4.Neglected By Her

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

A woman without breasts is like a bed without pillows

-Anatole France-


Reminder : Hit the thumbs up and give your comments

Happy reading!!!


"Jadi masing-masing suvenirnya sama; gantungan kunci sepaket sama pulpen, sumpit sama sheet mask." Cessa berkeliling ke tiap meja di ruangan staff dan memberikan paper bag berisi suvenir. Ia sengaja menyebutkan isinya, biar mereka tidak lagi saling bertanya perihal jatah suvenir yang mereka dapatkan. Takutnya kan ada yang komplain, kok suvenirnya beda-beda?

"Makasih ya, Cess?" ucap Jenn saat menerima pesanan hanbok dari tangan Cessa. Ia memesan hanbok warna pink, dan memekik senang karena ternyata model dan bahannya bagus banget. Saat berbelanja, Cessa sempat mengirimkan foto beberapa hanbok lengkap dengan harga dan detail bahan. Tanpa ragu, Jenn memesan dua, padahal tadinya hanya satu. Habis, lucu-lucu semua sih.

Awalnya hanya Jenn yang memesan hanbok: tapi gara-gara ia membagikan foto-foto itu ke grup, akhirnya beberapa staff cewek lainnya, ikut-ikutan memesan hanbok. Dan rata-rata mengaku puas dengan kualitas pakaian khas Korea tersebut.

Saat berbelanja, Cessa berusaha mencari barang-barang yang berkualitas. Keluar-masuk beberapa toko, pindah dari satu toko ke toko yang lain, melakukan komparasi di tiap toko mulai dari harga, bahan dan model. Prinsip berbelanja sih memang sudah seperti itu. Jangan takut capek dan malu, karena hasilnya pasti akan setimpal dengan yang diharapkan.

Semua orang telah mendapatkan pesanan masing-masing. Ditambah suvenir, membuat wajah mereka makin berseri-seri.

"Pokoknya buat next holiday gue udah rencanain, gue wajib ke Korea," ucap Ala dengan menggebu-gebu.

"Iya, bener."

"Coba yaa, outing kantor yang jauhan gitu."

"Yee lo gimana sih? Outing kantor paling lama 3 hari. Lo mau ngapain liburan ke sana kalo cuma dapet jatah segitu? Belum abis jetlag, jalan-jalan sama shoppingnya pada mepet-mepet gitu. Paling bener deh kalo cuti, baru ngambil trip ke sana. Kita rame-rame aja, ngambil paket tur. Biar murah." Jenn menimpali panjang lebar.

"Lagian, kalo outing sampe ke luar negeri, budget-nya gimana?" ucap Denni.

"Tambahin aja di biaya entertain banyak-banyak, biar lo tambah pusing bikin pembukuan-nya!" kata Firman kepada Denni.

"Enak aja."

Dari tempatnya duduk, Cessa tersenyum melihat perdebatan kecil antara Denni dan Firman.

"Nggak apa-apa. Kan ada Cessa? Dia nggak ikutan outing juga yang kerjain laporan sama ngurusin pajak kan dia semua?" Firman menuding ke arahnya.

"Iih, nggak usah ya? Kan gue nggak ikutan, jadi untuk urusan itu gue nggak mau bantuin." Cessa memaksudkannya bercanda.

"Jangan gitu dong, Cess. Kan lo yang paling jago urusan finance sama accounting."

Gya nimbrung. "Ya iyalah, Den. Itulah makanya gue senang Cessa jadi asistennya pak Dayat. Jadi ada urusan F&A yang susah-susah kan ada dia yang bakal ngerjain. Hehe.." *evilsmile

"Itulah, gue nggak kebayang misalnya kalo Cessa nggak ada." Ala berucap dramatis.

"Astaga, La. Kaya Cessa mau mati aja, lo bilang nggak ada," Jenn terkekeh.

"Nggaklaah. Maksud gue, lo kan tau gimana susahnya kerja di perusahaan besar kaya Padma ini. Perusahaan Tbk terbaik ke-8 tahun lalu menurut majalah Forbes Indonesia. Lo bayangin kan gimana besarnya profit perusahaan ini sampai bisa masuk Top 10 gitu lho?" kata Ala bangga. "Ngurusin Finance perusahaan segede gini, ya pastinya pressure-nya tinggi. Makanya butuh karyawan yang cekatan. Asisten manajer yang cekatan, maksud gue."

"Kita semua capable, tapi tetep aja yang paling seneng lembur si Cessa. Lo mau bilang gitu kan?" kata Firman.

"Iya, maksud gue gitu. Yang seneng lembur ngerjain laporan kan cuma dia? Haha." Ala tertawa, diikuti yang lain.

"Dia kan nama tengahnya lembur?" Gya melirik ke arahnya dan tertawa.

Cessa melirik sebal kepada Gya yang dibalas Gya dengan senyum penuh kepuasan.

"Iya makanya kita mau bilang makasih buat kerja kerasnya selama ini."

Ala dan Jenn lalu menghampiri meja Cessa dan memberi hugs. Cessa jadi merasa geli setiap duo gossiper itu menunjukkan rasa sayang mereka kepadanya. Sekarang gantian Gya yang memeluknya.

Astaga ini orang pada kenapa sih? Pagi-pagi udah berlagak seperti lagi perpisahan sekolah?

"Gue mau ikutan peluk, bukan mahram," ucap Denni.

"Makanya jadiin mahram," timpal Firman.

"Mesti minta restu nih sama semuanya."

Berlima mereka memberi tatapan ganas ke Denni. Termasuk Bang Hilman yang biasanya kurang aktif bergabung rumpi bersama mereka.

"Bercanda ah."

Di antara mereka, memang masih ada beberapa staf yang belum menikah; Ala, Jenn, Gya, Denni, Firman, dan dirinya sendiri. Jenn sudah tunangan, Ala masih lajang, tapi berhubung di kantor ia yang paling frontal dan verbal, nggak ada yang mau jodohin Ala sama staf lain. Keburu takut dan segan, sepertinya. Gya sudah punya gebetan, Firman sudah punya pacar. Jadi hanya tersisa Cessa dan Denni yang statusnya masih single. Kelihatan sih Denni ada sinyal-sinyal naksir ke Cessa, namun Cessa hanya menganggap Denni sebagai teman kerja. Secara tampilan sih, Denni lumayan. Kerjanya juga cekatan. Cuma yang namanya tidak ada chemistry ya mau gimana?

Lagipula, mereka juga kelihatan tidak setuju Cessa dekat sama Denni. Bahkan secara frontal Ala pernah bilang kalau cewek secerdas dan secantik Cessa sih mesti dapatnya yang berkelas. Yaaa, minimal kelas manajerlah atau kalo lagi mujur ya dapatnya direktur. Cessa sampai nyaris tersedak jus jeruknya saat Ala menyebut-nyebut nama Arion Gunandhya, direktur divisi mereka yang ganteng bak dewa Yunani tapi kelakuan kaya Giacomo Casanova, seorang penulis dan petualang dari Venesia yang namanya diabadikan sebagai julukan untuk laki-laki yang punya banyak wanita.

***

Arion mengawasi serombongan karyawan perempuan dari divisi yang ia bawahi melewati meja tempatnya sedang duduk. Secara kebetulan, ia bisa melihat aktivitas makan siang dari karyawan Padma di kafetaria khusus karyawan di lantai dasar. Kafetaria itu bernama Madre, yang berarti ibu dalam bahasa Italia. Penggunaan nama itu terinspirasi dari kakek buyutnya yang orang Italia. Jika nama nenek buyutnya diabadikan menjadi nama perusahaan dan cabang bisnis lain seperti properti dan agen travel, maka kakek buyutnya menamai beberapa ruangan di kantor itu dengan nama-nama dari bahasa Italia. Belakangan, penggunaan nama itu di Indonesia jadi terkenal setelah peluncuran salah satu film adaptasi buku karya Dee Lestari. Filosofi Madre untuk penamaan kafe dimaksudkan untuk mengingatkan tentang masakan ibu di rumah. Jadi makan di sana, seraa makan masakan ibu.

Desain interior Madre bergaya minimalis modern. Konsep kayu dengan sentuhan industrial yang kekinian dan unik; desain yang sangat populer untuk furnitur kafe. Konsep seperti ini bisa ditemui di kantin Google New York. Free meals 3 times a day; breakfast, lunch, dinner plus snack. Makanan yang disajikan pun bervariasi dengan menu yang setiap hari berganti, meskipun beberapa menu tetap dipertahankan seperti nasi putih, ayam goreng, dan tahu tempe, mengantisipasi karyawan dengan lidah ndeso. Tambahan menu lain akan menyesuaikan hari.

Hari Senin : Basic menu+ masakan khas Indonesia

Hari Selasa : Basic menu + masakan Italia

Hari Rabu : Basic menu + masakan khas Indonesia

Hari Kamis : Basic menu + masakan Meksiko/Spanyol

Hari Jumat : Basic menu + masakan Oriental

Bagaimana ia bisa tahu? Tentu saja dengan membaca list menu yang tadi diserahkan oleh manajer kafetaria untuk ia pelajari. Ia telah menghabiskan 5 tahun bekerja di perusahaan keluarga ini dengan berusaha semaksimal mungkin memahami setiap divisi yang ada di perusahaan, hingga ke urusan teknis seperti ruang CCTV, ruang istirahat karyawan, ruang ibadah, tidak ketinggalan; kafetaria. Tugas yang kedengarannya berlebihan, bukan? Bagaimana mungkin ia bisa menyasar semua bagian dari perusahaan berlantai 8 ini dalam 10 tahun? Atau 15 tahun. Tergantung seberapa siap dirinya untuk naik jabatan menjadi direktur utama. Saat ini, jabatan direktur utama Padma R Tbk, dipegang oleh kakaknya, sedangkan ayahnya masih menjadi CEO dan dewan pengawas.

Jawabannya harus bisa. Bukan berarti harus menguasai semua bidang, namun minimal ia bisa mengetahui sekalipun hanya kulit-kulitnya saja di bagian teknis. Terkecuali di bagian vital dari perusahaan, yaitu di tiap divisi (Marketing, Finance, Human resources) ia wajib mengenali lebih jauh.

Sebenarnya Arion tidak begitu berambisi menduduki jabatan yang lebih tinggi. Jabatannya yang sekarang ini saja sudah cukup menyita kehidupannya. Ia seharusnya bisa lebih banyak bersenang-senang, bukankah keluarganya sudah memberikan kenyamanan? Bukan berarti ia akan bermalas-malasan, namun ia rasanya sudah mulai jenuh dengan pekerjaan. Belum lagi tuntutan dari mama untuk segera menikah.

Ia butuh ruang lebih lega untuk sekadar bernapas.

Arion menghentikan pikirannya yang sudah dipenuhi soal bisnis dan cabang-cabangnya, jadi ia melanjutkan makan. Sepotong sushi roll tuna mulai ia masukkan ke mulut, dan ia kunyah sambil tetap memantau gerak-gerik perempuan di meja seberang.

Perempuan bernama lengkap Ayana Princessa itu memilih duduk di kursi yang membelakanginya, jadi tidak banyak yang bisa ia lihat selain punggung dan ponytail.

Lagipula, apa yang bisa ia observasi dari seseorang yang sedang duduk makan siang dan mengobrol bersama teman-temannya?

Jadi, flashback saat perempuan itu baru tiba. Ia mengenakan celana panjang dan blus gading yang ujungnya jatuh di atas pinggul rampingnya. Wajahnya innocent, berkulit putih pucat. Sepatu yang ia kenakan, haknya tidak begitu tinggi. Ia hanya membawa ponsel di tangannya.

"A woman without breasts is like a bed without pillows," gumam Arion. Buatnya fisik perempuan akan semakin menarik jika ia punya dada dan bokong yang seksi. Ia mungkin akan ditampar kaum feminis bila mengatakan hal ini secara lantang.

Apa enaknya meraba-raba tubuh setipis tripleks? Di mana letak kepuasannya?

Tapi, perempuan ini punya otak. Cerdas. Smart brain, apapun namanya. Setidaknya itulah yang pak Dayat selalu bangga-banggakan setiap ia memeriksa laporan bulanan. Arion belum melihat kinerjanya secara langsung, karena perempuan itu bukan asistennya langsung.

Apakah ada peluang untuk "meminjam"-nya sebentar dari pak Dayat? Tapi bagaimana caranya?

***

Pemandangan kafetaria yang ramai di jam makan siang, adalah hal yang biasa. Amat sangat biasa. Sampai Cessa menemukan sosok laki-laki yang duduk sendiri di meja khusus direksi. Laki-laki itu memang sesekali ada di sana, entah sendiri atau bersama Pak Dayat. Atau bersama kakaknya yang jadi direktur utama. Terkadang ia membawa laptop. Tapi kali ini laki-laki itu hanya sibuk melihat sesuatu entah apa di ponselnya. Saat Cessa menyadari kehadiran laki-laki itu, ia buru-buru berjalan menuju meja dan duduk di kursi yang membelakanginya. Ia tidak mau jika sampai laki-laki itu memerhatikannya lama-lama.

Ih, kenapa dia jadi GR sendiri?

Tadi pagi, ia tidak sengaja mengirimkan chat. Niatnya ia berbalasan WA dengan Nara yang menanyakan apakah ia sudah di kantor, iseng saja. Dan kebetulan urutan chat Nara ada di atas nama laki-laki itu. Cessa tidak sempat mengecek lagi, karena ia terlalu sibuk mengobrol dengan Gya. Kemudian laki-laki itu menanyakan mengapa ia menghapus pesannya, yang kemudian dibalas Cessa dengan frasa singkat.

Just Nothing.

Eh ternyata dibalas.

Dasar. Pengen tau banget ya?

"Psst. Arah jam 12." Ala menuding di depannya.

Cessa menunjuk dirinya. "Gue?"

"Bukan. Noh, di lo arah jam 6. Balik deh."

"Ih, ngapain?" tolak Cessa.

"Ada Dewa Hermes. Pak Arion."

"IH, Dewa banget?" jawab Cessa ketus.

"Lo tau ga siapa dewa Hermes?" tanya Gya entah kepada Ala atau dirinya,

"Dewa cerdas dan tampan dalam mitologi Yunani. Gue bilang dari kemarin-kemarin kan dia tuh kaya dewa Yunani gitu, sampe gue googling dong. Ketemu namanya Hermes."

"Pantes Hermes harganya mehong," ucap Jenn, sambil menyeruput jus jeruk.

"Sesuailah ya." Ala masih mengamati arah jam 12. Jarak meja tempat mereka duduk sebenarnya dibilang dekat nggak, jauh juga nggak. Cuma karena matanya Ala setajam elang, ya dia bisa saja mengobservasi langsung. Bang Hilman yang biasanya pendiam malah mengatakan kalau matanya Ala itu seperti CCTV, dan kupingnya XL. Jangkauannya luas.

"Tapi kelakuannya ga seperti Hermes, lebih mirip Casanova." Gya berkata sebelum menyendok rice bowl salmon dan ebi furai favoritnya.

"Hmm, ya."

"Eh, tapi yang sama Annette Siswoyo, Account officer Padma yang dulu, lama kok pacarannya," kata Ala.

"Iya bener. Sampe sering liburan bareng, katanya. She's smart, though. Cantik banget lagi. Mirip Raline ga sih?" timpal Jenn.

"Miripan Karenina Sunny deh," balas Ala.

"Perpaduan, keles. Cocoklah ikutan beauty pageant." Gya meneguk ocha dinginnya.

"Beneran deh, di antara semuanya, tuh cewek menang banyak. Gue nggak ngerti kenapa mereka putus." Ala menggeleng-geleng.

Jenn mengangkat bahu. "Nggak ada yang tau. Abis putus, tau-tau si Annette resign aja gitu."

Cessa mengunyah pelan-pelan Spicy Tuna Roll sambil mencoba tetap fokus dengan obrolan teman-temannya. Perempuan yang tengah mereka bahas itu dulunya bekerja di Padma. Usianya sepertinya 4 atau 5 tahun lebih tua dari mereka berempat yang lahir di tahun yang sama. Ia sering melihat Annette karena terkadang ada laporan yang ia butuhkan dari bagian Finance. Seharusnya ia masih bekerja di perusahaan itu, tapi entah mengapa ia tiba-tiba mengajukan pengunduran diri.

"Eh, kenapa kita jadi ngebahas soal itu sih?" Gya buru-buru mengibaskan tangan. "Buruan makan, gih. Bentar lagi abis istirahat. Gue belum shalat. Cess?"

Cessa mengangguk dan mereka pun menghabiskan makanan secepatnya sebelum bergegas keluar dari kafetaria.

***

Tepat pukul 17.00.

Hari itu tidak ada lembur, atau katakan saja belum ada lembur. Awal tahun anggaran masih seputar penyesuaian dengan rancangan anggaran yang baru, jadi mereka bisa pulang lebih awal.

Terkecuali Pak Dayat dan dirinya sendiri dan bang Hilman. Gya mengatakan akan menunggui Cessa selesai kerja. Cessa memperkirakan pekerjaannya bisa selesai sebelum Magrib.

Ting!

"Jadi lo mau langsung balik?" tanya Gya kepada Cessa saat mereka masuk ke dalam lift. Pak Dayat sebentar lagi menyusul pulang, sementara bang Hilman yang mengurus IT support juga masih beres-beres saat mereka pamit pulang lebih dulu.

"Iya nih. Gue kan mau siapin baju buat besok?" jawab Cessa. Mereka hanya berdua di dalam lift. Agak-agak seram juga sih.

Ting!

Pintu lift terbuka.

"Nah itu dia masalahnya. Gue nggak punya baju buat ke Amuz," balas Gya.

Ternyata direktur keuangan yang baru saja masuk. Mereka tadinya dari lantai 7 menuju basement. Dan bertemu laki-laki itu di lantai 5, lantai divisi Personalia.

Baik Cessa maupun Gya sama-sama terdiam.

"Baru mau pulang juga?" tanya Arion.

"Iya, Pak. Bapak juga?" jawab Gya basa-basi.

"Iya."

Mereka bertiga terdiam menunggu lift berhenti. Ternyata lift berhenti di lantai 3, dua orang yang baru masuk membuat mereka harus mengambil langkah mundur. Cessa berbalik ke sisi kiri dan mendapati Arion berdiri tepat di samping kirinya. Ia mendorong pelan Gya ke pinggir, untuk memisahkan jarak.

Wangi banget. Padahal sudah jam pulang kantor.

"Kalian bakal dateng kan?" tanya Arion. "Saya lupa ngasih tau, dress code-nya. Business casual atau casual. Wajib pakai sepatu ya?"

"Iya, Pak. Pasti dateng kok, Pak. Ini malah mau nyari pakaian yang cocok buat besok." Gya menyikut lengan Cessa. "Lo ngomong dong. Dari tadi diem aja."

"Ayana, pergi juga kan?"

"Hmm, ya."

"Wajib dateng ya? Saya sengaja cari waktu biar kalian semua bisa hadir."

Gya tersenyum pada Cessa. "Tadinya, dia nih nggak mau ikut."

Cessa langsung menutup mulut Gya. Gya menepis tangan Cessa, misuh-misuh. "Apa sih, Cess?"

"Nambah cuti biar pulang dari Seoulnya bisa lebih lama ya? Sayangnya, saya sudah tau rencana kamu."

Gya menunjukkan tatapan heran.

Ting!

Kali ini lift sudah sampai di lantai dasar.

"Saya duluan ya? Sampai jumpa di Amuz."

Cessa menahan dirinya untuk tidak mendahului keluar dari dalam lift.

Gya menatapnya. "Gue nggak ngerti deh maksudnya pak Arion ngomong gitu."

"Hmm. Gue juga." Cessa menahan langkah Gya. "Biarin dia pergi dulu."

"Lo mau naik apa pulangnya?"

"Gue nggak jadi pulang ke rumah gue deh. Biar gue nginap di kostan lo. Ntar ada orang gila lagi, buntutin gue."

Gya makin tidak mengerti.

"Orang gila? Tadi Pak Arion ngomong nggak jelas, sekarang lo. Gue nggak ngerti lagi deh!"

***

Arion menyalakan mesin BMW M4 Coupe Sport setelah beberapa saat terdiam duduk di dalam kabin.

Neglected. Hate.

He's feeling neglected by her.

Gadis itu mencoba mengabaikannya.

Dan ia paling tidak suka diabaikan

Gadis itu seharusnya bisa lebih menghormatinya. Demi Tuhan, ia adalah seorang direktur, apakah ia harus mengingatkan bagaimana sopan santun yang wajib ditunjukkan seorang karyawan kepada bosnya?

Gadis itu bekerja di perusahaan keluarganya, sebagai seorang bawahan.

Meskipun ia bekerja sangat baik, tetap saja ia hanya bawahan.

Dan sebagai seorang bawahan, ia tidak punya kuasa apapun di perusahaan.

Arion bisa saja memecatnya jika ia mau. Masih banyak karyawan lain yang mau bekerja di Padma. Karyawan yang lebih capable,dengan pengalaman kerja lebih lama dan pastinya dengan attitude yang lebih baik.

Ia belum tahu pasti berapa jumlah berkas pelamar yang masuk ke HRD terhitung sampai akhir tahun lalu. Untuk itu, ia akan segera menyortirnya di hari Senin dan mempelajari profil pelamar untuk posisi staf keuangan dan merekomendasikan kepada manajer personalia.

Secepatnya.

Ia harus menyingkirkan Ayana Princessa dari Padma Resources Tbk dan cabang-cabang bisnis lain yang terafiliasi di dalamnya.

Ia akan segera masuk blacklist.

Lihat saja nanti.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro