16. The Feeling You Hide

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


16. The Feeling You Hide

Cessa mengenakan Chanel white long sleeve floral mesh swing maxi dress, Brian Atwood white high heels dan Giorgio Armani black clutch. Sepasang Mikimoto pearl earrings with diamond menghiasi kedua telinganya.

"Kamu suka dress-nya?" tanya Arion kepadanya sebelum mereka berangkat ke lokasi pesta pagi menjelang siang itu.

Cessa mengangguk gugup. Ia mencoba dress tersebut sebelum berangkat ke Singapura, dan ia langsung menyukainya. Modelnya sederhana, dan yang pasti tidak terlalu terbuka. Ia tidak merasa nyaman dengan pakaian seksi.

Arion mengulurkan sebuah kotak kecil. "Buka deh."

"Ini apa?" tanya Cessa. Ia menerima kotak bertuliskan Chanel. Dan saat dibuka, ia terkejut. Ia berusaha menahan mulutnya sebelum menganga lebih lebar.

Cincin?

"Bukan cincin biasa." Arion ikut melihat cincin yang masih tertanam di dalam kotaknya. Ia lalu menatapnya dalam. "Kamu suka kan?"

Cessa menutup kotak tersebut dan menyerahkan kembali ke tangan Arion.

"Saya nggak bisa sembarang menerima cincin."

"Saya nggak punya maksud apa-apa ngasih kamu cincin ini." Arion masih menggenggam kotak itu. "Hanya sebagai ucapan terimakasih karena kamu mau jadi pasangan saya di pesta."

"Barang-barang yang melekat di tubuh saya sekarang ini udah lebih dari cukup, Pak." Cessa menatap clutch di pangkuannya.

Indah tapi ia selalu merasa apa yang ia pakai saat ini adalah barang-barang titipan yang suatu saat akan ia kembalikan kepada sang pemilik. Meskipun Arion mengatakan jika ia boleh mengambil barang-barang yang diberikan kepadanya, ia tetap akan mengembalikannya.

Ia hanya tidak ingin merasa berhutang kepada Arion.

Untung saja Arion tidak lagi memaksanya menerima cincin tadi. Arion pamit sebentar untuk menyimpannya di kamar.

Felix baru saja menelepon dan mengatakan tidak lama lagi mobilnya akan sampai di depan lobi. Mereka harus bergegas turun sebelum Felix berlama-lama menunggu mereka.

Kemarin, setelah makan siang, ia dan Arion berjalan-jalan sebentar di sekitar hotel. Mereka berkunjung ke Gardens by the Bay menggunakan mobil yang hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit untuk sampai ke sana.

Sesekali mereka mengobrol sambil menikmati fasilitas yang tersedia.

Canggung. Cessa tidak memungkiri sekalipun mereka mencoba untuk mengobrol, mengakrabkan diri satu sama lain, rasa canggung tidak juga hilang. Arion mungkin telah mencoba berusaha sebaik mungkin untuk mendekatinya dan membuat interaksi mereka santai dan friendly. Namun, setiapkali pandangan mereka bertemu, saat itu juga mereka saling menjauhkan diri satu sama lain. Jelas, bukan hanya dirinya saja yang merasakan kecanggungan. Dari bahasa tubuh Arion, ia bisa merasakan hal yang sama.

Mengapa? Ia tidak tahu penyebabnya.

Lalu, ketika suatu waktu Arion mencoba berjalan sambil menggenggam tangannya. Jemari mereka yang saling bertautan seolah-olah mencoba mencari cara untuk lepas satu sama lain.

Apakah sikap mereka ini normal?

Ia merasakan Arion mencoba mendekatinya. Namun, di saat yang sama juga mencoba menjauhinya.

Benar-benar membingungkan, bukan?

Pada saat yang lain, Arion diam-diam menyelipkan lengan di pinggangnya hingga mereka saling merapat satu sama lain. Melarikan jemarinya di permukaan rambutnya, kemudian melepaskannya begitu saja.

Jika Arion ingin menahan diri untuk tidak menyentuhnya, mengapa ia merasa Arion menginginkan interaksi lebih dekat dengannya?

Ia tidak mengerti, benar-benar tidak mengerti.

"You look awesome," puji Felix saat melihat Cessa.

Felix mengenakan kemeja putih dan celana khaki.

Sedikit mirip dengan penampilan Arion. Namun, model kemeja Arion sedikit lebih panjang di bagian lengan, yang ia pasangkan dengan celana kain berwarna gading.

Ya, dresscode untuk mereka adalah warna putih, jadi suasana di sekitar tempat pesta akan didominasi undangan berpakaian putih. Arion tidak pernah memberitahu dress code sejak mereka berangkat dari Jakarta, dan baru mengetahui hal itu setelah Arion yang memberitahunya di hotel.

Felix memujinya.

Tapi, Cessa tidak pernah mendengar Arion memberinya pujian sejak mereka bertemu pagi tadi setelah ia selesai berpakaian.

Bukannya, ia minta dipuji tetapi...

"Ay, bisa nitip ponsel?" tanya Arion saat mereka baru turun dari mobil. Cessa membuka tasnya dengan hati-hati dan memasukkan ponsel Arion ke dalamnya.

Arion memberi isyarat untuk mereka supaya bergandengan. Saat ia tidak bereaksi, tangan Arion menggenggam tangannya. Mereka melangkah bersamaan menuju ke tempat duduk yang telah disediakan. Felix menunjukkan deretan kursi yang masih kosong di sebuah meja kayu panjang yang telah didekorasi dengan taplak meja putih dan buket bunga segar berwarna-warni. Salah satu rangkaian bunga dibentuk dari sekumpulan mawar putih. Cantik sekali.

Tidak berapa lama, kedua pengantin memasuki venue outdoor bertemakan spring flowers blossom. Tampilan mereka sangat sederhana. Zayn mengenakan setelan jas putih, sedangkan Syiana mengenakan off shoulder white lace dress yang menjuntai sebatas ujung sepatu. Rambut cokelatnya disanggul dengan hiasan mawar putih.

Semua undangan berdiri untuk mengucapkan selamat kepada pengantin.

Sekarang giliran Zayn dan Syiana bergantian memberikan kesan mereka satu sama lain dalam bahasa Inggeris yang juga diselingi bahasa Indonesia, juga dialek Melayu. Sebuah pernikahan multikultur yang sangat menarik sekaligus indah.

"I just want to spend my whole life with you. Forever and ever. I love you to the moon and back, Syiana. My wife." Zayn lalu memeluk dan mengecup bibir Syiana. Undangan terdiam sesaat. Dan setelah ciuman itu berakhir, para undangan mulai bertepuk tangan.

***

"Saya ketemu mereka semalam."

"Oh, ya?"

Cessa mengunyah wedding cupcake rasa blueberry. This is one of the best cupcakes in town.

Setidaknya itu yang dikatakan Arion kepadanya.

"Background keluarga mereka beda banget lho, Ay."

Cessa tetap melanjutkan memakan cupcake sambil mendengarkan cerita Arion.

"Syiana itu anak pengusaha kaya di Medan. Sedangkan Zayn, terlahir dari keluarga biasa. Tapi mereka bisa bersama."

Arion menatapnya dengan sorot mata tidak terbaca.

Sebenarnya apa yang laki-laki ini coba bicarakan dengannya?

"Buat kamu." Arion meletakkan buket bunga yang tadi dilemparkan Syiana kepadanya. Benar-benar tidak ada perebutan bunga. Syiana mengatakan bunga itu khusus untuknya.

"Saya belum pengen nikah, jadi buat Bapak saja. Kan Bapak lebih tua?"

"Nggak. Siapa yang tau kamu nikahnya lebih cepat?" Arion tetap bersikukuh meletakkan buket bunga mawar putih itu di pangkuannya. Cessa akhirnya mengalah dan meminggirkannya.

Cessa meminum air mineral sebelum melanjutkan memakan cupcake yang sepertinya tinggal dua suap lagi.

"Kamu suka banget ya kue itu? Nanti saya antar kamu ke tokonya, siapa tau kamu mau bawa pulang yang banyak."

"Terimakasih, Pak. Saya pengen nambah, tapi malu sama yang punya hajatan." Cessa lalu mengangkat buket bunga yang diberikan Arion. "Terimakasih juga untuk yang ini."

Arion mengangguk. Mata mereka bertemu, dan seperti biasa. Jika kontak mata terjadi, maka salah satu dari mereka akan mengalihkan pandangan. Kali ini, Arion yang lebih dulu mengalihkan matanya.

"Bapak kenapa sih?"

"Kenapa gimana?"

"Sejak semalam sampai sekarang, kaya lagi mikir sesuatu yang berat banget. Bapak juga jarang senyum."

"Kamu segitu perhatiannya sama saya sampai tau perubahan mood saya?"

Cessa mengaduh. Salah ngomong kan?

Ia hanya refleks mengatakannya. Terserah jika Arion menganggapnya sebagai bentuk perhatian.

Nggak. Bukan. Bukan seperti itu.

Bukankah ia tidak boleh menunjukkan perhatian kepada laki-laki itu? Ia bersikap cuek saja, laki-laki itu masih tetap mengganggunya. Bagaimana jika ia melemahkan pertahanan dan memberikan peluang dengan sebuah tindakan yang orang sebut dengan perhatian? Arion mungkin akan berpikir macam-macam tentangnya.

Ia harus menegaskan batas di antara mereka. Bahwa saat ini ia hanya bertindak sebagai partner Arion ke pesta itu. Dan mereka hanya pasangan kontrak.

"Saya suka perempuan yang peka tapi gengsian. Suka makan cupcakes, dan nggak suka digombalin. Suka bikin penasaran. Nggak suka Seafood karena bikin alergi." Arion menolehnya. "Itu tipe saya banget."

Cessa tersenyum masam.

Ia tahu, Arion memang senang mengganggunya.

"Gangguin aja saya terus."

Arion mengangguk. "Saya akan terus gangguin kamu, jadi kamu nggak akan pernah bisa ngelupain saya karena sikap saya yang satu itu."

Cessa menatap Arion sinis. "Jangan suka mempermainkan perasaan perempuan. Bapak nggak tau yang namanya karma?"

"Karma seperti apa?"

"Nggak dapet jodoh."

"Nggak mungkin saya nggak dapat jodoh. Kamu nggak lihat perempuan yang duduk di sana?"

Pandangan Cessa mengikuti lirikan mata Arion. Seorang perempuan dalam balutan gaun putih pendek yang jatuh di atas lutut. Sekilas penampilannya mengingatkan Cessa pada model iklan shampoo di TV. Rambutnya indah. Sikapnya elegan dan kelihatan mature dan ramah saat berbincang. Tipe perempuan yang masuk kriteria menantu idaman hanya dengan sekali memandang.

"Dia mantan saya waktu kuliah. Salah satu mahasiswi tercantik di NTU. Dan sekarang kerjaannya sebagai CEO startup web designer yang beromzet jutaan SGD sebulan. Dia lagi nyari calon suami. Dia minta nomor telepon saya tadi. Mungkin dia jodoh saya."

"Kenapa Bapak nggak samperin dia?"

Arion tersenyum. "Kamu tau nggak sih yang namanya kode etik orang yang lagi status in relationship? Jangan lirik perempuan atau laki-laki lain jika tidak ingin dicap sebagai cheater alias tukang selingkuh. Saya menghormati kamu sebagai pacar saya."

"Kan saya bukan...,"

"You are. Kamu pacar saya," tegasnya.

Cessa membuang napas.

"Sebenarnya, gimana perasaan Bapak ke saya?"

Arion tersenyum tipis.

"Akhirnya kamu nanyain juga hal itu."

Cessa memundurkan badan saat Arion menyentuh sudut bibirnya. Kata Arion, ada remahan cupcake. Cessa menyeka bibirnya dan menemukan lagi remahan kue.

Pasti karena terlalu antusias menemukan kue yang enak, ia sampai tidak memerhatikan kondisi make-upnya. Cessa mengambil tas kemudian beranjak dari kursi.

"Kamu mau ke mana?"

"Mau ke toilet," jawab Cessa.

"Saya antar."

"Nggak usah, Pak. Toiletnya di sana kan?" tunjuk Cessa.

Arion ikut beranjak, tanpa menjawab pertanyaannya. Malah sekarang Arion menggamit tangannya menuju gedung yang terletak bersebelahan dengan venue garden party tersebut.

"Kita pulang aja kalo gitu. Saya mau pamit dulu ke pengantin." Arion menyerahkan buket bunga kepadanya dan membimbingnya menemui pengantin sebelum mereka kembali ke hotel.

***

Karena tidak ingin merepotkan Felix, Arion menelepon jika ia dan Ayana akan naik Grabcar saja kembali ke hotel. Felix rupanya keasyikan mengobrol dengan salah satu nasabahnya dan sejenak melupakan dirinya. Arion mengucapkan terimakasih dan mengatakan akan mengunjungi Felix jika ia punya kesempatan. Felix sangat sibuk dengan pekerjaannya, jadi mungkin tidak punya banyak waktu untuk mengobrol dengannya. Felix berjanji akan mengunjunginya di Jakarta. Namun Arion yang balik berjanji akan menemuinya di Bali. Jadi terserah, agenda mana yang akan terealisasi.

Sebelum ke hotel, Arion memberitahu Ayana bahwa mereka akan mengunjungi toko kue tempat cupcake surga itu dimakan gadis itu dengan lahap. Ia tidak pernah melihat antusiasme seperti itu sebelumnya di wajah Ayana.

Cupcake yang manis, semanis dirinya.

Beautiful, sweet, and heartwarmer.

Carol boleh jadi lebih cantik dan elegan daripada Ayana. Namun, bagaimana mungkin kamu sanggup melirik perempuan lain, sementara perempuan yang kamu sukai ada di dekatmu?

Tuhan akan marah.

Apa masih tidak puas juga?

Ayana tengah memilih-milih aneka cupcakes yang terpajang di etalase. Ia bertanya kepada Arion apakah ia bisa membeli selusin cupcake dengan beberapa varian rasa.

Ay. Kamu mau cupcakes sampai setoko-tokonya juga akan saya beli buat kamu. Asalkan bisa terus melihat kamu tersenyum bahagia seperti ini.

Tapi, ia tidak mungkin mengatakannya langsung, karena selain gadis itu akan tersinggung. Ayana juga akan menyebutnya angkuh dan suka pamer.

Dear, i have much money to buy anything to make you feel comfort and happy.

"Bapak mau minuman apa?"

Arion balik bertanya. "Kamu pesan dong yang kira-kira saya suka?"

Ayana mengarahkan telunjuk pada daftar drinks pada katalog yang diberikan setiap customer datang. Aneka macam kopi, minuman cokelat hingga bubble tea tersedia di sana. Ayana memilihkan strawberry milkshake untuknya. Ia sebenarnya lebih menyukai kopi. Namun, karena ia tidak memberitahu Ayana, dan membiarkan gadis itu menebak minuman apa yang ia sukai, akhirnya ia hanya bisa menerima pilihan minuman yang kini telah ia pegang.

Ayana memesan milkshake cokelat yang di mata Arion terlihat horor. Relationship-nya yang buruk dengan cokelat bermula saat ia masih balita. Waktu itu sekali dua kali ia muntah-muntah sehabis memakan es krim cokelat, brownies hingga permen cokelat. Keadaan bertambah parah saat di hari ulangtahunnya yang kelima. Waktu itu mama menyiapkan giant birthday chocolate cake .Cake cokelat itu ia santap beramai-ramai dengan teman-temannya. Tidak berapa lama reaksi yang muncul semakin parah. Selain muntah, ia pun mengalami sesak napas, pembengkakan lidah, bibir dan tenggorokan. Sampai-sampai ia harus dilarikan ke rumah sakit. Sejak itu, tidak ada lagi cokelat untuknya. Makanannya diawasi super ketat, terkhusus usianya masih muda untuk memilah makanan dan minuman sendiri. Di saat anak-anak lain sangat menggemari makanan atau minuman dengan rasa cokelat, ia lebih memilih vanilla atau strawberry. Menurut dokter, alerginya tetap bertahan hingga dewasa. Jadi, ia benar-benar harus menjauhi cokelat, katakanlah untuk selama-lamanya.

"Bapak mau?" ledek Ayana saat menyeruput milkshake pesanannya.

"Boleh. Asal abis ini kamu makan Seafood ya?"

Mereka sama-sama tertawa.

Awalnya memang mengesalkan harus hidup dengan pantangan makanan yang menurut orang-orang sangat enak. Seiring waktu, Arion menyadari bahwa kondisi tubuh seseorang berbeda-beda. Bersyukur, ia hanya alergi cokelat. Hanya perlu memantangkan jenis makanan itu.

Bagaimana dengan orang lain yang memiliki pantangan lebih parah darinya? Penyakit-penyakit berat bahkan langka? Apakah kalian pernah mendengar penyakit langka urtikaria aquagenik yang hanya diderita sekitar 100 orang di seluruh dunia? Alergi di mana seseorang tidak bisa bersentuhan dengan air, airmata, keringat, air liur, air hujan, hingga salju. Reaksi awal berupa ruam merah di kulit, yang jika terpapar air terus-menerus dapat memunculkan sensasi terbakar hingga tumbuh jaringan abnormal di kulit.

Mendingan alergi cokelat daripada alergi Seafood. Maksudnya, siapa yang bisa menolak kelezatan lobster, kepiting, dan ikan laut? Selain rasanya yang lezat, kandungan proteinnya juga sangat baik untuk tubuh.

Ia harus menaruh kasihan pada gadis yang duduk di sebelahnya.

Kali ini mereka duduk di balkon. Masih memakai pakaian yang sama. Menikmati makanan dan minuman manis. Siapa yang peduli, jika bisa duduk menikmati suasana menyenangkan bersama orang yang spesial?

"Ayana."

Ayana menolehnya.

"Saya sudah lama mau ngomong soal ini ke kamu."

"Tentang apa?"

"Saya suka sama kamu."

Reaksi Ayana sudah dapat ia tebak. Gadis itu terdiam. Namun, Arion yakin saat ini perasaannya sedang terusik.

"Saya selalu bertanya-tanya tentang mengapa saya bisa menyukai kamu. Mengapa saya harus memaksa kamu untuk menerima saya sebagai pacar kamu. Saya nggak pernah seperti ini sebelumnya. Dulu saya berpikir, saya hanya ingin bersenang-senang karena butuh pelampiasan kebutuhan biologis. Saya nggak pernah bisa serius sama perempuan. Bagi saya, pernikahan bukan hal yang penting."

"Tapi melihat prosesi pernikahan Zayn dan Syiana. Bagaimana mereka melewati segala perbedaan untuk bisa bersama. Dan pandangan-pandangan mereka tentang relationship. Rasanya saya bisa mendapat sedikit pencerahan."

"Jadi, Bapak sudah mulai memikirkan tentang pernikahan?" tanya Cessa.

"Keluarga saya udah nuntut saya untuk segera menikah. Saya rasa tidak ada salahnya mulai memikirkan soal itu."

"Apa ada kriteria khusus?"

"Spesifik nggak ada. Tapi yang jelas, perempuan yang akan saya nikahi itu harus perempuan yang kuat. Perempuan yang bisa menyesuaikan dengan keluarga saya dan dinamika di dalamnya. Papa saya orangnya keras, jadi saya tidak tahu pasti perempuan seperti apa yang ia inginkan jadi menantunya."

Cessa menghirup milkshake cokelatnya dalam-dalam.

"Papa saya ingin punya menantu yang sepadan dengan strata sosial ekonomi keluarga kami."

Arion terdengar menghela napas dalam.

"Kalau suatu saat kamu mengingat saya, maka ingat saya sebagai seseorang yang pernah berusaha dapetin hati kamu, meskipun dengan kelakuan saya yang annoying."

Ia tidak mengetahui jika jalan hidup Arion serumit itu. Dari luar, hidupnya tampak sempurna. Masih muda, kaya, keluarga terpandang.

Semua yang orang awam inginkan, ternyata tidak menjamin kebahagiaan hidup?

Apakah, berarti selama ini Arion tidak bahagia dengan hidupnya?

Atau ia memiliki keinginan yang lain?

Mungkin saja ia tidak ingin menjadi seorang pengusaha?

"Dulunya, saya pengen jadi pembalap mobil."

Tidak mengherankan. Arion terdengar antusias saat bercerita tentang Formula One bersama Pak Alby.

"Kamu ingat kan beberapa kali saya ke luar negeri?"

Cessa menggeleng. Sesekali ia mendengar Arion keluar negeri sejak jadi direktur keuangan, karena sudah pasti hal itu akan mudah ia ketahui. Namun, ia pikir, Arion pergi hanya untuk mengurus pekerjaan. Seperti investasi, misalnya.

"Saya selalu ke sini nonton setiap musim balap F1. Saya bisa cuma sehari di sini trus balik lagi. Kamu tau kan race di Singapura selalu dilakukan di malam hari?"

Lagi-lagi Cessa menggeleng.

"Saya nggak begitu suka olahraga sih, Pak. Waktu sekolah saya payah banget olahraganya. Apalagi basket."

Arion tergelak. "Kalau kita ketemu lebih awal, saya bisa bantu kamu olahraga."

Cessa tersenyum membayangkan Arion dalam seragam SMA.

"Bapak pasti populer waktu SMA."

Arion tergelak. "Kamu SMA-nya di mana dulu?"

"Di Jakarta," jawab Cessa.

"Saya juga di Jakarta. Kok kita nggak pernah ketemu?"

"Bapak sekolah di SMA mana?"

"British School Jakarta," jawab Arion. "Kamu?"

"SMA 8."

"SMA 8 Jakarta?" Arion memastikan.

"Menurut Bapak, ada berapa SMA 8 di Jakarta?"

Arion tersenyum.

"Sekolah negeri yang rata-rata lulusannya punya presentase tinggi masuk universitas bergengsi." Arion melanjutkan. "Kamu dulunya memang ingin jadi akuntan?"

"Nggak. Dulunya saya pengen jadi dokter." Cessa menelan ludah. "Dulu saya udah keterima di FK, tapi papa saya meninggal nggak lama setelah saya diterima. Mama nggak punya uang buat biaya kuliah. Akhirnya saya ikut pendaftaran gelombang kedua, yang tersisa hanya jurusan manajemen dan Akuntansi. Ya, saya pilih itu saja."

Arion menatapnya tanpa berkedip.

"Beneran?"

"Bapak nggak percaya saya bisa lulus FK?"

"Nggak. Bukan begitu. Saya nggak pernah meragukan kecerdasan kamu melihat gimana kamu meng-handle pekerjaan kamu dengan baik sampai rela begadang berhari-hari buat lembur. Yang saya heran, kamu melepas kesempatan untuk jadi dokter karena biaya? And sorry for your loss. Saya jadi nggak punya kesempatan ketemu papa kamu. Dia pasti orang hebat."

Cessa tersenyum getir.

"Bapak sih nggak pernah ngerasain hidup susah." Cessa berhenti untuk meneguk milkshake. "Papa saya seorang scientist. Keluarga kami sederhana banget, tapi papa pernah bilang kalau saya harus kuat, mungkin karena saya anak sulung ya dan pekerjaan papa juga mengharuskannya sibuk dengan eksperimen di lab hampir setiap hari. Jadi katanya harus bisa jadi contoh buat adik-adik saya."

"Papa kamu dosen?"

"Iya."

Cessa mengerjapkan mata. Kini Arion mengusapkan airmata yang jatuh di pipinya.

"Jangan nangis, Ay. Saya nggak pernah bisa lihat kamu nangis."

"Saya kangen sama papa saya."

Arion menangkup pipinya dan menyeka airmatanya yang kembali jatuh.

"Ada saya di sini, Ay. Saya nggak akan biarin kamu nangis lebih lama. Tapi kalau kamu nggak sanggup nahan airmata kamu, kamu boleh menangis sepuasnya. Sampai perasaan kamu kembali lega. My shoulders and my chests are free real estates."

"I have my milkshake chocolate. Theobromin baik untuk mengembalikan mood yang buruk." Cessa mengucapkannya dengan nada gemetar. Namun, tangisnya kembali pecah.

***

Tanpa permisi, Arion memosisikan kepala Ayana di dadanya.

"You'll be fine."

"I know."

"Mau masuk ke dalam? Saya antar kamu ke kamar ya?"

"Mhh."

Ayana ia dudukkan di atas tempat tidur King size miliknya. Lalu, Arion menuju ke kulkas untuk mengambil air mineral botol.

"Kamu mau minum teh?"

"Nggak usah, Pak. Terimakasih."

Arion membukakan tutup botol air mineral dan kini ia duduk di samping Ayana. Tidak sedikitpun terlintas di benaknya untuk melakukan hal-hal yang bisa membuat Ayana tidak nyaman.

Kesedihan gadis itu telah mendistraksi pikirannya.

Ia tidak tahan untuk menanyakannya.

"Saya minta maaf kalau kehadiran saya menambahkan beban dalam hidup kamu." Arion menelan ludah. Jika saja ia mengetahui kehidupan Ayana seperti ini, ia tidak akan pernah memerlakukan gadis itu sesukanya. Gadis itu sudah yatim. Belum lagi jika ia ikut menjadi tulang punggung perekonomian keluarganya.

Sedangkan ia hanya laki-laki brengsek yang gemar mempermainkan perasaan perempuan demi memuaskan hasratnya.

Mengingat perlakuannya selama ini kepada Ayana, juga rencana-rencana yang ia buat untuk mendapatkan gadis itu, membuatnya benar-benar malu.

"Saya mau batalin kontraknya," ucap Arion tanpa ragu.

Ayana menolehnya.

"Saya nggak mau membebani pikiran kamu lagi, Ayana. Saya memang udah jahat selama ini sama kamu. Maafkan saya."

Arion lalu melanjutkan.

"Saya nggak akan ganggukamu lagi. Saya janji."

***

Pembatalan kontrak?

Mengapa harus secepat ini?

Arion mengusap rambutnya dan mengatakan jika ia ingin menonton TV.

Ia bahkan tidak diberi kesempatan untuk memutuskan.

Mengapa Arion selalu bertindak semaunya?

Apakah Arion pernah sekali saja memikirkan perasaannya? 

Baiklah jika ini yang ia inginkan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro