13

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

13 - Malizande

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Pencipta Wulan Benitobonita

"Un Lapin ...."

Langit gelap di luar lubang besar bernama jendela menunjukkan hari masih malam. Dengan bantuan sinar purnama, Malizande melihat sekeliling kamar tidurnya dengan kebingungan.

Dominic dengan sangat baik hati meminta kedua kesatria yang mengawal menangkap seekor anak kelinci abu-abu yang memiliki corak putih di bagian keempat telapak kaki hingga betis dan Malizande diizinkan untuk menamainya juga membawanya pulang. Namun kini, baik pengasuh maupun kelinci kesayangannya lenyap dari tempat yang seharusnya.

"Un Lapin ...." Sepasang kaki telanjang Malizande menapak ke lantai setelah dia mengibas selimut tebal yang membungkus tubuh.

Tidak seharusnya seorang calon ratu menapaki lantai batu yang dingin. Namun, kali ini ada yang jauh lebih penting dibandingkan protokol kerajaan, hadiah dari Dominic setelah dua minggu tidak bertemu mendadak lenyap dan Malizande bertekad untuk menemukannya.

Seberkas cahaya dari lorong tampaknya berhasil mencuri masuk dari sela pintu yang tidak tertutup dengan benar. Kedua tangan mungil Malizande pun dengan susah payah membuka pintu kayu yang berukuran hampir empat kali lebih tinggi dari dirinya sebelum menyembulkan kepala keluar.

Sepi sekali. Malizande menelan ludah. Tidak ada satu orang pun di lorong dan deretan obor yang dipasang pada dinding hanya memantulkan bayangan dirinya di dinding terdekat.

Rasa takut membuat Malizande hendak kembali menutup pintu. Namun, mata bocah itu membulat ketika melihat buntalan cokelat putih yang sedari tadi dicarinya ternyata berada di tengah koridor dan sedang membersihkan telinga dengan kedua kaki depannya.

"Uh Lapin!"

Malizande bergegas untuk menangkap sang kelinci. Sayang, teriakan dari dirinya malah membuat binatang itu melompat terkejut dan berlari menjauh ke sudut lorong.

"Ah! Un Lapin! Jangan pergi!"

Sepasang kaki kecil Malizande pun menambah kecepatan. Dia melupakan kesunyian yang ada dan menyusul binatang peliharaannya.

*****

Sebuah tikungan berhasil Malizande lampau. Bocah itu bernapas tersengal-sengal saat berhenti untuk mengambil napas.

Akan tetapi, mata Malizande tidak lepas dari buruannya. Un lapin sepertinya sudah lupa bahwa dirinya sedang dikejar-kejar dan kini dia malah sibuk mengendusi sebuah zirah full metal yang berdiri tegak di sisi lorong.

Dasar kelinci nakal.

Malizande mengisi penuh paru-paru dengan udara sebelum bocah itu mulai mengendap-endap.

Bokong Un Lapin yang mengarah ke sang pemilik berwarna putih bersih dan ekor mungilnya yang bergoyang-goyang menyedot seluruh fokus Malizande. Bocah itu berjongkok dan menangkap cepat kelinci miliknya.

Ketangkap!

Bibir Malizande melengkung membentuk senyum kemenangan. Dia mendongak dan napas bocah itu seketika tertahan.

Dominic berdiri tidak jauh darinya. Namun, sang raja sepertinya belum menyadari kehadiran Malizande. Perhatiannya terpusat kepada sebuah lukisan yang tergantung di dinding.

"Ini adalah salah satu lukisan yang tersisa saat taman belakang masih terurus beberapa tahun silam."

Penjelasan dari Mister Ode terngiang dalam benak Malizande. Mata bocah itu pun ikut
mengamati goresan cat air yang kembali terpajang di dinding istana setelah lama berada di gudang penyimpanan.

Indah adalah kata yang tepat. Sang pelukis dengan piawai berhasil mencitrakan keindahan bunga wisteria yang menggantung dari pepohonan. Namun, hal itu tidak sebanding dengan keelokan sosok perempuan bergaun putih yang sedang mendongak dan meraup kumpulan bunga ungu yang berada di atas kepalanya.

Ratu Hannah yang Baik.

"His Majesty sangat kehilangan, beliau bahkan telah membuat peti mati kembar agar bisa beristirahat untuk terakhir kalinya di sisi sang ratu."

Gunjingan-gunjingan para pelayan yang sempat terekam pada ingatan Malizande kini berputar perlahan. Bocah delapan tahun itu menatapi sisi wajah suaminya tanpa tahu harus melakukan apa.

Mata Dominic meredup. Gurat-gurat lelah yang belum pernah dilihat oleh Malizande selama ini tampak jelas.

Apa dia akan merasa terganggu dengan kehadiranku?

Malizande berencana kembali ke kamar dan melangkah mundur secara hati-hati. Namun, perlawanan dari Un Lapin yang masih ingin berjalan-jalan mengejutkan bocah itu.

"Ah!"

Malizande spontan berseru ketika si kelinci cokelat berbokong putih miliknya mendarat dengan selamat di atas karpet merah yang melapisi lantai batu koridor.

Kepala Dominic sontak menoleh. Pandangan mereka pun bertemu seketika.

"Ah, ma-maaf. Sa—"

Aura muram yang sebelumnya mewarnai wajah Dominic seketika merekah. Bibir yang tertutup janggut pendek itu melengkung tipis saat dia bertanya, "Tidak bisa tidur?"

Mulut Malizande yang masih terbuka pun sontak mengatup. Tadi bocah itu memang merasa mengantuk, tetapi setelah olahraga kecil bersama kelinci nakalnya, kini dia memang tidak lagi berniat untuk tidur.

"Mau segelas susu hangat?"

Eh? Tawaran dari Dominic membuat mata Malizande sedikit melebar. Di istananya, para pelayan juga sering memberikannya susu hangat kala dia kesulitan tidur.

Gigi putih yang berderet rapi pun mengintip dari sela bibir Dominic. Pria itu mengedikkan kepala ke arah lorong menuju ruang makan dan berkata, "Ayo, La Petite Reine, aku juga membutuhkan segelas besar susu hangat."

*****

Ruang makan yang sebelumnya gelap kini diterangi oleh cahaya obor dari berbagai sisi. Malizande duduk di ujung meja dan berhadapan langsung dengan suaminya. Dua pelayan wanita yang tampak mengantuk berada di sisi kanan dan kiri meja makan untuk menghidangkan dua keranjang roti panjang dan dua gelas susu berukuran besar.

"La Petite Reine, bagaimana caranya kau melewati pengawasan dari pengasuhmu?" Dominic meraih sepotong roti dan merobeknya. Dia mengunyah segigit ketika menunggu jawaban dari Malizande yang kini sibuk meniupi asap putih dari gelasnya.

"Dia tidak ada tadi." Malizande kemudian meneguk susunya dan mendesah puas. Enak.

Kunyahan Dominic terhenti. Sorot mata pria itu menajam ketika mengulang pernyataan dari istrinya. "Tidak ada?"

Malizande mengangguk kecil sebelum kembali meniup uap yang mengepul di hadapannya. Dia meminum seteguk ketika suara Dominic kembali terdengar. "Dan, kau keluar untuk mencarinya?"

"Oh, tidak. Madamme Lucie memang terkadang keluar saat subuh," jelas Malizande dengan nada ringan. "Tadi saya men—"

"Pelayan itu sering meninggalkanmu?!"

Teriakan Dominic bergaung di ruangan yang berisi lima orang. Mata Malizande melebar terkejut kala melihat ekspresi sangar suaminya. Tubuh pria itu tampak menegang dan tangan kanannya terkepal kuat di atas meja.

"Cari perempuan itu, sekarang!" bentak Dominic ke para pelayan yang berada di sana. "Seret dia ke mari seperti apa pun keadaannya!"

Ketiga pelayan yang menerima perintah pun langsung sedikit menekuk kaki sebelum berlari terbirit-birit untuk memenuhi keinginan sang raja.

Kenapa dia mendadak marah? Apa aku melakukan kesalahan? Apa aku seharusnya tidak boleh keluar kamar sebelum pagi? Wajah Malizande memucat seketika. Jantung bocah itu berdegup cepat. Apa dia akan menghukumku?

Rasa hangat dan manis susu tidak lagi dapat membuat Malizande nyaman. Kini, keringat dingin malah yang mengalir di punggung bocah itu. Bayangan potongan kepala yang terpancang di atas tombak pun melintas dalam ingatannya.

Aku tidak mau dipancung.

Malizande tidak berani untuk berkata apa pun. Bocah itu membeku ketakutan hingga keheningan yang mengisi ruangan.

"Kenapa tidak dihabiskan?"

Pertanyaan singkat dari Dominic hampir membuat tubuh mungil Malizande melompat kaget. Dia pun dengan segera meraih gelasnya dan berusaha menghabiskan susu miliknya secepat mungkin.

11 Desember 2022

Benitobonita

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro