The Hero of Catusian: Supir Ojek Online dan Si Kucing Kecil

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

The Hero of Catusian:
Supir Ojek Online dan Si Kucing Kecil
By: imniddda (@enyergy)

Hari itu, matahari bertengger di langit biru tanpa ditutupi selapis awanpun, membuat sinarnya menyorot sempurna ke salah satu belahan dunia. Jalanan di ibu kota selalu ramai dengan kendaraan membuat suhunya terasa semakin panas. Rino mengendarai motornya di antara kendaraan-kendaraan lain di salah satu jalan raya besar dua arah di ibu kota. Beberapa kali ia melirik layar ponsel yang dibiarkan menyala di atas motornya, pada layar tersebut menampilkan sebuah GPS yang mengarahkannya ke sebuah tempat, ------tempat di mana calon penumpangnnya berada, Rino merupakan seorang supir ojek online.

Rino melajukan motornya dalam kecepatan sedang menyelip beberapa kendaraan di depannya, sampai lampu lalu lintas berubah merah memintanya untuk berhenti. Saat itu ia tertahan di sebuah perempatan di mana, ia harus menunggu tiga jalan di depannya terlebih dahulu yang secara bergantian memperbolehkan kendaraan untuk melaju. Setelah hampir delapan menit menunggu lampu lalu lintas menunjukkan lampu kuning menyuruhnya bersiap dan beberapa detik berubah hijau. Rino menancap gasnya kuat-kuat membuatnya melaju cepat bersama deretan kendaraan yang memilih jalur yang sama dengannya.

Rino membelokkan motornya ke jalanan yang lebih kecil, layar GPS memberitahukan bahwa tujuannya semakin dekat, tetapi saat ia sedang fokus mengendarai motornya ia melihat sesuatu di depan sana-----seekor kucing kecil dengan bulu perpaduan warna hitam putih berada di tengah jalan dan tidak dapat bergerak lantaran kendaraan-kendaraan di sekelilingnya terus berlalu lalang tanpa henti. Rino melihat bahwa tidak ada orang yang berinisiatif menolong kucing kecil itu, oleh karena itu ia menepikan sejenak motornya ke pinggir jalan, kemudian ia berusaha menyebrang membelah jalanan menuju tengah jalan tepat si kucing berada. Ia hendak meraih tubuh kecil itu dengan hati-hati, tapi kucing itu justru meloncat ke sisi lain menghindarinya, refleks Rino pun mengikutinya dan berhasil meraih tubuh si kucing.

Namun sepertinya ia tidak memperhatikan posisi kendaraan lain pada saat itu, dia fokus untuk menyelamatkan sang kucing sampai tidak sadar bahwa sebuah mobil tengah melaju ke arahnya. Tepat saat Rino berhasil memeluk si kucing, sebuah mobil menabrak tubuhnya cukup keras, membuatnya terlempar beberapa meter di jalan raya. Rino tidak ingat pasti bagaimana kejadian itu berlangsung. Hantaman benda keras itu sepertinya berhasil membuat tulang bagian belakangnya patah, tapi yang ia ingat dan syukuri, ia tengah memeluk kucing kecil itu di dadanya dengan erat. Jika ia tidak berhasil meraih kucing kecil itu tadi, ia yakin hewan kecil berbulu itu telah terlindas mobil yang menabraknya. Dengan kesadaraan yang semakin kabur, Rino melindungi si kucing di balik tubuhnya yang tergeletak begitu saja di tengah jalan. Setelah itu Rino tidak ingat apa-apa lagi, dan ia pikir mungkin saat ini ia telah meninggal dunia.

Rino pikir ia benar-benar sudah meninggal dan sedang berada di perjalanan menuju akhirat, tapi saat ia membuka mata, sebuah langit-langit dengan ornamen lukisan abstrak dengan sisian berwarna emas berkilau adalah hal yang pertama ia lihat. Ia pikir, mungkin sedang berada di ruang tunggu dan mengantri untuk di antarkan menuju akhirat.

Setelah beberapa kali mengerjap, langit-langit itu tetaplah hal yang ia lihat. Rino kembali berpikir, apakah perjalanan menuju akhirat seindah ini? Apa jangan-jangan ia sedang menuju surga? Rino terkesiap mengangkat tubuhnya untuk bangun. Dan akhirnya ia dapat melihat jelas tempat di mana ia berada sekarang----Sebuah ruangan besar, yang lebih tepatnya seperti sebuah kamar mewah. Bahkan ranjang tempat ia duduk saat ini terlihat sangat mewah dan klasik, corak-corak abstrak warna-warni tampak begitu indah. Selimbut yang tengah menutupi sebagian tubhnya pun begitu hangat dan lembut.

Rino mulai ragu jika ini merupakan perjalanan menuju akhirat, apa jangan-jangan ia salah menduga? Rino melihat ke sekeliling, di mana tembok ruangan ini dicat penuh dengan lukisan abstrak seperti langit-langit yang ia pandang tadi, dua buah tiang besar dan kokoh berdiri beberapa meter di depannya, dan sebuah jendela berukuran besar menampilkan langit biru cerah di luar sana. Pikiran yang sebenarnya ia tidak yakin, mengingat kejadian itu begitu parah, tapi apakah mungkin ia selamat dari tabrakan itu dan sekarang sedang ada di rumah sakit?

Yang benar saja, rumah sakit tidak semewah ini, bahkan untuk rumah sakit kelas satu di kotanya, tempat ini lebih mirip kamar sebuah hotel mewah, yang sangat mewah, atau lebih tepatnya seperti kamar sebuah istana. Jika alam perjalanan menuju akhirat kurang tepat dengan tempat ini, bahkan sebuah rumah sakit atau hotel di ibu kota juga kurang tepat, lalu di mana kah ia saat ini? Apakah ia sudah berada di surga ? Dan ini merupakan kamar istananya yang diberikan tuhan?

Tapi Rino yakin bahwa dia belum melalui sesi penghakiman akhirat yang menentukan dirinya akan masuk surga atau neraka. Rino larut dalam pikirannya yang tak berujung, sampai tidak menyadari ada yang memasuki kamarnya.

“Bagaimana, apakah tuan masih merasa pusing atau sebagainya? Adakah tubuh tuan yang terasa nyeri?” Rino terkesiap mendengar suara itu dan langsung mengarahkan pandangannya pada sosok yang berbicara itu.

Keningnya berkerut, matanya menyipit untuk memproses keanehan ke sekian yang ia jumpai saat ini. Rino yakin bahwa beberapa sosok di depannya bertubuh layaknya manusia, tubuh manusia, sepasang tangan dan kaki seperti manusia normal, tapi di kepalanya  terpasang dua bentuk meruncing seperti telinga kucing, matanyapun seperti mata kucing dengan bola mata yang hanya berbentuk garis tipis, hidung dan mulutnya pun kecil seperti milik kucing.

Rino berasumsi bahwa mahluk di depannya ini akan sempurna menjadi manusia kucing jika memiliki ekor panjang di balik tubunya. Rino sedikit mengintip dan kurang dari tiga detik ia terperanjat ke belakang dengan ekspresi ketakutan. Bukan karena melihat hantu atau hal mengerikan lainnya, melainkan asumsinya yang ternyata benar. Sebuah ekor panjang dimiliki tiga sosok di depannya itu yang memandangnya dengan tatapan tidak bisa ditebak. Rino ketakutan jika setelah ini, ia akan mengalami berbagai macam hal mengerikan yang dilakukan oleh manusia-manusia setengah kucing itu kepadanya.

“Jangan mendekat!” Rino berteriak saat salah satu di antara mereka berjalan ke arahnya.

Rino merapatkan selimbut ketubuhnya dengan punggung yang menempel pada kepala ranjang. Bukannya mendengarkan sosok itu terus mendekatinya dari arah samping yang membuatnya semakin ketakutan. Rino merapalkan berbagai macam doa berharap bisa menghilang dari sana, tapi ternyata dia bergeming di tempat yang sama. Sampai sosok itu meraih tangan kanannya dan menariknya pelan-pelan. Rino dapat merasakan bulu-bulu tipis dari tangan jenjang itu.

“Jangan takut tuan, kami tidak akan menyakitimu, justru kami menyelamatkanmu.” Rino memandang mata tajam itu dan kedua sudut bibirnya yang tertarik membentuk senyuman. Lucu, menggemaskan, seperti senyum seekor kucing pada umumnya. Rino pun mulai melunak dan membiarkan sosok-sosok itu mendekatinya dan salah satu di antara mereka memeriksa tubuhnya.

***

“Selamat datang pahlawan kehormatan, di negeri kecil kami.” Sesosok manusia setengah kucing dengan busana mewah dan penuh kehormatan duduk di singgasana, di depannya.

Kini Rino tengah berada di sebuah ruangan yang begitu luas dan hanya diisi mereka berdua. Berbagai macam makanan mewah dan unik tersaji di hadapannya. Sosok itu mempersilahkan Rino untuk menyantap makanan itu sepuasnya. Sosok manusia setengah kucing yang merupakan sosok raja itu telah bercerita banyak hal pada Rino termasuk tentang dirinya yang kini berada di dimensi mereka.

Sang raja bercerita bahwa pada siang itu, Rino telah menyelamatkan salah satu warganya yang tersesat di dimensi manusia dan justru mengorbankan dirnya sendiri. Sang raja bercerita bahwa kejadian tabrakan itu benar-benar nyata dan Rino terluka parah akibatnya. Setelah berdiskusi dengan dewan kerajaan, mereka sepakat untuk menarik Rino ke dimensi mereka, dengan niat menyelamatkan dan menjadikannya pahlawan kehormatan yang akan dilayani seumur hidup di sana. Negeri ini bernama Catusian dan sang raja bernama Raja Felis Catus ke-99.

Setelah berhari-hari ia lewati di negeri asing ini. Rino berusaha untuk beradaptasi, terutama untuk tidak terkejut saat berpapasan dengan sosok manusia setengah kucing. Dari sekian keanehan di negeri ini, ia paling sulit terbiasa berpapasan dengan sosok manusia setengah kucing dengan mata tajam dan senyum tipis mereka, meski sempat terlihat menggemaskan layaknya senyum seekor kucing, tetapi jika meilhat itu dengan tubuh manusia Rino menjadi takut. Takut jika sewaktu-waktu mereka menerkamnya atau menariknya dan menjadikannya sebagai bahan persembahan.

Bulu kuduknya merinding saat membayangkan hal-hal mengerikan itu.
Namun nyatanya, tidak ada satupun hal mengerikan yang ia bayangkan menjadi kenyataan. Hari-hari ia lewati dengan penuh kemewahan dan pelayanan dari manusia-manusia setengah kucing itu. Bahkan seakan Rino ini benar-benar seorang pangeran yang tidak pernah dan tidak akan pernah merasakan kesulitan.

Semuanya tersedia di depan mata bahkan lebih dari cukup, berbeda dengan kehidupan sebelumnya di dunia yang mengharuskannya untuk selalu berusaha demi memenuhi kebutuhannya. Setelah mencoba berbagai macam pekerjaan kasar dan keras di Ibu Kota, akhirnya Rino memutuskan menjadi supir ojek online dengan modal motor bekas yang ia beli dari salah satu kenalannya. Ia telah menekuni pekerjaan ojek online selama kurang lebih tiga tahun, tapi sampai saat itu hidupnya masih terasa serba pas-pasan.

Sebagian penghasilannya ia kirimkan kepada keluarganya di kampung dan ia hidup seadanya di sebuah kamar kos sempit. Setiap hari ia mulai menyalakan motornya dan mencari penumpang dari subuh sampai dini hari, mungkin ia bisa tidur kurang lebih dua sampai tiga jam, seharian ia berada di jalanan ibu kota mengantarkan orang-orang ke berbagai tempat. Setelah dipikir-pikir Rino merindukan aktivitas lamanya, merindukan motornya yang sudah ia anggap sebagai adik serta karibnya, merindukan menjemput para penumpang dan mengantarnya ke suatu tempat, mendengar ucapan terima kasih dari para penumpangnya yang membuat hatinya senang atau gerutuan karena merasa kurang puas dengan layananya.

Meski hari-harinya di dunia bagai gerak roda yang terus berputar, kadang di bawah kadang di atas, ia tidak pernah sekalipun berpikir untuk menyerah, karena baginya hidup adalah sebuah perjuangan dan harus terus diisi dengan berbagai macam usaha agar terasa benar-benar hidup. Rino menghela napas, ia berpikir sebaiknya ia kembali ke dunianya, tapi bagaimana caranya? Apa ia bisa kembali ke dunianya?

***

Sang raja menjadi sosok pertama yang Rino tanyai tentang cara kembali ke dunia manusia, bahkan dia lupa belum menanyakan apakah saat ini di dunia ia masih hidup. Namun, sepertinya respon sang raja tidak sesuai dengan harapannya. Raja Felis Catus ke-99 tampak kecewa saat Rino membahas perihal tersebut. Sang raja justru menggoda Rino dengan semua kemewahan yang akan dia dapatkan secara cuma-cuma di Negeri Catusian. Sang raja memberitahu Rino bahwa ia telah menjadi kehormatan di negeri mereka dan menjadi contoh sosok pahlawan.

Setelah gagal menanyai Raja Catus ke-99, Rino tidak pantang menyerah. Ia beralih menanyai beberapa penghuni kerajaan lainnya, mulai dari yang paing dekat dengannya sampai pihak-pihak yang diduga dapat membantunya. Namun, seperti sang raja, semuanya menolak memberitahu Rino dan ikut mengiming-iming kemewahan tiada tara yang akan terus Rino dapatkan di istana sekaligus seluruh Negeri Catusian. Bukan semakin terhasut, Rino justru mulai merasa muak dengan kemewahan yang mereka tawarkan.

Ini bukan kehidupan yang dia inginkan dan yang jelas ini bukanlah dunianya.
Rino pun berinisiatif pergi ke perpustakaan untuk mencari buku petunjuk. Ia menghembuskan napas berat lantaran buku-buku di sana ditulis dengan huruf-huruf yang tidak dapat ia mengerti. Rino justru baru sadar, bagaimana bisa ia mengerti bahasa mereka selama ini, tapi setelah diingat kembali mereka berkomunikasi dengan bahasa yang manusia gunakan. Dugaan terkuat, pengaruh keajaiban lah yang membuatnya dapat berkomunikasi dengan mereka.

Setelah gagal juga mencari buku petunjuk, Rino kembali mendapat ide baru. Ia memutuskan untuk mencari jalan keluarnya sendiri. Dia berasumsi bahwa di istana yang begitu besar ini ada sebuah pintu rahasia antar dimensi yang menghubungkannya ke dunia manusia. Rino mencari pintu itu setiap waktu, ia yakin bahwa jika ia berusaha, ia pasti akan berhasil. Dan akhirnya, hampir semua pintu ia coba masuki dengan berbagai cara, tapi hasilnya masih nihil. Dia masih terjebak di dunia manusia setengah kucing.

Rino pun memutuskan untuk keluar dari wilayah kerajaan untuk menjernihkan pikiran. Selama ini, entah telah berapa lama ia berada di negeri itu. Rino belum pernah menginjakkan kakinya di luar istana lantaran takut terkejut dengan keanehan lainnya di dunia ini, mengingat sampai saat ini Rino belum terbiasa sepenuhnya dengan penampilan manusia setengah kucing.

Rino berjalan-jalan di perkotaan yang ternyata banyak manusia setengah kucing yang beraktivitas layaknya manusia. Ia terpukau dengan kendaraan di sana yang ternyata warga menggunakan sebuah kapsul terbang berbentuk kubus untuk berpergian. Kapsul-kapsul itu melayang jauh di atasnya, dan ada area tertentu sebagai tempat mendarat.

Rino terkagum-kagum menyaksikan itu, sampai salah satu dari warga kota menyadari kehadirannya. Manusia setengah kucing itu tentulah tahu siapa Rino, karena penampilannya paling berbeda di sana. Manusia setengah kucing asing itu menawari Rino untuk mencoba kendaraan mereka bersama dirinya yang langsung diiyakan. Rino merasa bahwa saat ini adalah momen terindah yang ia lakukan di Negeri Catusian. Setelah beberapa putaran, akhirnya mereka mendarat. Rino kembali melanjutkan perjalanannya melewati satu persatu pertokoan sampai rumah-rumah para manusia setengah kucing.

Ada anak-anak manusia setengah kucing yang begitu menggemaskan sedang bermain, Rino mendekat dan betapa senangnya mereka karena kenal Rino sebagai pahlawan kehormatan.
Setelah berkeliling kota, mencoba kapsul terbang, sampai bermain dengan anak-anak, Rino memutuskan untuk kembali ke istana untuk menyusun kembali rencananya mencari cara kembali ke dunia manusia. Di tengah perjalanan menuju istana, sesosok manusia setengah kucing mendekatinya.

Sosok manusia setengah kucing itu sepertinya laki-laki atau jantan. Dia menemui Rino dengan terengah-engah karena berlari. Rino berpikir mungkin sosok di depannya adalah salah satu penggemarnya, Rino tersenyum ramah pada manusia setengah kucing itu.

“Sudah lama aku ingin berjumpa dengan anda, Tuan,” ucapnya antusias. Dia memiliki bulu-bulu tipis berwarna putih dan hitam di sekujur tubuhnya. Ekornya berwarna perpaduan putih dan hitam yang abstrak.

Sebenarnya Rino cukup senang saat mendengar seseorang mengidolakannya, termasuk warga negeri ini.

“Apa yang kau inginkan? Tanda tangan? Atau foto bersama?” tawar Rino percaya diri, membantu maksud sang penggemar agar tidak perlu kaku dengannya. Rino tertawa ringan di akhir ucapannya.

Si manusia setengah kucing berpikir beberapa saat, setelah menunggu, ia melirik Rino hendak menyampaikan permintaannya.

“Sebenarnya, aku hendak berterima kasih kepada Tuan karena telah menyelamatkanku dulu di dunia manusia. Waktu itu aku tersesat dan hampir saja celaka jika tidak ada Tuan.”

Rino terdiam beberapa saat, ia sempat mendengar penjelasan sang raja bahwa alasan Rino berada di Negeri Catusian saat ini karena ia sempat menolong salah satu warga mereka dan sampai mengorbankan diri. Rino baru sadar bahwa dia belum pernah bertemu dengan warga yang di maksud, dan setelah melihat ciri-ciri tubuh si manusia setengah kucing di depannya Rino menyadari kemiripannya dengan seekor kucing kecil yang hampir tertabrak di tengah jalan.

Nyatanya, si kucing itu merupakan sesosok remaja manusia setengah kucing. Sebuah ide terlintas, sebuah ide yang mungkin saja jalan tepat untuk kembali ke dunia manusia.

Tanpa basa basi Rino bertanya pada sosok di depannya. “Apa kamu tau cara kembali ke dunia manusia?”
Sosok itu terkejut mendengar pertanyaan Rino, raut wajahnya terlihat khawatir juga sedih. “Mengapa Tuan ingin kembali ke dunia manusia? Di sana hanyalah dunia yang penuh dengan kejahatan dan kesulitan. Di sini jauh lebih baik, Tuan, warga negeri kami hidup dengan rukun.”

Nyatanya sosok manusia setengah kucing yang sempat ditolongnya dulu juga sama seperti yang lainnya, terus menyarankannya tinggal di dunia ini, tapi sampai kapan? Rino tidak ingin mengakhiri hidupnya di dunia asing.
Rino kembali menghembuskan napas kasar, ia berpikir tidak ada yang mau membantunya kembali ke dunia manusia. Ia merasa bahwa sekarang, ia sedang di penjara oleh mahluk-mahluk ini.

Rino pun berniat melanjutkan perjalanannya menuju istana, sampai si manusia setengah kucing itu menahan lengannya. Raut wajahnya terlihat ragu-ragu, tapi pegangan tangannya cukup kuat. “Maukah aku bantu, Tuan? Anggap sebagai ucapan terima kasihku padamu.” Rino tersenyum lega.

Setelah perkenalannya dengan Mooa----manusia setengah kucing yang dulu ia selematkan. Mereka kini membuat rencana bersama, Mooa menceritakan kemungkinan cara Rino kembali ke dunia manusia. Sebelumnya ada cara sederhana, yaitu menggunakan abu ajaib, tapi setelah kejadian dirinya yang hampir mati di dunia manusia, serta kehawatiran sang raja akan warga lainnya. Akhirnya, akses menuju dunia maunia ditutup. Abu-abu ajaib sudah tidak diproduksi lagi, mereka berniat akan hidup sepenuhnya di Negeri Catusian dengan alasan keamanan.

Kehadiran Rino sebagai pahlawan kehormatan, juga telah membuat mereka merasa cukup puas karena masih bisa melihat manusia meski tidak ke luar dimensi.

Mendengarkan cerita Mooa sedikit membuat Rino kesal, karena secara tersirat mereka tengah menjadikan Rino sebagai sandera berlabel pahlawan kehormatan. Mooa juga memberitahu Rino masih ada cara lain untuk ke dimensi manusia, tapi cukup sulit dan menantang maut.

“Kita bisa mendaki bukit tak terlihat menuju dunia manusia. Kesulitannya adalah karena bukit itu tidak terlihat, dan cara melewatinya adalah dengan meloncati satu tahap ke tahap selanjutnya. Bukitnya sangat tinggi dan kita tidak dapat menduga di mana puncaknya karena tidak terlihat. Jika satu langkah salah, kita akan terjatuh dan mungkin saja mati.”

Sangat beresiko pikir Rino, tapi tidak ada jalan lain. Ini cara satu-satunya yang bisa membawanya kembali ke dunia manusia. Rino harus mencobanya, meski harus menantang kemungkinan terburuk.

“Dan lagi, …” Mooa menggantungkan kalimatnya. Rino menatap kawan barunya lekat menunggu kelanjutan ceritanya.

Mooa terlihat sedikit takut, kedua tatapan matanya turun dan seketika ia terlihat kurang bersemangat. “Tuan, jika aku mengantarmu kembali ke dunia manusia, aku tidak bisa kembali lagi ke duniaku, aku akan menjadi kucing seutuhnya.”

Rino bingung harus merespon bagaimana. Keinginan untuk kembali ke dunia manusia masih begitu kuat. Sampai sebuah ide muncuk, “Tak apa jika kamu tidak  bisa mengantarku, aku akan mencoba mendakinya sendiri.”
Mooa sontak menggeleng mendengar ide Rino, ia tidak ingin membiarkan pahlawannya celaka. Semangat kembali menyulut tubuhnya, mungkin inilah balas budi terbaik yang bisa ia lakukan kepada Rino.

“Aku akan tetap membantu, Tuan.”

***

Saat negeri itu masih diselimuti gelapnya malam. Keduanya bergegas menuju lokasi bukit tak terlihat. Mooa memberitahu Rino, bukit itu memang tidak terlihat secara jelas, tapi saat matahari mulai terbit, sinar fajar akan memantul di setiap tahapan bukit, membuat pendakian mereka jauh lebih mudah. Rino pun mengikuti rencana Mooa.

Sesampainya mereka di depan lapangan luas yang tampak kosong selain rerumputan basah yang terhampar. Mereka menunggu matahari mulai mengintip di ufuk timur sana.

“Tuan, saat matahari mulai terbit, dan kita siap mendaki aku akan berubah menjadi seekor kucing. Tuan akan menunggangiku selama pendakian.” Rino menggeleng. Mana mungkin dia dapat menunggangi seekor kucing serta membuat Mooa mendaki sendiri.

“Tidak perlu,” ucap Rino. “Aku akan mendaki dengan kakiku bersamamu.”
Namun, kini Mooa yang menggeleng.

“Tidak bisa Tuan, tahapan-tahapan itu begitu tinggi antar jaraknya dan itu tidak bisa dilewati dengan kaki Tuan. Tenang, aku tidak akan menjadi kucing kecil seperti kucing di dunia manusia. Aku akan menjadi kendaraan yang mengantar Tuan menuju pintu antar dimensi, tapi saat melewati pintu itu, tubuhku tidak akan kembali menjadi seperti ini, pintu itu memiliki kekuatan yang begitu kuat dan beresiko bagiku.”

Rino menatap Mooa penuh penghormatan, nyatanya manusia setengah kucing ini jauh lebih mengorbankan diri untuk menolongnya dibanding pengorbanannya dulu.
Semburat cahaya muncul di ufuk timur, Mooa menyadarkan Rino, dan tanpa menunggu lama dia berubah wujud menjadi seekor kucing. Benar saja, kini Mooa berwujud kucing berukuran besar mungkin seukuran seekor kuda. Mooa menjatuhkan keempat kakinya memberi isyarat agar Rino segera menaiki tubuhnya.

Rino duduk di atas tubuh Mooa seperti menunggang kuda, sebuah tali menjuntai tiba-tiba muncul di hadapan Rino. Tali itu sepertinya tali kemudi serta alat untuk berpergangan. Rino menggerakkan tali itu dan betapa terkejutnya ia saat Mooa tiba-tiba meloncat cukup tinggi. Dan mendarat di sebuah pijakan tak terlihat yang tersorot cahaya fajar. Benar saja, cahaya yang merupakan tanda antar tahapan itu terlihat begitu jauh dari tempatnya sekarang. Cahaya fajar itu tampak seperti titik-titik di langit. Rino memerhatikan titik-titik di dekatnta kemudian mengarahkan Mooa.
Rino belum pernah belajar menunggang kuda sebelumnya, satu-satunya yang ia tunggangi selama ini adalah motor kesayangannya. Meski begitu, Rino tidak terlalu kagok mengarahkan Mooa menuju tahapan demi tahapan.
Cahaya matahari semakin terik, Rino tidak sadar sudah berapa lama ia melewati tahapan-tahapan ini. Apakah ia akan menembus lapisan langit di atas sana saking tingginya. Mooa pun masih terlihat bersemangat. Sampai sebuah titik yang telampau begitu jauh di atas sana. Rino yakin itu adalah puncak dari bukit tidak terlihat. Namun, itu sangatlah jauh dan tak ada tahapan terdekat di atas mereka. Akhirnya ia menemui tahapan tersulit bukit ini yang jika ia gagal, mereka berdua akan meluncur bebas ke daratan yang bahkan sudah tidak terlihat.

Rino mengusap tengkuk Mooa lembut, dan mengarahkan kepalanya ke arah telinga kanan Mooa.

“Mooa, aku percaya padamu,” ucapnya dan Mooa merespon dengan menggerakan kepalanya. Rino mengusap kembali tengkuk berbulu lebat itu kemudian meraih tali kemudii.
Rino menggerakkan tali kemudi begitu kuat bersamaan dengan Mooa yang meloncat begitu tinggi, mereka seakan melayang di udara, Rino kembali menggerakan tapi kemudi, dan Mooa membuat gerakan seakan ia sedang meloncat. Mereka meloncat begitu tinggi sampai Rino tidak mengingat apa-apa lagi.

***

Suasana di luar sana begitu tenang kecuali bunyi sebuah alat yang terdengar teratur. Rino perlahan membuka matanya, dan mendapati sebuah langit-langit bercat putih bersih. Secara perlahan-lahan pandangannya semakin jelas, serta ia melihat beberapa orang yang mendekatikan. Di antara mereka, Rino melihat wajah kedua orang tuanya yang begitu ia rindukan. Sudah hampir enam bulan ia tidak pulang ke kampung halaman.

“Anakku sudah sadar, anakku sudah sadar.” Terdengar suara ibunya yang bercampur dengan isak tangis.

Rino berusaha mencerna semuanya sampai kejadian di jalan raya beberapa waktu lalu terlintas dalam ingatannya. Saat ia menepikan motornya, menyebrang hendak menolong kucing kecil yang terjebak di tengah jalan, serta sebuah hantaman keras di tubuhnya.

Bayangan kucing itu terus memenuhi pikiran Rino, sampai sebuah bayangan-bayangan samar terlintas, sebuah istana, raja yang berwujud setengah manusia dan setengah kucing, kapsul terbang, sampai bayangan seekor kucing berwarna hitam putih abstrak yang meloncat-loncat diudara.
Rino berusaha membuka mulutnya, mengucapkan sesuatu. “Moo …”

Ia berusaha menyelesaikan katanya itu, tetapi begitu sulit, rahangnya terasa begitu kaku.

Rino dirawat hampir dua minggu di rumah sakit sebagai fase pemulihan pasca koma, selama itu pula ia kembali melatih kedua kakinya untuk berjalan dan menggerakakkan anggota tubuh lainnya. Menurut informasi dokter, bahwa setelah kecelakaan itu terjadi Rino mengalami banyak luka parah dan berakhir koma hampir tiga bulan. Kedua orang tuanya berangkat ke kota untuk menjaga Rino, sedangkan biaya rumah sakit semuanya ditanggung oleh pengemudi mobil yang dulu menabraknya.

Setelah kondisinya cukup pulih, Rino didampingi orangtuanya resmi keluar rumah sakit, tapi selama belakangan ini Rino merasa ada sesuatu yang mengganggu perasaannya. Ia merasa ingin mencari seseorang, tapi siapa?
Hampir setiap malam ia bermimpi cukup aneh. Dia bermimpi ada di dunia lain yang dihuni mahluk-mahluk bertubuh manusia setengah kucing. Ia juga memimpikan seekor kucing berbulu hitam putih abstrak, yang ia yakini seekor kucing kecil yang dulu ia selamatkan.

Kira-kira di mana kucing itu sekarang? Rino ingin mengetahui keadaannya. Rino dan kedua orang tuanya dipesankan taksi untuk kembali ke kosan Rino. Ia duduk di kursi penumpang bagian belakang dijaga ibunya.

Saat perjalanan di salah satu jalan raya ibu kota, Rino melihat ke luar jendela dimana seorang pengendara motor berjaket biru terang tengah membonceng seseorang di belakangnya. Itu adalah salah satu supir ojek online sepertinya. Ia mulai merindukan pekerjaannya itu lagi. Ia akan kembali bekerja menjadi supir ojek online setelah sepenuhnya pulih.

Jalanan di depan sana begitu ramai, sampai taksi yang dikendarainya mengerem tiba-tiba. Sang supir menginfromasikan bahwa ia hampir saja melindas seekor kucing. Mendengar itu Rino refleks membuka pintu penumpang bersamaan dengan sang supir yang hendak memeriksa apakah si kucing benar-benar terlindas.

Rino melangkah patah-patah menuju balik depan monbil. Ia menemukan seekor kucing kecil berbulu hitam putih abstrak yang sedang menjilati salah satu kaki depannya tampak santai, meski beberapa saat yang lalu dia hampir saja terlindas ban mobil. Rino mendekati kucing kecil itu, dan sebuah bayangan asing muncul di ingatannya.

Percakapan antar dirinya dengan sesosok manusia setengah kucing, kemudian aksi mereka yang meloncat –loncat di angkasa demi ia dapat kembali ke dunia manusia.
Tanpa sadar, satu tetes air mata membasahi pipinya. Rino berjongkok menghadap seekor kucing itu, tangannya terulur berniat meraih tubuh kecil berbulu itu.

“Mooa …, aku merindukanmu.” Rino meraih tubuh kecil itu dan langsung memeluknya erat, sedangkan si kucing mengeluarkan suara kucing pada umumnya. Mungkin dia terkejut karena sesorang tiba-tiba memeluknya.
Rino membawa kucing itu bersamanya. Kini dia memiliki anggota keluarga baru di dunia ini, yaitu seekor kucing kecil-----Mooa.

Tamat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro