KAMUKAH ORANGNYA?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Puput sudah siap dengan dress selutut warna pink, senada dengan sepatu dan tas selempangnya. Unik, perpaduan antara feminim dan tomboi. Puput lebih nyaman memakai sesuatu yang tidak membatasi geraknya.

Eza pun sudah siap dengan gamis panjang dengan hijab yang ditemukannya di tumpukan hijab instan. Puput sampai ternganga melihat penampilan sahabatnya itu.

"WOW!"

"Nggak usah lebay. Lo yang lebih cantik. Eh, gue nggak bawa kado, loh."

"Tenang, aja! Lo kan, nemenin gue. Bunda mana?"

Ratri keluar masih memakai mukenanya.

"Kalian hati-hati, pulangnya jangan malam-malam!"

"Siap, Bunda!"

Mereka berangkat setelah mengucapkan salam. Malam ini Puput khusus pinjam mobil ayahnya. Repot kalau tidak bawa sendiri, mana dress-nya pendek. Demi aturan dresacode di undangan, Puput rela pakai dress. Kalau tidak dia lebih memilih pakai jeans atau model baju formal yang bawahannya celana.

"Udah, sih. Gue perhatiin lo nggak nyaman banget. Cuma malam ini, Put." Eza malah cemas melihat Puput yang tidak fokus nyetir.

"Iya, sih! Begitu acara selesai, gue langsung ganti baju."

"Terserah lo, deh! Yang penting kita selamat sampai tempatnya. Yang fokus nyetirnya. Kita belum kawin, inget, tuh!"

"Lo bener. Gue fokus sekarang." Puput membenarkan ucapan Eza sambil tertawa. Tumben sahabatnya itu becanda soal kawin. Biasanya langsung alergi pas ditanya dua cowok yang lagi ngejar dapat perhatiannya.

Mobil memasuki area parkir sebuah hotel. Tidak terlalu mewah, tetapi terkesan sangat privat dan elegan. Puput mengambil kado dari bangku belakang. Eza hanya membawa tas selempang kecil. Untung warnanya matching.

Ruangan yang disewa sudah dihadiri banyak tamu. Puput langsung menemui temannya yang sedang berulangtahun, tak lama basa-basi lalu mereka mengambil minum.

Mereka menempati kursi paling ujung. Sambil menunggu acara dimulai, mereka menikmati sedikit snack yang disediakan sambil ngobrol.

"Put, lo nggak nyapa teman-teman kamu. Gue nggak apa-apa di sini dulu." Eza memberi ruang pada Puput untuk menyapa temannya.

Puput menggeleng, lalu meneguk minuman sodanya.

"Gue kenal mereka, tapi percuma kalo nyapa. Males gue, mereka pasti ngomentarin penampilan orang dari atas sampai bawah. Mereka semua itu hampir sama, bahas hal nggak penting."

Eza mengangguk paham. Tak disangka, Rahman dan Fadil juga diundang. Mereka baru datang menyapa yang punya acara, dan langsung membaur ke tamu yang lain.

Jujur Eza terkesima dengan penampilan Rahman malam itu. Sikap dan cara menyapa orang lain tampak menyenangkan. Membuat orang di sekitarnya juga nyaman berinteraksi dengannya.

Puput yang menyadari kedatangan Fadil berekspresi sama seperti Eza. Cuma lihat dari jauh saja, hatinya sudah kacau rasanya.

Sebelum sempat mereka sadar dari kekagumannya, Rahman lebih dulu melihat kehadiran Puput dan Eza. Ekspresi Rahman tidak bisa berbohong, dia terpesona dengan penampilan Eza.

"Kalian diundang juga?"

"Aku cuma nemenin Puput, kok!"

"Kamu cantik banget, Za!" Kalimat pujian itu mengejutkan semuanya.

Bahkan Eza langsung menoleh ke Puput. Dia tak enak hati, gebetannya malah salah puji orang.

"Rahman yang bilang gitu, gue cuma nyampein. Ya, kan?" lanjut Fadil sambil cengengesan.

Rahman salah tingkah. Dia mendelik pada Fadil, memperingatkan jangan bikin ulah lagi. Jelas-jelas tadi karangannya. Meskipun ucapannya itu benar adanya. Eza tampil beda, sederhana tetapi menarik perhatian bayak orang.

Mendadak Fadil mengajak Puput ke area lain. Meninggalkan mereka berdua.

"Inget, jangan bahas soal kampus. Kreatif dikit!" bisik Fadil pada Rahman sebelum menggandeng Puput menjauh.

Suasana jadi kikuk dan kaku. Beberapa saat tidak ada yang bicara. Akhirnya Rahman membuka obrolan.

"Maafin Fadil, ya. Dia kreatifnya kebangetan. Tapi dia ada benarnya, kalo kamu cantik banget."

Eza tersipu, dia menunduk sambil menakutkan jemarinya. "Biasa aja, Kak. Malah cuma saya yang pakai hijab di sini. Berasa kayak salah kostum." Ada nada jujur di sana. Malam itu hanya dia yang berpenampilan memakai hijab.

"Apa salahnya dengan berbeda? Toh, memang ini yang nyaman buat kamu, bukan buat mereka. Santai, aja!"

Kalau di luar atau lingkungan kampus sudah banyak perempuan memakai hijab. Tentunya dengan niat yang berbeda-beda. Tetapi di sini kan lingkar pertemanan yang berbeda. Jadi tidak bisa disamakan, meskipun pakaian itu lagi trend atau sedang banyak diminati.

Acara berlangsung meriah, meskipun tidak banyak orang yang diundang. Penyelenggara acara sangat pintar mengatur semua detailnya.

Puput terlihat sudah akrab dengan Fadil. Dia ikut senang melihat sahabatnya berhasil juga. Sedangkan dirinya masih harus melakukan satu hal sebelum melangkah ke jenjang selanjutnya untuk menerima lamaran seseorang.

Pikirannya tiba-tiba teringat pada Tama. Siapa anak dalam foto itu? Tidak akan semudah itu mencari tahu informasi mengenainya foto itu. Jalan satu-satunya bertanya pada Ratri.

"Za, kamu melamun, ya?" Rahman menyenggol lengannya.

"Eh ya, Kak? Maaf, tadi lagi kepikiran sesuatu, aja. Kenapa, Kak?"

"Aku mau ajak kamu makan. Acara tiup lilinnya udah selesai. Kamu mau makan apa?" Rahman memberi jalan pada Eza untuk berjalan lebih dulu.

Eza melihat semua menu yang tersaji. Sebelum acara tadi menu snack yang disajikan, sekarang menu makan besar sudah siap disantap. Fokusnya jatuh pada sup.

"Aku mau sup aja, Kak. Kak Rahman mau apa? Perlu aku ambilin?" Eza membawa makanannya ke meja terdekat.

"Nggak usah, Za. Saya sudah ambil, nih!"

Mereka langsung duduk dan menikmati makanan masing-masing. Rahman baru ingat mereka belum ambil minum. Untungnya Fadil dan Puput datang dengan air mineral di tangan mereka.

"Kalian udah makan?" tanya Rahman setelah menghabiskan supnya.

"Kami udah makan, hampir semua udah dicobain. Acaranya mantap, sih. Semuanya santai, makanan berlimpah, nggak ada istilah malu maka; banyak. Kita aja sampe nambah tadi."

Mereka berdua suka makan. Cocok banget akhirnya bisa dekat. Eza tertukar senyum semringah sahabatnya. Mereka kembali bergabung dan menikmati makanan ringan lainnya.

" Kamu pulang duluan ya, Kak." Eza pamit diikuti Puput yang kembali janjian untuk bertemu.

"Kita kawal sampai kalian sampai rumah, ya. Sudah malam soalnya. Nggak ada penolakan. Titik!"

Puput dan Eza saling pandang. Mereka sama-sama mengangkat bahu. Percuma juga menolak. Malah mereka aman bisa sampai rumah tepat waktu.

Sampai rumah Eza, waktu menunjukkan jam sebelas malam. Puput memutuskan menginap dirumah Eza. Jarang terjadi tetapi Puput sudah terbiasa.

Mobil sudah dipastikan terkunci. Dua pria yang mengawal tadi belum bersedia pergi.

Saat Rahman mendekati Eza, Puput menyingkir sejenak. Fadil pun melakukan hal yang sama.

"Za, sebentar lagi kita sama-sama akan lulus. Lalu wisuda. Setelah itu, aku harap ada kesempatan untuk bisa lebih dekat mengenal kamu."

Rahman menatap lembut Eza dengan rasa tulus dan jujur. Eza bahagia, sejak lama dia menyimpan rasa untuk pria di hadapannya ini. Saat ini adalah saat yang diinginkan sejak lama. Debar aneh yang menyenangkan itu hanya muncul saat dirinya bersama Rahman. Namun, tanya hati muncul. Lalu bagaimana kedekatannya bersama Reihan?

***








Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro