Eps 19 - Issac Summer 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dian menyandarkan punggungnya. Ditutupnya aplikasi yang sedari tadi menjadi fokus hampir seluruh indera pengelihatannya.

Sepasang mata sedang sedang memperhatikan Dian dari jarak yang tak begitu jauh. Sejenak mempertimbangkan apakah saat ini adalah saat yang tepat untuk sekedar menyapa. Sang pemilik mata menjatuhkan pilihan pada sikap melangkah mendekat setelah melihat Dian pada posisi santai bersandar.

"Mbak Dian? Mau minum juga?"

Agak kikuk, Dian menatap Astri yang didapatinya melangkah dari arah kokpit, membawa sebuah nampan yang diatasnya berdiri sebuah botol air mineral.

"Oh…makasih mbak" Dian menegakkan punggungnya dan menerima botol air itu. "Kok aku nggak liat Mbak Astri lewat sih?"

Dian berfikir, dari Cabin pantry, jika seseorang ingin pergi kearah kokpit, seharusnya melewati cabin penumpang. Dan itu berarti harusnya Astri pasti melewati dirinya terlebih dahulu.

"Tadi saya lihat mbak Dian sedang terlalu asyik membaca, akhirnya saya memutuskan untuk tidak menggangu" Ulas Astri sambil tersenyum.

Wajah Dian bersemu merah. "Eh!? Masak iya sih?"

Dian membetulkan posisi duduknya. "Ngobrol lagi yuk mbak"

"Sebentar ya mbak. Saya kembalikan dulu nampannya. Dan juga saya harus menyiapkan beberapa hal untuk masuk ke fase berikutnya. Teman-teman di kokpit seperti juga telah menyelesaikan fase awal keberangkatan kita. Setelah itu, saya akan menemani mbak Dian untuk mengobrol"

"Hah? Fase?"

"Nanti akan saya jelaskan…" Astri terenyum. "…permisih ya mbak. Saya ke Cabin CA dulu"

Dian menyaksikan Astri melangkah menjauh. Belum selesai Dian menikmati sedikit rasa bingung. Terdengar suara seseorang berteriak memanggilnya dari arah pintu yang memisahkan kabin penumpang dan kokpit.

"Mbak Diaaan!!" Crystal berlari kecil kearahnya. Berhenti dan berdiri didepannya. "…gimana mbak? Udah selesai bacanya?" Wajah gadis itu berseri.

"Udah sih. Barusan aja. Eh…sini duduk! Aku mau nanya nanya nih" Tukas Dian.

Wajah Crystal tampak ragu. Ia terlihat melirik kearah cabin CA.

"Umm…aku bantuin kak Astri bentar ya, nyiapin next phase buat perjalanan kita. Ntar kutemenin ngbrol lagi deh. Aku janji!!" Crystal tersenyum lebar sampai matanya menyipit.

"Bentar-bentar…fase apaan sih?" Dian sudah tak sabar.

"Anu…perintah langsung dari kak Liana plus Pak Komandan. Hehe… . Ntar ku jelasin deh…"

"Pak Komandan? Liana? Mereka deket?"

"Umm…" raut Crystal terlihat sedang berfikir. Beberapa detik tampak mempertimbangkan sesuatu. "Ah! Iya….gini aja. Pinjem tab nya mbak"

Dian pun ikut bingung. Ragu-ragu ia menyerahkan tab kembali ke Crystal.

Sejenak setelah Crystal menerimanya, ia tampak beberapa kali mengetuk dan melakukan gerakan menggeser dengan ujung jemarinya pada permukaan tab.

"Nah!…coba mbak Di baca ini deh. Suatu saat pak Komandan disuruh sama kak Teara nulis cerita. Mungkin bisa mbak Di baca sambil nungguin aku selesai. Disitu ada sedikit cerita soal susunan hierarki kita di komunitas kok mbak. Mungkin bisa sedikit menjawab pertanyaan mbak Di. Gimana?" Crystal menyerahkan tab ke Dian.

"Komandan kamu nulis juga?"

Crystal mengangguk riang. Mata nya tampak membulat lucu. "Kan dah aku ceritain ke mbak Di, kalau kami semua kepingin bantuin kak Liana"

Dian hanya menganggukkan kepala.

Panti asuhan.

Private sector merchenaries organization.

Ah entah lah. Dian cuma bisa menyimpan dalam hati pertanyaan-pertanyan miliknya yang semakin kesini semakin bertambah.

"Oke deh. Aku mau bantuin kak Astri dulu ya mbak."

"Iya deh. Coba ku baca dulu" Dian menjawab dengan nada agak kecewa.

"Yaah…jangan gitu toh mbak…aku nggak enak nih…kita nggak lama kok." Crystal sedikit memohon.

"Iya deh iya…dah sana. Tugasmu dah nungguin tuh" Dian menanggapi dengan senyum. Memaksakan senyum lebih tepatnya.

"Siap!" Tukas Crystal, sembari meneruskan langkahya kearah dimana Astri berada saat ini.

Dian hanya menggelengkan kepala.

Sebuah keadaan dimana, mau tak mau harus diterimanya. Namun ia menyambutnya dengan senyuman.

Semenjak selesai dibacanya chapter terakhir dari tulisan Liana, Dian semacam mempunyai firasat bahwa saat ini, dirinya sedang berada pada awal sebuah kisah yang sangat aneh. Mungkin akan berakhir terlalu aneh dan juga menakutkan.

Fakta-fakta mengenai Liana yang sudah pernah ia jumpai. Di tamba dengan intro yang dilaluinya pagi ini dengan gadis yang bernama Crystal dengan plot-plot pengenalan yang…aneh?

Sebuah persilangan dari personaliti gadis lugu dengan percakapan dan aura yang terasa sangat militer?

Ah…jika saja Dian mau, maka saat ini dirinya sudah membiarkan otaknya untuk berkelana ke alam imaji nya. Melepas angannya untuk mengkait-kaitkan segala hal yang pernah dijumpai dan dipelajari selama hidupnya dengan beberapa fakta yang didapatnya semenjak pagi tadi, untuk menyusun dan meramu berbagai macam plot, membangun beberapa karater tokoh-tokoh, dan mengolah kesemuanya menjadi beberapa cerita.

Kalau mau jujur, sebenarnya hatinya kali ini sungguh sangat bersemangat.

Sebagai seorang penulis cerita-cerita fiksi, beberapa hal yang dijumpainya semenjak pagi ini sungguh menggelitik naluri kreative nya. Bahkan sembunyi-sembunyi, disalah satu sudut benaknya, Dian berdoa, semoga semua yang diharapkannya menjadi nyata.

Senyuman lebar terbit di bibirnya, memikirkan harapan bodohnya.

Namun untuk saat ini, perlahan lahan, Dian ingin menjadi seseorang yang akan membantu sahabatnya. Ya, untuk sementara ini itu saja dulu.

Di raihnya gawai miliknya, membuka aplikasi notepad dan mulai mengetikkan beberapa kalimat yang sekiranya—Dian berharap—akan membantu siapapun yang akan menulis untuk membantu sahabatnya mewujudkan mimpinya. Entah apapun itu.

Setelah selesai, Dian meletakkan gawai miliknya dan mula membaca tuisan yang ditunjukkan oleh Crystal padanya beberapa menit yang lalu. Yang menurt gadis itu, adalah cerita yang ditulis oleh komandan operasi nya saat ini.

Ah…que sera-sera!! Pekik Dian dalam hati.

Dilihatnya folder yang sudah dibuka oleh Crystal. Dian melihat disana menampilkan daftar arsip yang terdapat didalamnya

Hmm? Cuman 4 chapter?

Short story?

Dengan ujung telunjukknya Dian mengetuk file dengan judul Prologue

Prolog? Short story bisa pakai prolog ya?

Ah…udahlah…

Coba kubaca dulu aja

——————————

Written by : Agent Summer

Kepada siapapun anda yang sekarang sedang membaca tulisan ini, sungguh saya bersumpah!! sebenarnya saya sama sekali tidak ingin untuk menulis apapun yang akan saya tulis disini!.

Takut adalah hal yang pertama kali terlintas dikepala saya, ketika tugas ini turun dari atasan saya. Lebih tepatnya ialah, seseorang yang baru saja beberapa hari sebelum saya pada akhirnya menyelesaikan tulisan ini, didapuk menjadi pimpinan baru team saya.

Takut, karena apapun yang akan saya tulis disini, sebenarnya adalah hal-hal yang seharusnya tidak boleh diketahui oleh siapapun diluar "lingkaran credo" kami.

Namun, saya akan mengatakan kepada siapapun anda yang sedang membaca saat ini, ketakutan saya kepada atasan saya melebihi ketakutan saya pada peraturan-peraturan dan perundang-undangan credo kami.

Kenapa bisa seperti itu?, saya sangat mengharapkan kesabaran anda sekalian, untuk menyimak setiap kejadian yang akan saya sampaikan pada tulisan saya ini.

Saya masih ingat dengan sangat jelas, apa yang atasan saya katakan kepada saya pada waktu itu, sebuah kondisi yang kami alami ditengah sebuah peristiwa yang akan saya—dan setiap anggota kesatuan saya—ingat sampai kapanpun.

Peristiwa yang membuat saya sungguh sangat malu. Sebuah sikap yang saya lakukan kepada beliau beberapa minggu yang lalu —(saya tak akan berhenti untuk selalu meminta maaf atas kelakuan saya pada anda waktu itu miss)—. Sikap yang menghantarkan nasib yang harus kami emban sampai saat ini. Sikap yang sampai pada akhirnya, membuat tugas ini turun dari beliau untuk saya sebagai hukuman. —(atau bukan ya?)—.

Baiklah!. Sebelum saya menulis lebih jauh, dari lubuk hati saya yang paling dalam, saya terlebih dahulu ingin mengucapkan,

miss "Tea", saya mohon maaf sebesar-besarnya atas sikap saya kepada anda di malam "Gala Penghakiman" yang lalu. Karena kebodohan saya, saya telah melakukan sebuah tindakan yang membuat anda merasa tidak nyaman. Tapi tolong jangan salah paham, saya sama sekali tidak menyesal.

Dan ketahuilah bahwa, saya melakukan hal itu semata-mata karena kekaguman saya kepada anda. Sama sekali tidak pernah terbesit dalam benak saya  untuk bersikap kurang ajar kepada anda. Jadi sekali lagi saya mohon maaf.

Saat itu, setelah "Gala penghakiman" dan "Catur Besar" telah berakhir, diakhir pertemuan kita —(yang sungguh sangat memalukan bagi saya, yang akan menjadi awal yang baru bagi hubungan kita selanjutnya)— anda mengatakan kepada saya seperti ini "Kalau kamu masih ingin tetap hidup dan mengabdi didalam organisasi ini, tulis semua hal yang terjadi malam ini, selengkap lengkapnya. Semua percakapan, pengambilan sikap, Plus, permintaan maaf darimu dan semua perasaanmu. Lalu kirim semua ke aku sebagai sebuah esai naratif. Ingat! Bukan laporan. Tapi E-S-A-I - N-A-R-A-T-I-F, ok?"

Saat itu, permintaan anda tidak saya gubris. Dengan tidak mengurangi rasa hormat dan kekaguman saya kepada anda, saya ingin menyampaikan maaf yang sebesar-besarnya atas hal itu.

Karena pada waktu itu, saya merasa permintaan anda tidak wajib untuk saya laksanakan.

Namun, seringai anda masih sangat jelas saya ingat, ketika setelah saya mengungkapkan ketidak setujuan saya terhadap permintaan anda karena garis birokrasi anda yang tidak sejalur dengan divisi kami, saat itu anda menjawab dengan mengatakan "you don't know who are you dealing with right now, huh?".

Dan sampai kemudian disuatu hari setelah malam itu, sebuah memo datang ke meja kami, mengatakan bahwa team kami sudah dipindah tugaskan menjadi dibawah kendali kepemimpinan kesatuan anda, kesatuan Havenly. Dan untuk segera melaporkan kesediaan kepada kepala Divisi Strategis Havenly, secepatnya.

Dan saya masih sangat ingat pesan terakhir anda, "oh iya, tulis semuanya dalam bahasa Indonesia ya!?"

Oh Tuhan!. Saya hanya beberapa kali ke Indonesia. Bahkan jika saya menggunakan tehnik milik organisasi, menulis esai naratif —(saya terjemahkan sebagai menulis cerita)— bukanlah hal yang mudah bagi saya. Tapi entahlah, anda adalah boss-nya. —(paragraf ini saya tulis sebagai salah satu perwujudan perasaan saya.)—.

Akhirnya, dengan berbekal jaminan keselamatan dan keamanan yang diberikan oleh kesatuan anda, saya akan mencoba untuk menulis esai ini, se-rahasia mungkin, sebisa saya, sebaik-baiknya. —(yang mana sampai saat sebelum tulisan ini selesai, saya masih merasa tidak paham maksudnya apa)—.

Setelah ini, saya akan menuliskan beberapa moment yang terjadi, yang mengiringi perjalanan saya dan team saya dalam menuliskan laporan yang beliau minta. Dimulai dengan judul yang pada akhirnya disetujui oleh atasan saya.

Silahkan menyimak.

«§»

——————————

Hmm...

Tulisannya rapi. Pengaturan paragraph nya enak diikutin...

Gaya bahasanya juga khas.

Wah...

Si komandan ini menarik juga.

Next chapter deh.

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro