FINALLY, I CHOOSE YOU

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Eza menoleh dan mengubah posisinya sehingga menghadap ke Reihan. Dia menatap Reihan, pria di depannya yang nyaris sempurna. Dia ingin meyakinkan diri lagi, kalau ini benar. Reihan baik dan juga soleh.

"Aku cuma ingin membuka hati, Mas. Mas Reihan begitu gigih melakukan banyak hal untukku. Saya tahu itu reflek dan tidak dibuat-buat. Aku merasakan ketulusan di tiap hal yang Mas Reihan lakukan."

Reihan menahan dirinya, memberikan akses pada Eza untuk mengungkapkan semua yang dia rasakan.

"Aku tidak bisa menjanjikan apa-apa. Hanya berusaha melakukan semua yang terbaik, tanpa dipaksa atau terpaksa. Yang terpenting aku ingin menghindari fitnah, sudah banyak yang menanyakan ke Bunda soal kita."

"Jadi?"

"Jadi? Apa?" Eza sudah terus terang semua, masih ditanya lagi.

Di taman air mancur, tiba-tiba Reihan berlutut, menyusul musik mengalun dari biola dan piano yang dimainkan beberapa pemusik yang disewa Reihan.

"Eza Nadia Pratama, maukah kau menikah dengan saya? Mengijinkan saya menjagamu, Bunda, sepenuhnya?"

Eza tidak menduga akan mendaoat kejutan indah seperti ini. Dilamar dalam arti yang sesungguhnya. Resmi, serius dan segera melewati level berikutnya. Air mata tidak dapat tertahan. Satu tetes, dua tetes, tiga ... dan akhirnya runtuh. Eza menangis, senyum, sambil mengangguk beberapa kali.

Cincin tersemat di jari manis Eza. Sebuah cincin yang sederhana, simpel seperti yang memakainya. Sederhana tetapi memukau banyak pria, karena kemandirian, kuat, gigih dan pintar.

Pertunangan Reihan tidak bisa dirahasiakan. Bahkan menyebar dengan begitu cepat. Reihan putra tunggal dari pengusaha Ares, telah melamar seorang gadis yang belum diketahui identitasnya. Tersebar luas di berita online.

Bastian datang tergopoh ke ruangan Reihan.
"Rei, lo sudah siap resikonya, kan?"

Reihan melihat ekspresi khawatir dari Bastian. Sejak awal Bastian sudah memperingatkan kalau dilakukan di tempat umum, oasti viral beritanya.

"Bas, gue sudah perhitungkan resikonya. Mau dirahasiakan suatu hari nanti pasti ketahuan. Dan Papa juga akan tahu. Jadi, aku sengaja jujur dari awal."

Bastian mengambil air mineral, membawanya ke sofa lalu meminumnya hingga tandas. Dia butuh air minum lebih banyak setelah hari ini.

Ponsel Bastian berbunyi. Saat melihat layarnya, tangan Bastian langsung gemetar.

"Bas, ada apa? Kamu sakit? Atau istri kamu?"

"Naudzubillah! Istriku sehat, aku yang butuh rebahan sebentar." Bastian sewot, ada kabar dari Pak Tio.

"Rei, kita harus siap-siap. Pak Ares dalam perjalanan ke Semarang." Tidak banyak yang harus dibenahi, semua sudah di tempatnya.

Bastian masih panik. Karena dia pasti juga kena marah, saat semua rahasia umum ini diketahui beliau. Semoga Reihan punya jalan keluar dan solusi terbaik kali ini.

***

Di bandara, Ares langsung dijemput Pak Tio. Mobil segera meluncur membelah kota Semarang. Bundaran Kalibanteng lumayan sudah macet. Lalu lurus menuju arah Tugu Muda.

"Yo, kita ke kantor dulu," perintah Ares.

"Maaf, Pak. Tadi Bu Dewi pesan Bapak diminta langsung pulang. Ibu sudah masak makanan kesukaan Bapak. Mas Reihan dan Bastian juga perjalanan pulang."

Ares harus bisa menahan dirinya. Dia segera membahas soal berita yang viral. Tetapi dia juga merindukan Dewi. Apalagi sudah memasak untuknya. Jangan sampai dia melakukan kesalahan lagi.

"Pa!!" Dewi yang sedang mengatur meja makan, terkejut suaminya sudah sampai rumah.

"Kenapa nggak nelepon dulu, sih?" Dewi menggamit lengan Ares, dengan penuh kasih sayang.

"Sengaja, kok! Biar kejutan, tapi nggak terkejut, ya.? Masak APA, sih?" Ares langsung mengabsen satu persatu makanan di meja.

Dia langsung menelan ludah. Bahkan perutnya berbunyi, memalukan sekali. Dewi tersenyum, dia meminta Ares duduk. Tepat waktu, Reihan sampai bersama Bastian.

"Pa! Wah, makin gagah Papa, nih!" puji Reihan sambil memeluk erat Ares.

"Putra Papa ini juga lebih dewasa, ya. Siapa yang tidak suka dengan pria gagah, mapan, tampan, nyaris sempurna."

"Sudah, ya! Kita lanjut makannya dulu."

Semua menikmati makanan yang ada. Bahkan Reihan dan Ares sama-sama ingin menambah porsinya. Hubungan mereka lambat laun mencair. Semua orang ikut senang melihat Reihan dan Ares akhirnya membaik.

"Rei, kita ke ruang keluarga. Penting!" Ares lebih dulu menuju ruang bekerjanya. Rapi dan semua barang masih di tempat semula sebelum dia pergi.

Reihan masuk. Deg-degan, takut, tetapi semua itu nyaris terkikis saat melihat Eza yang menangis bahagia. Rwihan makin mantap karena Eza yang selalu melakukan yang terbaik. Sekarang gilirannya harus berusaha yang terbaik, demi hubungan yang dia jaga hingga nanti.

"Papa langsung saja. Berita viral itu apa benar?"

"Iya, Pa! Aku sudah melamar Eza jadi calon istri. Aku mohon restui kami, Pa," mohon Reihan sambil berlutut juga.

Ares menghela napas. Agak berat, karena latar belakang Eza belum jelas. Ada sisi ego yang membujuk Ares untuk menolak. Tetapi dia mengingat lagi masa-masa dia di hina dan diremehkan orang saat miskin.

Satu hal lagi, Ares tidak ingin memaksa Reihan lagi seperti sebelumnya. Selama ditinggal sudah banyak prestasi dan kemajuan perusahaan yang dilakukan Reihan. Untuk kali ini dia mengalah demi kebahagiaan Reihan.

"Kenalkan Eza dan ibunya sama Papa. Kita lihat apakah Eza ini benar-benar baik dan tulus ke kamu. Bukan karena harta."

Reihan lagi-lagi ingin meloncat kegirangan. Tetapi diurungkan, dia peluk Ares erat sambil mengucap terima kasih. Ingin rasanya saat itu juga dia menemui Eza. Menyampaikan berita bagus ini.

Dewi yang ikut mendengar berita itu, menangis bahagia. Putra semata wayang, yang dulu manja dan benar-benar tidak bisa dilarang kalau sedang membaca buku.

"Ma, doakan Reihan, ya."

Dewi hanya mampu menganggul sambil menangis. Dia tak sabar ingin bertemu dengan perempuan, yang mampu mengubaj putranya jadi sering tertawa dan bahagia. Perubahan itu juga dirasakan oleh karyawan di kantor. Energi positif itu langsung menular di sekitarnya.

***

"Za, kamu sudah tidur?" Ratri mengetuk pelan pintu kamar Eza.

Di luar ada Rahman datang ingin bertemu. Tetapi setelah salat Isya, Eza tidak keluar kamar lagi. Seharian tadi ramai pembeli dan orderan online. Bahkan beberaoa kali Eza harus berangkat delivery. Karena tidak ada tanggapan, Ratri keluar untuk meminta Rahman datang lagi besok.

"Nak, Eza sudah tidur setelah salat tadi. Sepertinya kecapekan. Maaf, ya!"

"Baik, Bu! Tolong sampaikan saja, apa dia masih mau ikut acara masjid kampus di bukan Ramadhan nanti? Saya tunggu kabarnya."

Setelah mencium tangan Ratri, Rahman pamit pulang. Sebenarnya dia juga ingin tahu langsung dari Eza, tentang berita tunangan itu. Jadi, dia bisa mengambil langkah mundur dan merelakan. Sayang, dia tidak bisa bertemu.

Di persimpangan Rahman seperti melihat seseorang yang mirip dengan Tama. Beberapa kali dia pastikan, dan memang benar itu Tama. Dia sedang nongkrong sambil merokok. Tetapi kenapa dia ada di sini? Bukannya ini area dekat rumah Eza? Semoga mereka bukan berandal atau preman.

***





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro