Eps 2 - Crystal 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Part ini yang nulis siapa? Kamu Cryst?" Tanya seorang wanita kepada Crystal.

"Anu mbak, iya, itu...aku..." Crystal menjawab malu-malu. "...kenapa Mbak? Jelek ya? Atau...nggak kerasa feel-nya? Kerasa kosong ya?".

Wanita yang sedang berbicara dengannya saat ini, hanya tersenyum. Matanya kembali melihat kearah tab milik Crystal. Membuka-buka bab-bab selanjutnya "Bukan gitu Cryst, eh...boleh kan kupanggil Cryst?"

"Iya mbak. Santai aja. Mbak Dian boleh manggil aku apapun" senyum Crystal melebar. "Aku sambil makan ya mbak, laper". Crystal menyentuh piring berisi nasi ayam yang beberapa saat lalu diantar oleh pelayan restoran tempat keduanya mengobrol sekarang.

"Tokoh Teara disini, punya dua nama?"

"Um..." Crystal menelan sebentar makanan yang dikunyahnya. Mengambil satu tegukan dari gelas berisi es teh miliknya "...iya mbak. Rencananya sih, mau ku jelasin di bab-bab selanjutnya"

Dian hanya menanggukan kepala.

"Kenapa mbak? Masih kerasa aneh ya? Feels nya masih kosong banget ya? Mbak Di ngomong aja nggak papa kok"

Dian tersenyum mendengar rentetan pertanyaan dari Crystal, "Oke deh. Gini Cryst..." Wanita itu meletakkan tab milik Crystal diatas meja.

Dian menatap lembut, lurus kearah mata Crystal "...Tanpa kekosongan, siapapun tak akan bisa memulai sesuatu"

Netra Crystal berbinar-binar. Tiba-tiba saja tanpa diperintahnya, kedua tangannya menggenggam erat tangan wanita yang sedang berbicara dengannya saat ini. Dua pasang tangan itu bertautan diatas meja yang sedang memisahkan keduanya "Waaah...."

"Kamu kenapa Cryst?" Wanita itu terheran-heran.

Crystal hanya menggelengkan kepala. Masih tersenyum lebar "Emang beda ya, kalau penulis kawakan tuh ngobrol biasa pun, kata-katanya ditata indah"

"...ish, apaan sih Cryst, lama-lama kamu jadi kayak Liana deh" Wanita itu berkilah. Sambil melepas diri dari genggaman Crystal. Namun kemudian dia menelangkup satu telapak tangan Crystal dengan kedua telapak tangannya "Nulis itu, yang penting pake hati. Trus baca lagi tulisan kamu sendiri berulang-ulang, sambil menanyakan ke diri kamu sendiri...kalau kamu sebagai pembaca, kira-kira apa yang kamu cari dari sebuah tulisan. Nah...terus... kamu nemuin hal itu nggak dalam tulisan kamu?. Kalau udah selesai, lepaskan semuanya. Biarkan siapapun yang baca tuh tenggelam dalam interpretasi masing-masing..."

"...Kesempurnaan itu semu Cryst. Kalau ingin terus berkembang, ga ada cara lain, kecuali terus berlatih..." Wanita itu melanjutkan.

"...So...jangan menyerah sebelum mulai. Soal bagus jelek itu urusan belakang. Yang penting, mulai dulu". Dian kembali membaca sekilas tulisan Crystal.

"Nuansa militer udah cukup kerasa. Trus nuansa bizzare yang ingin kamu tunjukin udah cukup bikin penasaran. Terwakili dengan adegan Teara yang bergerak super cepat. Overall, udah lumayan kok"

Dian mengakhiri kalimatnya dengan senyuman.

Perasaan hangat yang sangat menyenangkan memenuhi dada Crystal. Gadis itu sungguh berterimakasih kepada siapapun yang telah memberinya kesempatan untuk bertemu dengan seseorang yang selama beberapa bulan terakhir telah menempati ranking tertinggi dalam daftar nama penulis favorite bagi Crystal.

Dan baru saja, orang yang sedang duduk di depan nya itu, menyamakan kedudukan dirinya dengan seseorang yang hampir seumur hidup telah menjadi idola baginya. Rona merah menyemu lembut diatas pipi, senyum Crystal merekah semakin lebar.

"Mbak Di, Mbak tau nggak nama belakangku siapa?" Tanya Crystal sambil membetulkan kaca mata bulatnya.

Wanita yang dipanggilnya 'Di' itu melepas genggamannya dan menyesap kopi dari cangkir yang berada disamping kirinya "Emang nya siapa Cryst?"

"Liana!", Crystal mengatakannya sambil masih tersenyum.

"Eh? Seriusan? Bisa sama gitu ya?"

"Iya mbak, he he..." Crystal tampak begitu bangga memberitahukan kesamaan nama belakang miliknya dengan nama seseorang yang menjadi idolanya. "...ya...nggak sama-sama banget sih. Ada beda 3 huruf..."

Mata Crystal tiba-tiba membulat. Ekspresinya menunjukkan seperti tiba-tiba ia teringat akan sesuatu, "...oh iya mbak, sebentar..."

Crystal memindahkan piring kosongnya ke meja sebelah yang tampak kosong. Dian memperhatikan terus gadis muda didepannya ini dengan seksama, dan menebak-nebak, kira-kira apa yang akan dilakukannya.

Dian melihat Crystal meraih tas ransel yang disandarkannya pada kaki-kaki kursi tempatnya duduk. Mengambil dari ransel setumpuk tinggi buku-buku, lalu meletakkan mereka diatas meja. Wajah Crystal hilang tertutup oleh tumpukan itu.

Dian melihat tumpukan itu bergeser mendekati tepian meja. Sesaat kemudian, wajah lucu milik Crystal menyembul dari samping tumpukan buku-buku itu "...umm...mbak. Aku boleh minta tanda tangannya nggak?"

"Yak ampuun Cryst, kupikir apaan!? Ndak mau ah!" Tolak wanita itu. "Capek tau tanda tangan sebanyak itu" Sekilas melihat ke tumpukan tinggi buku-buku yang dikeluarkan oleh Crystal.

"Yaaah..." Raut wajah Crystal terlihat kecewa.

"Ntar kukirim deh ke alamat rumah Liana, semua buku-ku yang edisi khusus. Plus tanda tangan sama fotoku, gimana? Cukup?"

Sontak raut wajah Crystal kembali cerah "Makasiiiihh..."

"Eh Cryst, boleh nanya-nanya nggak?"

"Mbak Dian boleh nanya apaaa ajaaaa..." Jawab Crystal dengan masih tersenyum lebar. "...Aku jawab sambil masukin buku ya mbak"

"Kamu kenal Liana dari mana Cryst?"

"Um...kak Liana tuh satu panti sama aku" Crystal menjawab sambil masih terlihat memasukkan beberapa buku kedalam ranselnya.

Kening Dian mengernyit "Panti?"

"Hap! Dah selesai..." Crystal menutup ranselnya. "...emangnya kak Liana belum pernah cerita?"

"Aku juga ndak pernah nanya hal-hal pribadi sih ke Liana, jadi ya...belum pernah". Dian menyesap kopi.

"Kak Liana dan aku, besar di satu panti asuhan yang sama mbak"

"Bentar-bentar..." Dian mendekatkan wajahnya ke arah Crystal, "...jadi, kalian tuh...maaf...Yatim piatu?"

Crystal menjawab Dian dengan satu anggukan.

"Duh! Tuh anak banyak banget sih kejutannya". Dian memijit-mijit pelipis matanya. "Di jawa ya?"

Crystal menjawabnya dengan anggukan. "Logatku kerasa ya?"

"Iya, sama kaya Liana". Dian tersenyum.

"Eh...Ku kasih tau deh mbak..." Crystal semakin tersenyum, "...kalo ngomongin kak Liana tuh gak bakal pernah selesai deh"

"Kayaknya kamu bener deh Cryst. Tau nggak, semenjak pertemuan keduaku sama dia, satu demi satu hal ajaib soal dia tuh terus berdatangan. Bahkan nggak berhenti sampai situ. Orang-orang disekitarnya pun, juga ajaib-ajaib ya ternyata"

Crystal menggangguk-anggukan kepalanya riang penuh kesetujuan.

Dian memicingkan mata "Kamu...nge-fans banget ya sama Liana?"

Crystal melebarkan senyumnya sambil mengangguk, "Tapi aku juga nge-fans sama Mbak Di lhoo..."

Dian hanya menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian menyesap lagi kopi nya "Trus, semenjak kapan kamu nge-fans sama aku?"

"Um...semenjak kak Teara bilang, kalau kak Liana suka sama buku-bukunya Mbak Di. Dan semakin nge-fans ketika nemuin salah satu tokoh disitu tuh, atribut-atributnya mirip sama kak Liana. Udah deh, jatuh hati aku sama tulisan-tulisan Mbak Di"

"Gimana kalo aku bilang, tokoh yang kamu sebutin tadi tuh, model cast nya emang Liana" Dian mengangkat alis nya.

Crystal menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Matanya membeliak tak percaya "Seriuuus!?!?"

"Yap, its the one and only our Liana. Tapi...tunggu bentar...siapa tadi yang kasi tau kamu?" Dian bertanya.

"Um...kak Teara maksud mbak Di?"

Dian mengambil kembali tab milik Crystal. Ia membuka kembali file yang tadi baru saja dibacanya "Teara...yang di cerita kamu ini?"

"He em" Crystal menjawab dengan sekali anggukan. "Nanti mbak Di bakal ketemu kok sama orangnya"

Dian memicingkan mata "Ketemu? dia nanti juga kesini? Atau Teara ini...juga ke rumah Liana?"

Crystal hanya menggelengkan kepala.

"Trus?"

Tiba-tiba Crystal mengalihkan pandangan kearah luar jendela restoran. "Ah! Bentar lagi kak Nathan dateng". Crystal kembali melihat kearah Dian, "Yuk mbak, kita siap-siap"

"Kita mau ke rumah Liana ya?"

Crystal berdiri dari duduknya "Enggak kok..." berdiri menjauh dari kursi, "...bentar ya mbak, aku bayar dulu"

"Eh, nggak usah Cryst! Aku aja" Dian memaksa. Karena merasa aneh jika seorang gadis muda, yang ditaksirnya masih berada di usia belasan tahun ini, malah berakhir mentraktirnya. Lebih-lebih lagi, gadis ini adalah anak panti asuhan.

Dian ikut menjauh dari kursi, menyambar clutch nya, lalu menyusul Crystal menuju ke kasir.

"Uda, meja ampak belas. Nasi Jo ayam, kopi, es teh..." Crystal berhenti sejenak, menoleh ke arah Dian yang sudah berada dibelakangnya. "...mbak, mbak Di tadi makan apa ya?"

Dian terlihat bengong.

"Mbak, mbak Di nggak papa?"

"...Oh..gapapa. Aku nggak pesen makan" Dian tergagap.

"Oh...oke..." Crystal kembali menoleh kearah kasir, "...Udah Da, bara?"

Sambil melihat Crystal menyelesaikan pembayaran, dalam kepalanya, Dian masih terheran. Sedari tadi berbicara santai dengan seorang gadis polos dengan logat jawa yang kental. Dan kini, berubah menjadi seseorang yang berbahasa minang dengan fasih.

"Yuk mbak, dua menit lagi kak Nathan nyampe"

Ajakan Crystal memecah lamunan Dian. "Oh...iya"

Dari belakang, Dian mengikuti Crystal kembali ke arah meja mereka tadi untuk mengambil barang-barang mereka.

"Eh Cryst. Aku mau Tanya serius!. Kita mau ke rumah Liana khan? Trus, kamu tau dari mana kalo jemputan kamu mau dateng?"

Crystal berkedip beberapa kali. Lalu berusaha mengenakan ransel carrier yang memiliki tinggi menjulang melebihi kepala. Tampak timpang menurut Dian.

Tas itu tak cuman tinggi, namun juga lebar.seperti menyaksikan seorang anak SMP yang memanggul tas gunung 60 ltr. Dan gadis didepannya ini tampak santai sekali mengenakannya, seperti sama sekali tak terpengaruh gravitasi.

"Tuh ransel isinya apaan sih Cryst? Buku-buku tadi?"

"Iya mbak. Sama baju" balas Crystal sambil membetulkan kacamata bulatnya.

"Oh iya, kita nggak ke rumah kak Liana kok", Crystal menoleh ke arah luar depot. Melihat sebuah SUV berwarna hitam berhenti tepat di depan pintu depot. "Tuh mbak, jemputan kita dah dateng".

"Eh bentar..." Dian meraih travel bagnya. Sambil melangkah, Dian melanjutkan pertanyaan "...tadi kata kamu kita mau ke tempat Liana?"

"Iya kok. Kita emang mau ke tempat kak Liana. Tapi bukan ke rumah nya" Mereka telah sampai tepat di damping SUV yang dituju Crystal.

Belum selesai kebingungan Dian, kini muncul seorang pria kaukasian berkaus hitam lengan pendek dengan cambang dan brewok tipis, melepas kacamata hitam, mendekati mereka. "Mrs. Dian. How are you today? Sehat?" Pria itu menawarkan sebuah jabat tangan sambil menyunggingkan senyum tampan.

Dian menyambut tangan Nathan tersenyum. "Kabar saya baik", membalas agak bingung. Disambut oleh pria bule dengan logat Indonesia yang sempurna membuat Dian merasa agak aneh.

"Kenalin mbak. Ini kak Nathan" Seru Crystal sambil melepas ranselnya.

Nathan mengambil alih kendali Dian atas travel bagnya, Dan menyusul Crystal yang sudah terlihat memasukkan ransel ke dalam bagasi.

Dian kembali terkejut "Eh!? Bang Nathan yang dulu?"

"Loh? Mbak Di udah pernah ketemu kak Nathan?..." Crystal mendekat ke arah Dian, lalu membukakan pintu kabin penumpang "...yuk mbak masuk"

Dian menuruti Crystal. Selesai mengenakan seatbelt, Dian kembali melanjutkan pertanyaan darinya yang sedari tadi belum terjawab. "Cryst, bang Nathan, Kita mau kemana sih?"

Nathan menoleh kebelakang, "Kita langsung ke Minangkabau Airport. Mrs Sarah sudah nunggu Kita disana"

"Lhoo!! Ada tante Sarah juga!?" Dian semakin penasaran. "...eh bentar, Airport !?!? Kupikir Kita mau ke rumah Liana yang disini?? Kita mau kemana sih? Aku belum urus ticket juga lho!?"

Sambil mengendalikan laju mobil yang kini sudah mulai meluncur di jalan. "Crystal, please release this beautiful lady here from her sorrow. Kamu belum cerita apa-apa ya?" Tanya Nathan dari balik roda kemudi.

"He he, belum kak. Aku lupa. Terlalu asik ngobrol. Ketemu sama idola niih..." Kilah Crystal.

Nathan terkekeh. "Ku laporin ke Summer aja ya. Kubilang kalo anak buahnya mangkir dari tugas. Gimana?"

"Dih!, sukanya main lapor. Jangan lah kaaak"

"Sogokannya dulu dong, hahaha" Nathan terkekeh meledek.

Kening Dian mengerut. "Bentar bentar, duh..." Dian mengurut-urut keningnya. "Cryst, kita mau kemana sih ini?. Trus Summer? Teara? Mereka beneran ada?. Trus airport? Sekali lagi nih ya, aku belum urus ticket lho!"

Crystal tersenyum "Mbak Di tadi kan bilang, kalo kak Liana tuh penuh kejutan kan?"

"Trus?" Tanya Dian semakin penasaran.

"Yang pertama, kita memang mau ke tempat kak Liana kok, lebih tepatnya ke tempat dimana kak Liana dirawat. Kita mau terbang ke Moscow"

"Russia!?" Pekik Dian terkejut. "Gimana kalian bisa urus ticket ku? Pake ID nya siapa? Surat-suratnya gimana!? Siapa yang bayar?"

Senyum Crystal semakin melebar "Siapa bilang kita terbang pake pesawat komersil?"

"Alamak!!" Pekik Dian untuk kedua Kali nya. Menepuk kening dengan telapak tangan.

Panti asuhan.

Tokoh nyata dalam sebuah tulisan.

Pesawat non komersil.

Bule dengan logat Indonesia.

Russia.

Semua hal yang sulit sekali bagi Dian untuk mencari benang merahnya. Dian hanya bisa merebahkan punggungnya lemah.

-terdengar suara sebuah ringtone-

Crystal mengambil sebuah ponsel dari saku depan kemeja flanelnya. "Bentar ya mbak, harus kuangkat nih"

Dian hanya bisa mengangguk.

"Agent Crystal speaking..." Crystal melirik ke Dian.

Kening Dian mengkerut lagi. Menatap Crystal dengan pandangan penuh tanya.

"Yes Sir. Mrs. Dian is already with us right now. Picking Up team Commencing Delivery Operation as we speak sir"

Mendengar namanya disebut di sela-sela percakapan kaku ala-ala militer, membuat Dian merasa mulai takut.

"Yes Sir. Affirmative" Crystal mengakhiri panggilan. Tersenyum manis.

Nathan menoleh kebelakang sejenak. "Dari siapa Cryst?"

"Dari pak Komandan laaah. Siapa lagi?" Crystal membetulkan duduknya.

"Summer? Bilang apa dia?" Nathan bertanya lagi.

"Ya biasa sih, Tanya progress, trus bilang kalo team penyambutan udah siap. Gitu-gitu aja" Jawab Crystal dengan agak malas.

Dian tak bisa lagi untuk menahan diri. "Kalian siapa sih?! Kalian gak lagi culik aku khan!!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro