakangnya. Liar mengejar dirinya. Ia meningkatkan kecepatan, berusaha menghindari puluhan peluru yang ditembakkan oleh sosok serdadu yang berbeda dengan sang penembak runduk yang sedari tadi mengincarnya.

"Bah!! Dua ekor!!..." sambil masih berlari, ia menggerutu. "...dikit lagi..." dilihatnya tempat tujuannya berjarak tinggal beberapa langkah. Suara tembakan masih terdengar mengejar.

Ia memutuskan memangkas dua langkah terakhir dengan melompat, mendarat bertumpu dengan siku kanan, dan dengan luwes ia melakukan gulingan depan.

Ia duduk bersandar pada batu yang paling besar. Ia tersenyum lebar. Diambil nya senapan laras panjang yang sedari tadi tersandar di pundak kiri. Menegaskan posisi duduknya. Ia melihat melalu celah reruntuhan menggunakan scope pada senjatanya. Ia menemukan posisi musuh-musuh nya.

"satu ekor...diatas gedung..." Mike bergumam.

Satu letusan terdengar menggema.

Satu musuhnya tumbang.

Senyumnya semakin lebar.

Masih melalui teropong tunggal senjata laras panjangnya, Mike melihat target yang lain sedang berlari berpindah posisi. Melalui garis bantu teropong ia mengikuti gerak targetnya. "...lu pikir gw siapa? Rasain sabit maut The Eagle Eye Sebastian!!..."

Satu letusan keras kembali terdengar.

Laras senapan Mike memuntahkan proyektil 8 milimeter kearah target bergerak. Target itu terlihat jatuh tersungkur. Diam tak bergerak diposisinya. "...dua anying mokad."

Sudah lebih dari 14 personil musuh dilumpuhkannya semenjak 10 menit yang lalu. Semenjak ia mendarat menggunakan parasut. Diatas atap gedung hancur ini. Yang terletak sangat berdekatan dengan garis pertahanan musuh, yang langsung menyambutnya dengan hujan muntahan selongsong dan pendar garis-garis cahaya panas dari phaser rifle.

"apes bener dah gw."

Tepat sebelum ia menurunkan laras senjata, dilihatnya ada pergerakan lain diatap gedung. "yak ampun... dateng 4 ekor lagi!?!" pekiknya.

Namun belum selesai mengumpat, instingnya memerintahkan untuk melihat kearah jalan raya, tepat di samping-samping gedung empat lantai yang beberapa detik ini jadi perhatiannya. "Ya Tuhanku yang maha adil...7 ekor lagi dateng!?!?!"

Setelah berpikir sejenak, ia memutuskan untuk melumpuhkan ground unit terlebih dahulu.

Ia bersiap untuk kembali menembak. Ia membidik, dan terkesiap.

"...!!!".

Dilihatnya melalui teropong tunggalnya, sesosok serdadu bergerak lihai meninggalkan jejak-jejak cahaya setiap kali ia berlari. Bukan...itu lebih tepat kalau dibilang, "Siapa tuh yang teleport-teleport pendek!?!"

Diperhatikannya lagi lebih lekat melalui teropong tunggal. Ia menyaksikan hanya dalam beberapa detik, satu persatu serdadu yang berada dibawah gedung tumbang dengan cepat. "gw kenal deh warna light trail nya, siapa ya?..." kemudian sesaat, hanya untuk sedetik, sosok misterius itu terdiam, berhenti sejenak untuk melumpuhkan korban ke empat dengan hanya menggunakan sebilah katana.

"...Izza!!" pekik-nya.

Kali ini Mike mantap untuk menghabisi 4 personil di atas atap gedung yang sedari tadi terus menghujani sosok yang dikenalnya sebagai partnernya itu dengan peluru-peluru cahaya.

Mike membidik.

Empat kali letusan.

Dan empat personel pun roboh.

Untuk sementara waktu, wilayah disekitar tempatnya bersembunyi menjadi tenang. Hanya gaung rentetan tembakan dari kejauhan yang terdengar.

Senyum kembali merekah dibibirnya. Lalu diarahkannya teropong tunggal ke arah jalan raya. Mencoba untuk membantu partnernya. Namun ia hanya menjumpai 7 tubuh yang sudah tergeletak tak bergerak. Mengeser pandangan ke kiri dan kanan, berusaha mencari partnernya.

Nihil.

"Nyari siapa?" tiba-tiba terdengar suara seorang gadis tepat dibelakangnya.

"Anying lompat tali!! Hobi kok ngagetin orang!! Gw mati jantungan, lu kagak punya sniper lagi lho..." Mike menoleh ke belakang sambil beberapa kali mengelus dada.

"biasa aja napa sih, kayak nggak pernah ku kagetin aja" ujar gadis itu. Dengan gaya yang terlihat elegan, menyarungkan kembali katana pendek miliknya, yang sedetik kemudian lenyap dari genggaman. Seperti menguap diudara.

Gadis itu mengambil tempat di sebelah Mike. Duduk menyandarkan punggung. Lalu mendesah lelah. Melirik kearah Mike yang sedari tadi lekat memperhatikan gerak-geriknya. "napa?"

"bukanya lu tadi paling depan ya?" Mike bertanya.

"kamu lah yang paling depan!! Kalo nggak kamu, siapa lagi cobak yang dengan cerobohnya lupa pasang kaitan ransel parasut, trus akhirnya terjun paling belakang!!" gadis itu membalas.

"iya juga sih. Trus, siapa yang pasang beacon S.O.S pake signature lu di garis depan sono?" tukas Mike sambil menunjukkan radar digitalnya ke gadis itu.

Gadis itu memicingkan mata memperhatikan titik cahaya berkedip-kedip di arah yang ditunjukan oleh Mike. "Lah!! aku disini sama kamu..."

"ah!! Ga tau lah...istirahat bentar disini. Capek gw..." Mike menyandarkan punggungnya di batu besar. "...gw share loc aja ke private line, nungguin yang lain dateng kesini buat regroup" Mike menekan beberapa kali layar sentuh pada radar digital. "eh btw...Josh masi nyariin lu tuh"

Raut wajah gadis itu tiba-tiba terlihat sendu. Kembali menyandarkan punggung, menghela nafas. "jangan ngomongin dia dulu Mike"

Mike terdiam sejenak. "kenapa harus dia sih Za?"

"kamu nanya ke aku, aku nanya ke siapa..." Izza menjawab retoris.

Izza kembali menghela nafas. "...aku juga gak tau Mike...maaf ya, kalo ternyata orangnya itu temen kamu"

Kali ini mata Mike terlihat sedih. "perasaan lu ke dia gimana Za?"

"kamu liat aja keributan ini..." Izza menyapukan pandangan kesekitar. Mengisyaratkan kondisi perang yang ada depan mereka sekarang, "…kamu tau kan kontrak yang miss Sarah susun untuk ujian terakhir buat aku?...perang ini ada karena kontrak ku beneran close. Berarti apa coba?"

"lu tinggal jawab susah amat ngomongnya..." suara Mike meninggi, "...gw tanya sekali lagi, perasaan lu gimana ke Josh Za!?" Mike mengakhirinya dengan sedikit membentak.

Gadis itu menegakkan punggungnya, menatap tajam kearah kedua mata Mike. "aku sayang ama dia!! Puas!!"

"kok jadi elu sih yang sewot!! Harusnya gw lah!!" Mike sedikit berteriak.

Secepat kedipan mata, tangan-tangan Izza mencengkeram kerah camo suit Mike dengan sedikit mengangkatnya. Mata gadis itu tajam. Melihat lekat ke mata Mike. "aku bilang aku nggak tau Mike..." suaranya menggeram"...kalo kamu ngomong dia tersakiti, aku juga sakit Mike. Aku juga nggak nyangka kalau Josh adalah orang yang jadi ujian terakhir buat aku!!...maaf kalo ternyata orang itu adalah orang yang penting buat kamu...tapi kalau kamu nggak terima dan marah, ayo kita duel!!"

Sekali gerak, Mike menepis lengan Izza yang berukuran cenderung lebih kecil dari lengan miliknya, melepas cengkeraman gadis itu dikerahnya seketika. "dasar bocah! Gw heran kenapa sih anak kayak lu yang jadi anak emas..." Mike merapikan kembali kerahnya.

"don't call me that!! Anything but that!!" mata gadis itu semakin menajam.

"yang mana? Bocah? Anak emas?..." tantang Mike, "...umur lu emang masih segitu woi. Lu masih bocah!!..."

Mike menyapukan pandangannya ke sekitar, "...kalo nggak gara-gara lu, gak bakal ada duel macem ginian, ribet banget tau nggak. Lagian perlu banget ya bikin ribut 8 region!? Hah!?"

Gadis itu terdiam. Kedua tanggannya sudah mengepal. Terlihat diwajahnya ia mengatupkan rahang dengan kuat.

"jawab Za...gara-gara duel ginian anak-anak pada ribut tau nggak, mau keluar ya keluar aja. Kok repot. Kalo nggak anak emas, namanya apa coba? Hah!?..." Mike membuang muka. Ia berdiri membelakangi Izza. Melangkah agak menjauh. Melepas kuncir di rambut panjangnya, "...pake mainin hati orang lagi"

Kalimat terakhir sudah cukup bagi Izza sebagai tanda berakhirnya usaha untuk menahan emosi. Gadis itu berdiri dari duduknya.

Mike menangkap pergerakan aneh di sekitarnya. Tanah terasa sedikit bergetar. Kerikil kerikil terlihat mulai melayang, mengambang rendah disekitaran tubuhnya. Ia terkejut.

Ia segera menoleh kebelakang. Menghadap ke arah Izza. Getaran di tanah terasa semakin kuat. Dan Mike mendapati beberapa batu besar kini sudah melayang mengelilingi tubuh gadis itu.

"udah selesai ngomongnya?..." kedua tangan gadis itu mengepal kuat, "...kamu mau aku masuk lagi ke dalam kepala kamu, ngobrak abrik isinya, trus buka semua rahasia kamu, hah!!..." gadis itu perlahan melangkah mendekat ke arah Mike, "...aku udah minta maaf Mike, aku juga ga bisa milih siapa yang bakal jadi apa..." Izza semakin mendekat, "...hati ku jugak sakit Mike..." sebulir air mata menetes dari mata Izza.

Mike yang beberapa detik lalu terkejut, sekarang mulai merasa takut. Getaran ditanah dirasa Mike semakin mirip sebuah gempa. Dilihatnya gedung-gedung disekitar mereka mulai ikut bergetar. Beberapa bagian dari bangunan hancur disekitar mereka mulai berjatuhan.

Lebih dari itu, sebuah medan tak kasat mata tiba-tiba saja datang, terasa sangat berat menekan tubuh Mike.

Bersamaan dengan itu, sebuah gelombang asing datang menyerang, secara terus-menerus menggerus mentalnya. Mengikis perlahan nyalinya, seakan sebuah beban emosi yang teramat sangat sedang menimpa benaknya. Mengalahkan seluruh emosi miliknya yang sedari tadi berusaha diluapkannya.

'nih cewek nembakin semua amarahnya ke gua!!'. Pekiknya dalam hati.

Agak membungkuk, Mike menguatkan pijakan kuda-kuda. Dengan mengangkat dan menyilangkan kedua lengan kedepan wajahnya, Mike berusaha melindungi wajah dari serpihan debu dan kerikil. Ia berusaha mempertahankan keseimbangan. Perlahan, ia terdorong mundur beberapa langkah.

"...aku tau perasaan kamu ke dia Mike...makanya aku minta maaf..." gadis itu semakin mendekat. Namun wajahnya berubah. Kedua pipinya mulai basah karena air mata.

Kalimat itu berhasil membuat redam emosi Mike seketika. Tuntas.

Ia mengerti betul apa yang Izza ucapkan. Emosi Mike menyusut.

Izza berjalan semakin mendekat, "...maafin aku Mike...", Izza menundukkan wajah, "...maafin aku Mike..."

Bebatuan yang sedari tadi melayang, kini mulai turun. Perlahan. Tekanan besar yang tadi ia rasakan, kini berangsur surut.

Mike melihat gadis itu semakin mendekat kearahnya, masih dengan wajah yang tertunduk.

Saat sudah tepat berada didepannya, Mike melihat gadis itu terisak. Berhenti tepat disana. Seorang gadis yang tinggi nya hanya seukuran dadanya ini, berhasil membuat Mike merasa iba.

Gadis itu menyandarkan kepalanya ke depan. Ke dada Mike. Menenggelamkan wajahnya disana. Kedua tangannya tergantung lemah disamping. Terisak semakin dalam.

"...maafin aku Mike...tolong aku..." tangis gadis itu semakin menjadi.

"...cuman kamu sahabat ku disini...tolong jangan tinggalin aku Mike...aku nggak tau harus ngapain lagi..." gadis itu semakin terisak.

Mike mengangkat lengannya, lalu memeluk gadis itu. Erat. Seketika, ia bisa merasakan sepenuhnya apa yang menjadi beban hati gadis yang didekapnya ini.

"...maafin aku Mike. Aku nggak tau kalu dia orang yang kamu cintai...maafin aku Mike" kedua tangan Izza memeluk pinggang Mike.

"udah lah Za...gw yang harusnya minta maaf ke elu...gw cuman emosi sama mentor-mentor kita yang egois..." Mike membelai lembut kepala Izza, "...gw nggak tau kalo buat elu rasanya segini berat...pasti sesek banged ya?"

Izza cuman bisa mengangguk lemah dalam tangisnya.

"emang tugas terakhir lu apa za? Gw lupa" Mike mencoba bercanda. Berusaha mengurai suasana.

Gadis itu masih terisak. "...kalau takdir mempertemukan aku sama seseorang yang bisa...hiks...bikin aku jatuh hati karena dia jatuh hati juga sama aku...hiks...dan nerima aku apa adanya...hiks...setelah dia ngungkapin perasaan...hiks...aku harus ninggalin dia Mike...baru tugasku akhirnya selesei...hiks...dan boleh pergi...dan … hiks…

"…sebelum aku nemuin orang itu… hiks… aku nggak boleh ngasih hati ke siapapun…" Izza semakin tenggelam dalam tangis.

"…dan setelah aku nemuin … hiks… dia…, setelah kutinggal pergi, …hiks… aku harus… aaaaaa…." Tangis izza pun kembali pecah.

"…aku gak tau lagi Mike… hnngg… ini sakit…"

Hati Mike menciut setelah mendengar jawaban itu. 'jahat banget sih klausul nya'. Ia menggumam dalam hati.

"…tapi… hiks…kamu harus janji nggak boleh marah sama miss Sarah...kamu tau kan kalau bukan beliau yang enchanting kontraknya..." Izza semakin terisak.

Mike berdecak kecewa.

"trus kenapa harus bikin perang kaya gini sih? Ini ide siapa?" Mike membelai lembut punggung gadis itu.

"...aku nggak tau Mike..." gadis itu meremas erat camo suit Mike, "...kayaknya ada yang nggak mau kalau aku pergi...hiks...trus kasi ujian tambahan kaya gini...", dengan kedua tangan, Izza menarik semakin erat tubuh Mike, berusaha semakin menyembunyikan tangisnya. "...tolongin aku Mike...aku nggak tau lagi harus gimana...hiks...maaf kalo aku udah nyakitin hati banyak orang... hiks... tolong..."

Hati Mike ikut merasa kelu mendengar semuanya. Ia kembali merutuki takdir yang hadir dalam hidup gadis ini.

"gw gak tau sama anak-anak yang lain, tapi gw mau bantu elu Izz. Lu gak usah khawatir. Okay?..." Mike membelai lembut kepala gadis itu, "...dah sekarang lu nangis aja disini. Abisin aja semua emosi lu. Luapin semuanya sebelum anak-anak dateng. Malu lah kalo kapten kita nangis kaya anak kecil...padahal masih kecil beneran sih" Mike berusaha menghibur.

Izza cuman membalas dengan memukulkan pelan kepalan kanannya ke dada Mike, sambil masih menenggelamkan wajahnya.

Tiba-tiba sesosok avatar berjalan mendekat kearah Izza dan Mike.

"halah, uwees...nangis wae lagi ndak papa. Aku dah pasang perimeter nano sampek radius satu kilo!! Tenaang, amaan!!" Entah kenapa logat jawa yang terdengar dari sosok itu membuat Mike lega.

"Shu!!..." seru Mike kearah sosok itu

"...dah lama lu? Denger apa aja?" tanya Mike kepada teman yang dipanggil nya Shu ini.

"kita dah denger semua kok, ya to gaes!!!..." teriak Shu. Yang sedetik kemudian disusul dengan munculnya lima sosok lain dari masing-masing penjuru.

Enam orang itu berjalan mendekat kearah mereka berdua. Izza semakin dalam menenggelamkan wajahnya di dada Mike.

"yaah...elu-elu pada gimana sih?, nih jadi anak malu beneran lho..." Mike menggoda Izza.

Izza hanya bisa membalas dengan memukulkan kedua kepalan tangan ke arah dada Mike.

Kemudian ke-enamnya memeluk mereka berdua. Saling memeluk erat, sembari menyalurkan seluruh emosi masing-masing ke Izza.

"anggepen ae nih perang tuh pesta perpisahan buat kamu Za...ok?" Shu berbisik ke telinga Izza.

Mike sedikit mempererat pelukanya. Ia sedikit berbisik. "Lu tenang aja Za. Kita slesein perang ini sampai tuntas. Bersama-sama. Okay?"

Gadis itu mengangguk lemah di dalam pelukannya.

"Havenly!! Are you with me?!" Mike menyeru tenang namun tegas. Mengedarkan pandangan kearah satu-persatu wajah dari setiap anggota team nya.

Masing-masing dari mereka memberikan satu anggukan yakin.

Mike puas.

"Havenly for all guys" seru Mike lirih.

"Havenly for all!!!" ke-enamnya membalas berseru.

"Havenly for all..." suara terakhir terdengar lemah. Berasal dari tengah dada Mike. "...love you all guys, makasih..." Izza berucap lembut.

Delapan anak manusia saling berpelukan erat.

Hari itu, ratusan individu yang berada disetiap sudut di seluruh penjuru 8 region yang menjadi medan tempur, merasakan pusaran emosi paling kuat dan hangat yang pernah terjadi dalam sejarah.

Perang berhenti sejenak selama beberapa menit.

Sebelum akhirnya berubah menjadi perang paling sengit yang pernah tercatat dalam sejarah "dunia kehidupan kedua".

• • • ₪ • • •

Joshua Lim

Malam ini Joshua merasa sangat lelah. Tapi seperti biasa, hari ini dirasanya sangat memuaskan. Ia melemparkan long coat hitamnya ke arah sandaran sofa. Melangkahkan kaki ke arah dapur, membuat segelas kopi.

Walaupun hari-hari biasa ia rasakan sungguh memuaskan, namun hari ini adalah hari spesial.

Tadi pagi ia menghadiri pernikahan ibu dan ayahnya. Ya...akhirnya mereka kembali mengucapkan sumpah untuk hidup berdampingan, sekali lagi.

Ia duduk di kursi kerjanya. Melirik kearah pigura digital kecil di sisi kiri meja kerjanya. Menatap foto yang terpampang disana. Wajah seorang gadis yang sampai sekarang ia tak pernah tahu seperti apa wajah aslinya.

"it's been seven months...how are you there Izz?..." Josh bergumam sendiri, "...kalau nggak ketemu kamu, aku nggak tau sekarang bakal jadi kayak apa"

Angannya kembali ke masa beberapa bulan yang lalu.

Setelah malam dimana Josh membaca surel terakhir dari Izzara, sebuah gagasan secara tiba-tiba muncul dalam benaknya.

Ia memanggil Mike dan Alan untuk meminta bantuan kepada mereka. Josh ingin menemui teman se-perusahaan-nya dulu. Tapi keterbatasan info membuatnya tak tau harus memulai dari mana.

Alan dan Mike mengenal teman Josh jauh lebih lama. Josh berfikir, mungkin mereka berdua tahu sesuatu, pikirnya.

Setelah sebulan penuh mencari, usaha mereka akhirnya membuahkan hasil. Terletak di sebuah pedesaan kecil di sudut Quebec, mereka akhirnya menemukan tempat tinggal teman mereka.

Mereka bertiga pun tak membuang waktu lama.

Hal pertama yang dilakukan Josh saat pertama kali berjumpa, ialah memeluk erat teman seperjuangannya itu. Setelah beberapa kali bertukar maaf, mereka bertiga disambut oleh ibu mertua dan sang calon ibu, istri teman seperjuangan Josh yang perutnya terlihat mulai membesar.

Diakhir pertemuan, Josh menegaskan bahwa ia sama sekali tak ingin meminta kembali uang perusahaan. Bahkan Josh mengatakan kalau uang itu sudah sepenuhnya Josh anggap sebagai hadiah pernikahan.

Dan Josh masih menyimpan satu hadiah lagi.

Saat itu, Josh sudah menyiapkan suatu kejutan yang ia maksudkan sebagai hadiah kelahiran untuk sang calon anak. Josh mengatakan, jika mungkin temannya itu masih membutuhkan penghasilan tambahan, ia bisa menjadi tenaga outsource untuk beberapa project yang akan ditangani oleh Josh dan Mike.

Rentetan permintaan maaf dan rasa terimakasih tak henti-hentinya terucap. Namun Josh menolaknya. Josh merasa kalau sebenarnya dialah yang sungguh-sungguh harus berterima kasih kepada keluarga itu.

Hari itu, Josh dibuat untuk kembali teringat akan sebuah hal yang sangat penting. Tentang arti dari apa yang disebut sebagai sebuah keluarga.

Dan di dalam benaknya, Josh tak henti-hentinya berterimakasih kepada teman seperjuangannya itu, karena secara tak langsung, justru karena peristiwa penggelapan uang perusahaan inilah, ia akhirnya bisa berkenalan dengan sosok Izza.

Angannya kembali ke masa sekarang.

Josh masih menatap sendu foto-foto yang ditampilkan di dalam bingkai pigura digital.

Sesaat kemudian, diambil nya benda itu, lirih ia berkata, "orang tua ku hari ini berjanji untuk memulai hidup baru, belajar dari masa lalu..." Josh menghela nafas, "...mungkin ini saat yang tepat buat aku untuk menatap kedepan. Thanks for everything Izz...i'll never forget about you"

Josh menekan tombol power pada pigura itu. Sesaat kemudian pigura itu redup, dan memasuki mode non-aktif.

Josh membuka slot memory, mengambil kartu data yang ada disana. Dengan jari telunjuk dan ibu jarinya, ia mematahkan kartu itu menjadi dua.

Josh tersenyum sendu, namun hatinya telah yakin akan apa yang menjadi keputusannya saat ini. Malam ini, Adalah malam dimana ia telah secara utuh menerima semuanya. Dan sepenuhnya merelakan semua. Matanya terpejam, "terimakasih Izz".

• • • • • • •

-=• END •=-

—————————————————

Hah!?!

Dian mengerutkan dahi.

Bentar-bentar?

Kok ngambang banget sih??

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro