Eps 3 - Liana 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

SUV yang ditumpanginya kini perlahan memasuki area bandara melalui jalur yang sangat tidak biasa. Dian melihat dari tempat duduknya, mobil SUV ini sedang menuju sebuah pintu berpalang dengan penjagaan ketat oleh para Polisi Militer. Bukan melawati pintu loket yang seharusnya dilewati oleh warga sipil seperti yang selalu diingat oleh Dian.

Selama dalam perjalanan yang menempuh waktu hampir satu jam itu, Dian hanya diam, dan berdoa supaya tak ada sesuatu yang buruk menimpanya. Jika saja setengah jam yang lalu Crystal tak meminta maaf dan meyakinkan Dian mengenai keamanan perjalanan ini, dan jika Dian tak benar-benar yakin bahwa Nathan yang sekarang sedang mengendalikan laju SUV ini adalah Nathan yang sama yang pernah dia temui dulu, maka sungguh, saat ini, saat dimana SUV mereka sedang berhenti di dekat pos, Dian akan sekuat tenaga berteriak meminta pertolongan kepada para petugas PM.

Dian memperhatikan Nathan saat ini terlihat menyerahkan beberapa dokumen kepada petugas, dan menjawab beberapa pertanyaan. Moment itu diakhiri dengan senyuman petugas pemeriksa, yang kemudian mempersilahkan mereka memasuki area.

Dian menoleh ke arah Crystal yang duduk di sebelah kirinya, lalu menghela nafas. Dian melihat mata gadis itu terpejam. Namun masih dalam posisi duduk yang tegak.

Dian mengenang masa beberapa hari yang lalu. Ketika ia mendapatkan sebuah surel dari seseorang yang sudah lama tidak bertemu. Seorang sahabat. Seseorang yang pernah Dian jadikan model cast untuk salah satu cerita yang pernah ia tulis. Zahra Liana.

Dalam emailnya, Liana mengatakan kalau dia sangat rindu dan ingin bertemu. Sekaligus ingin minta tolong akan sesuatu. Namun Liana tak menyebutkan mengenai hal itu lebih lanjut.

Dalam surel itu, Liana juga memberitahukan bahwa dirinya sedang berada di tempat yang jauh dan sedang berhalangan untuk berangkat bertemu. Maka Liana akan mengatur semua hal yang berhubungan dengan keberangkatan dan kepulangan Dian terkait dengan pertemuan nanti. Termasuk mengenai seseorang yang akan menjemputnya. Seorang gadis bernama Crystal. Gadis yang sepertinya sedang tertidur di sebelahnya sekarang.

Ia memperhatikan gadis itu sedikit lekat. Rambut hitam sebahu yang dikepang dua. Kacamata dengan frame bundar. Wajah manis dengan kulit berwarna sawo matang. Figure yang tak bisa dikatakan gemuk, kalau boleh dibilang, malah cenderung agak kurus. Kemeja flanel kotak-kotak, dipadu dengan celana jeans biru tua. Sepatu boots kulit berwarna coklat gelap. Seorang gadis dengan tinggi badan yang sedikit lebih pendek darinya, yang beberapa saat lalu menerima sebuah telefon dan bercakap-cakap menggunakan kalimat-kalimat ber-nada kan militer.

Sebagai seseorang yang selama ini bergelut dengan dunia kepenulisan, ia tak bisa menahan otaknya untuk tak berfantasi apapun mengenai apa yang sedang dialaminya saat ini. Namun sama seperti apa yang tadi ia katakan sendiri kepada Crystal saat di restoran, Liana selalu penuh dengan kejutan, begitu pula orang-orang disekitarnya.

Dian kembali menoleh kearah luar jendela.

Dian terkenang akan saat ketika ia terakhir kali bertemu dengan gadis yang dia kenal dengan nama Liana, 10 tahun yang lalu.

—————
°¢°
—————

Di suatu siang di sebuah restoran. Dian sedang sibuk mengetik naskah pada perangkat laptop. Sambil sesekali menyesap minuman, ia melirik layar ponsel nya. Setelah tak didapatinya satupun notifikasi pada layar, ia kembali mengetik. Tenggelam dalam alur-alur cerita.

Setelah beberapa paragraf telah diketiknya, terdengar suara dentingan satu kali, Dian meraih ponselnya. Beberapa kali mengetuk layar ponsel dengan ibu jari, wanita itu membuka kolom pesan singkat.

Sebuah senyum terbit di bibirnya. Tubuhnya menegak, mengalihkan pandangan kearah lahan parkir. Restoran yang berdindingkan formasi kaca-kaca lebar, memungkinkan Dian untuk melihat kearah lahan parkir dari dalam.

Beberapa saat kemudian dilihatnya seorang gadis berparas kaukasian yang dipapah oleh seorang pria tegap dengan setelan rapi, yang juga berparas kaukasian, memasuki area dalam resto.

Dian melambaikan tangan. Sikap itu ditangkap oleh sang pria yang mengenakan setelan. Dengan sigap pria itu membimbing sang gadis kearah meja dimana Dian berada saat ini.

Dian berdiri, menyambut keduanya tersenyum. ia memeluk sang gadis, "Hi...Liana...how you doin to day?".

Liana membalas pelukan itu hangat "Sehat mbak..." gadis itu tersenyum, "...mbak Dian gimana? sehat mbak?"

"Sehat Na...ayo duduk?" Dian mempersilahkan tamu-tamunya.

"Nath...you can wait for me in the car. I won't be long" kata Liana kepada pria yang sedari tadi memapahnya.

"Alright miss Liana. I put your walking stick on the right side of the table..." pria dengan setelan itu membalas sopan. Seraya menarik keluar kursi untuk gadis itu, "...please sitdown miss Liana. I'll leave you for now. If you need anything, just send me your signature..." setelah dipastikannya gadis itu duduk, ia menegakkan tubuhnya, lalu mengangguk sekali kearah Dian, "...mrs. Dian..." lalu pria itu pergi meninggalkan mereka berdua.

"Padahal aku dah bilang berkali kali lho ke Nathan, aku bisa jalan bahkan tanpa tongkat..." Liana menghela nafas, "...hadeeh.." tukas Liana.

"Dia itu apa mu sih Na? Kok...kemana mana kamu kayaknya harus sama dia?..." Dian bertanya sembari kembali duduk di kursinya, "...mau pesen apa? Biar aku panggilin pelayan"

"Oh...nggak usah mbak? Aku cuman sebentar kok. Aku sebenrnya juga lagi nungguin tante Sarah nyampe ke Indonesia. Hari ini ada meeting buat acara nikahan bulan depan..." Liana terdiam sejenak, "...aura mbak Di hari ini bagus banget...buku keempat dah naik cetak ya?"

"Iya Na...dah dikasi kabar sama miss Sarah ya?...by the way, selamat ya buat nikahannya..." Dian tersenyum tulus, "...kamu nikah sama siapa Na? Sama yang tadi? Trus kerjaan kamu? Berhenti?"

"Makasih mbak...iya aku udah berhenti Mbak. tapi nikahnya nggak sama Nathan. Nathan itu butler yang di assign khusus buat aku..." Liana menjawab, "...oh iya, aku kesini buat nyampein pesen dari tante Sarah, dan aku juga setuju"

"Oh ya...apa itu Na?" Dian menutup layar laptop nya.

"Untuk uang royalti yang mbak Di janjiin ke aku, gak usah mbak kasi gapapa..." Liana berhenti sejenak, tangannya menyelipkan rambut kebelakang telinga, " ...aku kepingin uangnya mbak Di sumbangin aja ke yayasan yatim piatu aja mbak" Liana tersenyum.

Dian terdiam sejenak. Lalu ia menopangkan dagunya pada satu telapak tangan yang sikunya bertumpu di permukaan meja. Dian tersenyum.

"Eh?...warna mbak Di berubah? Ada apa mbak?" Liana berujar.

Dian melihat lekat wajah gadis didepannya ini.

Rambut panjang merah keemasan digelung keatas anggun. Beberapa helai rambut menjuntai kedepan dan samping. Kulit wajah putih cerah, alis mata tegas, namun indah. Menampilkan kombinasi Eropa dan Asia barat dengan sempurna. Tampil dengan make up tipis, dihiasi semburat bercak khas kulit ras kaukasia Eropa. Freckles mereka menyebutnya. Pupil matanya melebar sempurna. Berbingkaikan iris mata berwarna keemasan. Mata itu tampak menerawang jauh.

Dian melambai-lambaikan tangan didepan wajah Liana, namun respon yang diharapkannya hadir, tak dijumpainya.

Sebenarnya Dian tau gadis ini buta, tapi setiap kali dirinya berjumpa dengan Liana, gadis ini selalu berhasil membuatnya terheran-heran sekaligus kagum. Dian tak bisa menahan senyumnya semakin merekah.

"Kamu tuh makhluk apa sih?..." Dian mengerutkan dahi, masih tersenyum.

"Eh?...ya manusia lah mbak. Kenapa sih? Warna mbak Di kok tiba-tiba jadi warna-warni gitu?" Liana membalas.

"Kalo lagi ketemu sama kamu, aku tuh sering lho mbatin, kagum aku sama kamu" jawab Dian menggoda.

Liana terkesiap. Pipi pucatnya bersemu merah, "Duh mbak Di, apaan sih..."

"Gimana nggak kagum coba. Ada cewe bule... tinggi, cantik, baik hati...tapi kalo ngomong, kerasa banget logat jawanya. Trus kalo lagi ngomong inggris, pronounce nya perfect banget. Tante Sarah pernah sih cerita kalo kamu juga polyglot kaya beliau, tapi tetep aja aku kagum"

Dian sedikit memeiringkan kepalanya "Belum lagi kenyataan kalau kamu buta, tapi bisa ngelihat, dengan men-citra kan warna-warna di dalam benaknya. Belum lagi, profesi-mu yang sebagai escort itu..." Dian menggelengkan kepala.

"... Sampe sekarang nih ya, aku tuh masih ga percaya kalo kamu masih 18 tahun lho Na..." Dian semakin tersenyum. "...gimana ga kagum coba?..."

"...Daan...sekarang nih, tiba-tiba kamu nggak mau nerima uang royalti dengan maksud nyumbangin aja duidnya ke panti asuhan. Gak salah aku jadiin kamu model buat salah satu tokoh ceritaku" Dian tersenyum tulus.

"Duh mbak Di!!...aku salting lho..." Liana menutup kedua pipinya, "...trus apa-apaan itu tokoh yang dibukunya mbak Di, cewe itu terlalu kereen mbak. Aku nggak ada apa-apanya" lanjut gadis itu, tersipu malu.

"hahaha..." Dian tertawa, "...kan gapapa Na, namanya juga fiksi...lebay dikit boleh laaah"

"eh mbak...maaf, Nathan barusan kasi sinyal kalo miss Sarah dah nyampe di Suta" Tukas Liana sopan.

"hmm...satu lagi nih..., kalian beneran bisa telepati?" Dian penasaran.

"ngg...ya...kaya gitu sih...hehe".

"kalian tuh makhluk apa sih? Gak tante Sarah, gak cowok itu, gak kamu..." Dian menggelengkan kepala.

Tak lama kemudian Nathan terlihat memasuki area restoran. Menghampiri mereka. Setelah sampai, ia dengan sigap membantu Liana berdiri. "Lady Sarah is waiting for us".

"Mbak Di...aku duluan ya. Kapan kapan kita ngobrol lagi deh" Liana berdiri. Menyambut pelukan Dian erat.

Dian membisikkan sesuatu ke telinga Liana, "bilang sama Mak'e, nggak usah serius-serius muka nya"

Liana terkejut, "eh!? Mbak Di bisa liat Mak'e? Kok bisa tau namanya!?"

Diana mencium pipi kiri dan kanan Liana, "Emangnya cuma kalian doang yang tau soal aneh-aneh...aku berani taruhan si bang Nathan ini pun ndak bisa Liat Mak'e..." Diana melepas pelukannya dan melirik kearah Nathan, "...iya nggak bang?"

"Au ndada boi marnida Mak'e, alai au mangae parrona" (Saya memang tak bisa melihat Mak'e, tapi saya bisa merasakan kehadiran beliau) jawab Nathan dengan bahasa yang sangat dikenal Dian, walaupun masih agak aneh terdengar di telinga.

Dian menepuk dahi dengan telapak tangan, "alamak!!...", kemudian Dian menggelengkan kepala beberapa kali, "...yaudah, miss Sarah dah nungguin tuh. Pusing aku ketemu sama kalian. Bener-bener inspirasi deh"

Kemudian mereka bertiga menggelak tawa, sebelum akhirnya mereka berpisah.

—————
°¢°
—————

Dian selama ini selalu berfikir, tak pernah terbayang olehnya, jika pertemuan tak terduga antara dirinya dengan seorang muchikari penyedia "Teman wanita" elite di suatu gala dinner, akan membawanya kepada sebuah kesempatan baru dalam dunia kepenulisan. Pertemuan yang sampai saat ini tak pernah dilupa. Yang membuatnya berkenalan dengan seorang gadis yang dikemudian hari menjadi salah satu subjek penelitiannya.

Pada awalnya, saat pertama Kali Dian bertemu dengan Nyonya Sarah, sang muchikari, Dian mempunyai ide untuk membuat cerita baru yang rencananya akan menyajikan kehidupan seorang "Teman wanita" kelas atas. Seorang elite escort girl. Namun, semakin dalam ia mengenal subjek ini, semakin terbuka pemikirannya.

Dian masih ingat saat itu, saat pertemuan ketiga dengan Nyonya Sarah, saat untuk pertama kali Dian dekenalkan dengan sosok Liana. Salah seorang Escort yang bekerja dalam naungan Nyonya Sarah. Seorang gadis bule yang cantik, namun mempunyai kekurangan dalam pengelihatan.

Dian akui, mengetahui sedikit kenyataan itu, membuat sisi kemanusiaan Dian ingin berteriak. Orang macam apakah Nyonya Sarah ini, yang mempekerjakan seorang gadis buta sebagai Escort yang jika boleh dibilang, profesi yang sama rendahnya dengan seorang pelacur.

Akan tetapi, semakin Dian berkomunikasi dengan Liana, Dian semakin kagum dengan kecerdasan yang tersirat dari bagaimana gadis itu berbicara dan bersikap. Semakin Dian mengenal Liana, semakin anggun gadis itu dimatanya. Dan Dian akhirnya mengetahui kenyataan bahwa gadis bule itu bisa berbahasa Indonesia dengan fasih. Dan semakin kebelakang, semakin Dian tau kalau gadis itu ternyata menguasai lebih dari 8 bahasa lain. Memang berbeda jika berbicara tentang sebuah profesi dengan level servis kelas atas. Serendah apapun itu.

Dan ketika Dian juga mendapati bahwa Liana terlihat sama sekali tak mempunyai masalah mengenai profesinya, Dian sedikit bisa menahan diri untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya. Bahkan kalau boleh mengatakan, Liana terlihat sangat professional.

Di pertemuan itu pula, seakan Dian menemukan berlian, ketika Liana mengungkap sebuah kenyataan bahwa Liana ialah seseorang dengan kemampuan "Lebih". Dengan telak Liana mengupas hampir seluruh permasalahan dalam hidup Dian, sebagai pembuktian ucapan kejujurannya. Yang pada akhirnya membuat Dian beralih untuk menulis cerita fiksi-supranatural. Sebuah keputusan yang mengantarkan dirinya menjadi sampai seperti sekarang.

Namun, hari ini, rupanya Dian harus bersiap-siap untuk sesuatu yang lebih besar.

Undangan Liana untuk bertemu kali ini, sungguh membuat Dian bahagia. Namun, ketika semenjak tadi Dian terus berbenturan dengan fakta-fakta aneh, membuat Dian semakin berfikir, mungkin Dian harus mempersiapkan dirinya, terkejut untuk sekian kalinya.

Seperti yang baru saja terjadi. Sejauh kemampuan Dian berimajinasi, mungkin mereka ini adalah personel militer yang bergerak di private sector, berprofesi sebagai bodyguard bagi individu-individu semacam Nyonya Sarah. Terasa masuk akal ketika ia berfikir seperti itu. Bukan..., ini adalah penjelasan yang paling masuk akal. Namun Crystal, gadis muda itu, bagaimanapun Dian melihatnya. Gadis itu masih sangat terlalu muda untuk pekerjaan semacam itu. Kecuali jika Dian salah memperkirakan umurnya.

Mungkin nanti Dian akan menanyakannya secara langsung saat gadis itu terbangun. Dan jika nanti akhirnya terjawab, hal itu diharapkanya bisa sedikit meringankan beban didalam benaknya.

TBC

————————

Author's notes

SUV : Sport Utility Vehicle
Kendaraan sport/perkotaan roda empat dengan kapasitas penumpang lebih dari 4 orang. Yang dilengkapi dengan kapasitas bagasi yang lebih luas.

Escort Girl/Lady Escort.
Seorang penyedia jasa "Teman Kencan".

Polyglot.
Seseorang dengan kemampuan untuk berbicara dalam banyak bahasa.

Butler.
Pelayan pria.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro