15

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Pencipta Wulan Benitobonita

"Selamat sore, Princessa."

Sapaan dari Mrs. Peach menyadarkan Malizande yang baru saja membuka mata. Bocah itu terduduk di atas ranjang empuknya dan melihat sekeliling dengan linglung.

Langit di luar berwarna biru gelap dengan sedikit awan putih dan udara sejuk berembus masuk melalui lubang jelek yang diperuntukan sebagai jendela. Malizande terbengong kala pandangannya jatuh ke sang kepala pelayan yang berdiri di sisi ranjang dengan kedua tangan terkatup sopan di depan tubuh.

"Mrs. Peach, di mana Madamme Lucie?"

Kepala mungil Malizande lagi-lagi bergerak mencari pengasuhnya. Namun, tidak ada orang lain di sana selain mereka berdua.

Pandangan Mrs. Peach melembut saat mengamati tingkah kebingungan Malinzade. Perempuan itu tersenyum menenangkan saat berkata dengan nada halus. "Madamme Lucie sudah berangkat dengan kapal pertama yang berlayar pagi ini, Princessa. Beliau ingin mengucapkan salam perpisahan, tetapi His Highness melarangnya."

"Ta—tapi, saya belum menulis surat untuk Mere!" Seru Malizande dengan wajah kecewa. "Sa-saya juga belum mengucapkan salam perpisahan ...."

Gumpalan yang menyesakkan dada pun membuat Malizande sulit bernapas. Mata bocah itu juga terasa panas.

"Se-seharusnya kami bertemu du-dulu ...." Setetes air mengalir turun dari pelupuk mata Malizande sebelum mengalir semakin deras. "Se-seharusnya sa-saya me-menulis surat dulu ...."

Mere pasti akan menghukum Madamme Lucie ....

Jantung Malizande berdetak tidak nyaman. Tangis bocah itu pecah saat mengingat mantan pengasuhnya.

Mrs. Peach berjongkok di sisi kasur hingga pandangan mata mereka sejajar. Dia membiarkan Malizande menumpahkan rasa sedihnya selama beberapa waktu sebelum berujar pelan. "Princessa masih bisa menulis surat untuk Madamme Lucie. Saya pastikan surat itu akan sampai tepat ke tangan Madamme Lucie ketika kapal mendarat di seberang."

"Be-benarkah?"

Mata Malizande membola penuh harap. Setidaknya, dia harus berusaha agar teman satu-satunya itu tidak mendapatkan murka dari ibunya.

Kepala Mrs. Peach mengangguk beberapa kali dengan mata berkilau penuh kepercayaan diri. "Armada laut kita memiliki kemampuan yang luar biasa hebat. Menyusul kapal penumpang bukanlah hal sulit."

"Ka-kalau begitu, cepat! Siapkan kertas dan pena!" seru Malizande sambil mengibas selimut yang sebelumnya membalut tubuh. Dia melompat turun dan tergesa-gesa menuju pintu.

"Princessa! Pakai sepatunya dahulu!"

Ucapan Mrs. Peach menghentikan langkah Malizande. Bocah itu pun menunggu dengan gelisah saat sang kepala rumah tangga memperbaiki penampilan dirinya.

*****

Ruang belajar Malizande tampak rapi. Perkamen-perkamen yang berisi bahan-bahan pelajaran berjajar di dalam lemari tiga tingkat. Dinding batu yang semula kosong kini sudah dipenuhi berbagai lukisan yang menarik hati bocah itu.

Malizande duduk di meja belajarnya yang berada di tengah ruangan. Bocah itu menunduk dan fokus menggoreskan tinta ke atas kulit sapi yang sudah dibersihkan.

Mere, apa kabar? Hari ini Dominic mengusir Madamme Lucie ....

Sebutir air mata membasahi tinta belum kering yang ditulis dengan tangan gemetar. Malizande menelan ludah sejenak sebelum melanjutkan suratnya.

Dominic sepertinya marah karena Madame Lucie tidur di kamar lain.

Hidung Malizande terasa panas. Bocah delapan tahun itu tergugu pelan kala gemetar jemarinya semakin kentara.

Padahal, aku tidak keberatan ....

Tangis Malizande pecah. Dia menatapi tulisannya dengan pandangan kabur.

Kenapa harus diusir? Padahal hanya dia satu-satunya temanku di sini ....

"Princessa ...."

Panggilan halus dari Mrs. Peach pun membuat Malizande mengatupkan bibir erat-erat. Bocah itu menyeka air matanya dengan punggung tangan lalu melanjutkan suratnya.

Tolong jangan hukum Madamme Lucie. Dia sangat baik kepadaku.

Malizande menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan berulang kali hingga perih di jantung tidak lagi terasa terlalu menyakitkan. Bocah itu meletakkan pena bulu angsa yang sudah tercelup tinta di sisi kulit sapi yang dijadikan bahan surat kemudian berkata, "Sudah selesai."

"Apakah yakin, Princessa?" Mrs. Peach memiringkan kepala saat tatapan bertanya-tanya dilontarkan oleh Malizande kepadanya. "Her Highness tentu ingin mengetahui tentang Un Lapin."

"Un Lapin!" Malizande seketika tersentak. Mata bocah itu membola ketika teringat akan kelincinya yang raib sejak semalam. "Mrs. Peach! Un Lapin hi—"

"Kemarin His Majesty menemukannya sedang bersembunyi di dalam selimut," potong Mrs. Peach sambil terkekeh kecil. "

Mulut Malizande sontak ternganga. Un Lapin naik ke ranjang Dominic?

"His Majesty luar biasa kaget, teriakannya terdengar hingga kamar para pelayan."

Apa?!

Bayangan sebuah kaki kelinci terkalung pada leher Dominic ketika sang raja sedang berpesta menikmati daging kelinci bakar dengan memakai sepasang alas kaki berbahan lembut dari bulu kelinci, seketika berkelebat pada benak Malizande.

Un Lapin ....

"Un Lapin baik-baik saja, Princessa." Mrs. Peach kini berusaha menenangkan bocah yang kini wajahnya sepucat susu. "His Majesty meminta kami untuk merawatnya di kamar pelayan hingga Princessa bangun."

"Ja-jadi Un Lapin ma-masih hidup?"

Mrs. Peach terbengong beberapa detik saat mendengar pertanyaan dari Malizande sebelum ledakan tawa terlepas dari bibirnya. "Astaga, Princessa. Tentu saja .... Dia bahkan sedang makan siang di dapur."

Debaran jantung Malizande mereda. Bocah itu bahkan tanpa sadar mengembuskan napas lega.

Rasa hangat perlahan melingkupi batin Malizande. Mrs. Peach sangat ramah dan ceria, berbeda dengan Madamme Lucie yang lebih sering mengerucutkan bibir.

"Mrs. Peach ...."

"Ya, Princessa?"

Malizande memberikan tatapan ragu kepada sang kepala pelayan sebelum berkata dengan nada pelan. "A-apa boleh saya memilih pengasuh baru saya?"

"Tentu saja, Princessa. His Majesty memang meminta saya untuk menanyakannya kepada Princessa, apa Princessa menyukai salah satu pelayan yang ada di kastil ini?"

Malizande menimbang-nimbang jawaban yang ingin dilontarkan. Bocah itu mengamati perempuan yang berada di hadapannya kemudian berkata dengan penuh keyakinan. "Saya ingin Mrs. Peach yang menjadi pengasuh saya."

Mata Mrs. Peach berkedip beberapa kali ketika mendengar keinginan Malizande. Namun, hanya dua detik berselang, bibir perempuan itu melengkung dan dia menekuk sedikit lututnya untuk memberi hormat.

"Sebuah kebanggaan bagi saya dapat melayani Princessa."

Senyum yang sama pun menular pada bibir Malizande. Mereka saling bersitatap sebelum Mrs. Peach berkata, "Princessa, apa kita sudah bisa berkemas? His Majesty berharap agar besok pagi sudah bisa berangkat."

"Ah, iya. Silakan."

Malizande menunggu Mrs. Peach menggulung pekarmen dan menguncinya dengan lilin berstempel kerajaan. Bocah itu pun bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar diekori oleh pengasuh barunya.

19 Januari 2022
Benitobonita

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro