(19) Help Us, Ify

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pastikan udah baca part yang diprivate ya gengs. Biar ga bingung.

Happy reading!

Ify mengamati Dara yang berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, wanita dua puluh delapan tahun itu terlihat cemas dengan kuku ibu jari kanannya yang dia gigiti sejak dua menit lalu. Bukannya tidak tahu sama sekali, raut wajah Dara jelas menyaratkan bahwa dia keberatan dengan keputusan Ify untuk keluar dari rumah. Tapi, apa pun alasan yang akan dikeluarkan bibir yang terpoles lipgloss peach itu, Ify bertekad untuk tetap pergi dari rumah mewah ini.

Mata Ify mengerjap beberapa kali saat Dara menatapnya intens. Dengan pandangan yang menyaratkan ketidakrelaan, ketakutan, kekalutan yang semakin lama membuat tubuh Ify menggigil. Ada yang tidak beres dengan keluarga ini, Ify tahu itu. Seminggu lebih tinggal di sini dan tidak pernah bertemu dengan Papa Shuwan salah satunya.

Dara kemudian berjalan perlahan mendekati Ify dan mengambil tempat di sebelah gadis yang duduk di love seat itu, ditatapnya kedua mata hitam Ify lekat-lekat. "Ada satu hal yang harus kamu tahu," katanya dengan suara mulai bergetar.

Ify mengangguk. Itu sebabnya dia duduk di kamar Dara dan Harry sekarang, menunggu apa yang sebenarnya ingin Dara bicarakan dengan tampang seserius itu.

"Kami sakit."

Tidak ada suara lagi sejak Dara mengatakan dua kata yang tak pernah Ify bayangkan akan keluar dari mulut wanita yang Ify kenal ceria. Sakit memiliki banyak arti dan Ify yakin setiap manusia di dunia ini pasti sakit. Mereka tidak pernah memiliki obat untuk rasa sakitnya itu untuk waktu yang lama, bahkan mungkin selamanya. Rasa sakit yang tidak pernah sembuh memiliki banyak bentuk, banyak nama.

Mungkin sebagian orang menyebutnya dendam, mungkin sebagian lainnya menyebut trauma, dan mungkin yang lain menyebutnya dengan ketakutan. Setiap manusia sakit, itu yang Ify yakini.

Bahkan hingga kini, Ify juga sakit.

"Maksud Kak Dara?" tanya Ify membuat tangan Dara terulur, kemudian menggenggam erat kedua jemari Ify yang terpangku di atas pahanya.

"Sejak kecelakaan itu," kata Dara yang kemudian menghirup napas panjang, "kami semua sakit." Kelopak mata Dara mulai berkaca-kaca. Selapis demi lapis kaca yang berwarna kemerahan di dalam kedua jendela hati Dara perlahan menyampaikan apa yang dia rasakan selama empat belas tahun terakhir pada Ify. Mata itu, mata yang menyaksikan bagaimana kakak kembarnya menyerah pada hidup karena pilihan Dara, mata yang menyaksikan bagaimana Mamanya kembali menghadap Tuhan tanpa salam perpisahan, mata yang menyaksikan bagaimana sikap Papa yang berubah drastis dan memilih untuk menenggelamkan diri pada bisnisnya, mata yang menyaksikan kejadian demi kejadian yang membuat rumah ini harus terpasang CCTV.

"Aku pernah punya bipolar," katanya dengan suara bergetar, "dan aku sembuh karena Harry selalu ada di sampingku. Aku membaik... tapi... Trio, dia justru..."

Tangis Dara pecah membuat Ify refleks memeluknya dan mengusap punggung ibu muda itu secara perlahan. Tidak ada orang yang bisa sembuh seratus persen dari kehilangan, karena akan selalu ada kenangan yang siap mengerus keikhlasan yang telah terbentuk dalam menerima takdir kehidupan.

Masalahnya sekarang. Ify bukanlah orang yang tepat untuk menenangkan, dia sendiri orang yang sakit dan membutuhkan penawar dari rasa sakitnya. Satu-satunya jalan yang tersisa adalah dengan menjadi pendengar yang baik, dan membiarkan orang itu membagi kesakitannya meski bukan pada orang yang lebih tegar.

Saat tangis Dara terdengar mulai mereda dan desah napasnya kembali teratur. Ify melepaskan kepalanya dari bahu Dara dan membantu wanita itu menghapus jejak air matanya yang melunturkan riasan wajahnya.

Ify memandangi Dara dengan sabar, tidak akan bertanya, karena setiap orang membutuhkan waktu yang berbeda untuk bisa mengingat kembali kenangan buruknya dan menceritakan pada orang lain.

"Kami konseling selama enam tahun, Fy. Papa memanggilkan orang untuk datang ke rumah bukan hanya guru, tapi juga psikiater. Awalnya, aku dan Trio mengikuti semua yang Papa berikan. Tapi, saat aku masuk bangku kuliah dan mengenal Harry..." Dara menghela napas, "Trio mulai nggak menurut, padaku dan juga Papa."

Ify mengangguk sekilas, memberikan kode bahwa dia mengerti semua yang dijabarkan Dara.

"Saat aku berumur dua puluh satu dan dekat dengan Harry, Trio mulai nggak mau dipanggil Trio, dia memintaku untuk memanggilnya dengan Langit. Bahkan marah setiap aku memanggilnya dengan nama Rio−nama panggilan Mama untuknya dulu. Dan anehnya, setiap Papa pulang, Papa juga memanggilnya dengan nama Langit. Aku selalu tanya kenapa dia ganti nama panggilan, tapi dia nggak pernah mau jawab.

"Saat aku dekat dengan Harry, usianya enam belas tahun, Trio masuk SMA umum dan mulai bertemu banyak teman. Tapi saat aku bertemu teman-temannya, mereka bilang Trio aneh, dan suka berubah setiap waktu. Aku pikir, mungkin Trio sepertiku yang pernah bipolar. Tapi setelah konsultasi dengan psikiater kami, dia memiliki gejala gangguan yang lain. Dia mengidap kepribadian ambang."

"A-apa?" potong Ify, sebelum mendapatkan cerita yang lebih panjang lagi. Selain fakta bahwa Dara pernah mengalami bipolar−dan untungnya telah sembuh−meski pun Ify tidak yakin betul bipolar itu apa. Ify benar-benar tidak tahu dan butuh tahu lebih dulu apa itu kepribadian ambang. Apa itu berbahaya? Apa itu menular??

"Trio mengidap gejala gangguan kepribadian ambang. Orang-orang dengan gangguan ini sangat takut ditinggalkan orang lain. Saat ketakutan itu datang, dia akan marah secara tiba-tiba atau meminta hal-hal yang nggak masuk akal. Bahkan... melakukan percobaan bunuh diri."

"Bunuh diri?" ulang Ify otomatis dengan suara tertahan. "A... apa Trio pernah... mencoba... bunuh diri?" tanya Ify lagi dengan suara terbata. Membayangkan Trio mungkin pernah melakukan hal segila itu, membuat Ify bergidik. Dia benar-benar parah!

Ah, Ify lupa, dia mengalami gangguan kepribadian, dia pasti sering kesulitan mengendalikan diri. Itu sebabnya setiap waktu, lelaki itu selalu berubah, baik itu perilaku maupun emosinya dan dia juga tidak bisa dipahami terkadang.

"Pernah. Dia melakukan percobaan bunuh diri dua tahun yang lalu, saat aku bilang aku akan menikah dan tinggal dengan Harry. Itu sebabnya sekarang rumah ini dipasang kamera pengawas," kata Dara lancar meski matanya terlihat menerawang.

Jadi, itu alasannya pelayan ketakutan setengah mati saat Trio tidak merespon dan menyentuh makanannya yang diletakkan di depan pintu kamar. Ternyata Trio demam dan mengigau bertemu mamanya. Tak lama, Ify menyadari sesuatu.

"Kalau seluruh rumah dipasang CCTV, kenapa saat Trio sakit, nggak ada satu pun pelayan yang tahu?"

"Karena Trio menghancurkan semua CCTV yang dipasang di kamarnya dan juga kamar Langit. Akhirnya yang bisa kami lakukan hanya menyadap kedua kamar itu," kata Dara kalem, seolah apa yang dilakukannya adalah tindakan baik yang patut dipuji.

Ify terperangah. Jika begitu parah, bukankah sebaiknya Trio dimasukkan ke rumah sakit jiwa? pikirnya tak mengerti.

"Kenapa−jangan marah ya, Kak−Trio nggak berobat?" Ify memutuskan untuk mengubah kata rumah sakit jiwa menjadi berobat. Selain lebih sopan, dia juga tidak ingin mengakui secara tidak langsung bahwa dirinya sedang terperangkap dengan orang-orang yang bahkan tidak bisa mengendalikan diri mereka sendiri−orang awam menyebutnya gila.

"Dia nggak mau mendengar siapa pun Ify," kata Dara dengan suara bergetar lagi, "tapi dia berubah sejak kamu datang."

"Aku?" tanya Ify tak mengerti. "Kenapa denganku?"

"Mungkin karena kamu sudah menyelamatkanku, dan dia merasa berutang budi."

Ify menggeleng bingung. "I don't get it."

"Aku berutang hidup dengan dua orang. Orang yang pertama menerima uang dari kami sebagai ucapan terimakasih. Tapi kamu nggak begitu, kamu berbeda Ify. Dan sejak saat itu, aku yakin kamu bisa membantu kami. Menolong kami..."

"Don't count on me, Kak," sahut Ify cepat mendengar nada memelas Dara. Dia memang menghibahkan darahnya sejak berusia delapan belas tahun untuk orang-orang yang... spesial seperti dirinya. Tapi, tidak untuk diandalkan orang lain sebagai tempat bergantung. Ify bukan Tuhan. Dan Ify tidak menyukai fakta bahwa ada yang mengandalkan hidupnya pada Ify.

"Tapi, Fy..."

"Kak, aku manusia biasa. Aku nggak tahu tentang... gangguan... apa tadi? Ambang? Aku nggak ngerti, aku nggak tahu itu apa, aku nggak tahu harus apa, aku−"

"Dengar dulu Ify!" sela Dara dengan nada meninggi membuat Ify berhenti mengoceh, "aku mau minta tolong supaya kamu meyakinkan Trio bahwa apa yang dia lakukan itu nggak benar. Aku mau kamu meyakinkan bahwa dia harus berhenti menjadi orang lain. Kamu nggak perlu maksa dia ke psikiater, kamu nggak perlu memberikan dia terapi, hanya..." Dara menghela napas.

"Just stay close him."

***

Ify tertawa datar sambil membaringkan dirinya di ranjang single bed yang berada di dalam kamar kos sempitnya. Dengan miniatur pesawat yang tergantung di langit-langit kamar. Ify memutar rekaman pembicaraan super-berat-yang-pernah-ada dengan Dara lagi di pikirannya. Mungkin ada yang salah dengan pendengarannya tadi, atau otaknya juga sedang korsleting.

Bipolar. Kepribadian ambang. Stay close him.

Ify memijat keningnya yang terasa berdenyut. Jika terus dipikirkan, bisa-bisa tekanan darahnya menurun ke titik terendah dan membuatnya pingsan, kemudian ibu kos heboh dan menelepon mamanya. Mama pun nekad datang ke Jakarta kemudian menyeretnya pulang ke Bandung dengan atau tanpa paksaan.

Kepala Ify menggeleng cepat. Itu tidak boleh terjadi! Bagaimana pun caranya, dia harus menyelesaikan masalahnya dengan si Bos Aneh serta permintaan super menyusahkan kakaknya yang pemaksa itu. Lalu kembali fokus dengan tujuan awalnya datang ke Jakarta. Untuk bertemu Alvin dan mewujudkan impian masa kecilnya.

Ahh... Ify hampir saja lupa. Dia juga punya satu misi yang belum selesai. Menjodohkan Sivia dengan pangeran pujaannya: Dimas.

Ify menutup matanya dengan lengan kanan. Hidupnya terasa super-duper-zuper-mega-maha-berat-sekali sekarang ini. Dia butuh mendengar suara mamanya, tapi si ibu kos yang bawel itu lagi pergi keluar jadi dia tidak bisa meminjam telepon rumahnya.

Apakah ini saat yang tepat untuk memberitahukan nomor handphonenya pada mama ya? Atau, Tuhan memang mengatur semua ini agar Ify berhenti menjaga jarak dengan keluarganya di Bandung? Ify mendesah, hidup ini benar-benar penuh kejutan dan tidak bisa ditebak.

Akhirnya, Ify merasa bahwa dia kalah. Dia punmengambil ponsel dari dalam tas dan mulai mengetikkan angka di layarnya. Nomortelepon rumahnya. Sudah saatnya dia mendengarkan celotehan sopran sang mamasetelah sekian lama memilih untuk bersembunyi.

BERSAMBUNG

For your information,
Gangguan bipolar adalah kondisi seseorang yang mengalami perubahan suasana hati secara fluktuatif dan drastis, misalnya tiba-tiba menjadi sangat bahagia dari yang sebelumnya murung, dan sebaliknya

Borderline personality disorder (BPD) atau gangguan kepribadian ambang adalah sebuah kondisi yang muncul akibat terganggunya kesehatan mental seseorang. Kondisi ini berdampak pada cara berpikir dan perasaan terhadap diri sendiri maupun orang lain,  serta adanya pola tingkah laku abnormal.

Sekarang, udah ngerti kan kenapa Trio suka gitu? Kalau diantara pembaca ada yang anak psikologi, aku nerima masukan banget lho, via private message.

Thankyou udah baca MMIYD sejauh ini yaa *kiss* I love you all pembacaku <3

Pembaca yang baik hati, selalu ninggalin jejak ^_^ you knowlah what I mean... see you next part!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro