🐊25🐊 Mainan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dokter datang dengan tergesa-gesa bersama seorang suster. Mereka segera menuju ke ruangan Gania begitu mendengar Ghanu berteriak histeris. Namun, baru saja dokter dan suster itu sampai di ambang pintu, mereka tercengang bukan main.

“Dokter! Buruan, Dok! Malah bengong!” seru Ghanu yang terlihat sangat marah karena dokter dan suster itu tidak bergerak cepat. Segera ia mendorong dokter dan suster yang menghalangi jalan masuk. Begitu Ghanu masuk, laki-laki tercengang melihat Gania yang sudah membuka matanya. Di samping Gania ada Wilder yang menangis akibat Ghanu tadi berteriak keras.

“Gania,” lirih Ghanu yang langsung menghampiri istrinya yang bahkan tidak melirik ke arahnya. Gania diam seribu bahasa. Bahkan Wilder yang menangis diabaikannya.

“Dokter, tolong periksa istri saya,” pinta Ghanu. Dokter itupun segera memeriksa kondisi Gania yang masih saja diam tanpa ekspresi. Tatapan perempuan itu sangat dingin, seperti orang yang berbeda, membuat Ghanu merasa Gania itu aneh.

“Kondisi istri Anda baik-baik saja. Semuanya normal. Tapi, kenapa tadi Anda bilang kalau …” Dokter itu tidak melanjutkan kalimatnya karena Ghanu pastinya sudah tahu apa yang dimaksudnya. Dokter itu merasa tidak enak jika harus bilang itu di depan Gania.

“Ya emang tadi dia enggak napas, Dok. Udah berulangkali saya cek. Saya jadi panik,” jelas Ghanu yang kini sedang menenangkan Wilder. Ia menatap Gania yang masih dalam posisinya yang sama. Hanya mata Gania yang berkedip sesekali. Hal itu membuat Ghanu merasa bingung.

“Apa Anda mengecek denyut nadinya? Apa alat ini berubah menjadi lurus?” tanya dokter itu sambil menunjuk alat monitor pasien.

Ghanu tercengang. Saking paniknya ia sampai tidak ingat untuk mengecek nadi Gania dan hanya berfokus pada napasnya saja. “Namanya panik, Dok,” kata Ghanu sambil terkekeh garing. Ia bertindak sangat memalukan tadi.

“Ya sudah, saya tinggal dulu,” kata dokter itu.

“Dok,” panggil Ghanu sebelum dokter itu pergi bersama suster. Kemudian ia melirik Gania yang masih bengong. “Istri saya kenapa, Dok? Kok bengong gitu dari tadi? Dia enggak kenapa-kenapa, 'kan? Atau mungkin … kerasukan?” bisik Ghanu.

“Dia tidak apa-apa, mungkin sedang banyak pikiran. Sebaiknya Anda coba ajak mengobrol biar dia bisa mengalihkan semua beban pikirannya,” jelas dokter itu. Ghanu pun hanya mengangguk-angguk. Dokter dan suster itupun pergi dari ruangan Gania.

Kini, di ruangan itu tersisa Ghanu, Gania, dan Wilder saja. Wilder sudah kembali tidur. Bayi mungil itu mudah sekali tenang jika berdekatan ayahnya. Mungkin ia sangat menyukai Ghanu.

“Gania,” panggil Ghanu. Ia duduk di pinggir kasur yang berdekatan dengan Gania. Ghanu mencoba membuat Gania menatapnya, tetapi Gania terus saja mengalihkan pandangannya. “Kamu kenapa sih? Tadi kenapa kamu tahan napas gitu? Seneng ya bikin aku khawatir? Hm?”

“Berisik,” ketus Gania. Kemudian ia memejamkan matanya agar ia tidak bertatapan dengan Ghanu. Jika bisa tidur lebih lama lagi, Gania ingin melakukan itu. Ia ingin istirahat tanpa memikirkan beban hidupnya. Ia ingin melarikan diri dari cobaan hidupnya.

“Gania, kamu jangan ginilah. Kok tiba-tiba dingin kayak gini? Kamu marah sama aku? Harusnya aku dong yang marah. Agalanka, si berengsek itu seenaknya ngaku-ngaku suami kamu. Kamu tahu gak kalau aku kesel banget?” cerocos Ghanu.

“Buat apa kesel? Kamu enggak cinta sama aku.”

“Tapi, aku itu suami kamu. Hargai aku bisa gak sih?” sahut Ghanu yang tampak sangat kesal. Sementara Gania tetap memejamkan matanya tanpa sambil tersenyum miring. Ghanu kesal karena diabaikan. Kemudian ia langsung mendekatkan wajahnya ke wajah Gania dan langsung menempelkan bibirnya ke bibir Gania. Gania hanya diam, tidak membalas dan tidak juga menolak.

“Kenapa kamu enggak bales ciuman aku? Biasanya kamu agresif. Ada apa sama kamu, Gania?” tanya Ghanu setelah menyudahi ciuman sepihaknya.

“Jawabannya simpel, cinta bodoh itu akan segera musnah.”

Ghanu tercengang. Ia tidak mengerti apa yang Gania maksud. Ia ingin bertanya, tetapi suara ketukan pintu dari luar membuatnya mengurungkan niatnya.

“Masuk!”

Tak lama kemudian, ada enam orang yang masuk ke ruangan itu. Mereka adalah Reja, Varas, Prinsha, Jey, Yuga, dan Nasha. Nasha yang paling heboh, cewek itu langsung naik ke tempat tidur untuk melihat anak Gania yang baru lahir. 

“Selamat ya, Ghan,” ucap Reja sambil memberi keranjang buah yang dibawanya pada Ghanu.

Oh my God, ini anak kenapa mirip banget sama bapaknya?” tanya Nasha yang sedang memandangi Wilder dengan lekat-lekat.

“Enggak anehlah kalau mirip gue. Kan hasil kerja keras gue,” sahut Ghanu.

Prinsha yang merasa penasaran pun langsung menggeser Nasha dengan gerakan tidak santai sehingga Nasha sedikit terjengkang. “Ih, siapa sih lo? Main dorong-dorong gue aja!” seru Nasha kesal.

“Lo kok bisa bareng mereka, Nas?” tanya Ghanu.

“Enggak tahu. Mereka buntutin gue,” jawab Nasha asal. Ia kebetulan bertemu dengan lima orang itu di lift sehingga mereka berenam jadi berjalan bersama menuju ruangan Gania.

“Gania masih belum sadar?” tanya Varas.

“Udah tadi, tapi tidur lagi. Eh, btw kalian kapan nyusul? Reja sama Varas, Prinsha sama Jey, eh Jey ke mana? Tadi perasaan ada.” Ghanu menoleh ke belakang dan ternyata Jey sedang duduk di sofa. Cowok itu bahkan belum mengucapkan selamat padanya dan kini malah duduk santai di sana.

“Jangan ngaur ngomongnya. Gue masih kecil,” ketus Reja. Ia melihat Varas tampak sangat malu setelah mendengar pertanyaan Ghanu.

“Tahu tuh. Kalau dijebolin sekarang, pas malam pertama pernikahan 'kan gak enak, gak bisa ngapa-ngapain kayak kalian berdua,” sahut Prinsha yang sedang mengelus-elus pipi Wilder. Ia berebutan dengan Nasha yang juga ingin menyentuh Wilder.

“Prinsha, ngomongnya benerin,” protes Jey. Bisa-bisanya Prinsha tidak malu saat berbicara tentang hal-hal yang berbau dewasa. Biasanya cewek pasti tidak akan mau frontal saat berbicara tentang itu.

“Maaf, Jey. Enggak lagi,” kata Prinsha sambil menyengir.

“Terus gue sama siapa? Berasa jones gue,” celetuk Yuga yang sedari tadi diam. Semuanya mempunyai pasangan dan hanya ia yang tidak membawa pasangan.

“Liza emang enggak mau lagi sama lo? Atau jangan-jangan dia mau kawin sama salah satu tokoh di cerita wattpad?” goda Ghanu sambil tersenyum mengejek. Ia tahu kalau Yuga masih berpacaran dengan Liza, hanya saja hubungan mereka berdua tidak seperti pasangan lainnya.

“Sialan. Udah deh, males gue bahas dia. Palingan sekarang lagi di kasur tuh baca wattpad. Temennya ngelahirin bukannya dijenguk, dia malah mengtingin urusan sendiri,” jelas Yuga yang tampak kesal.

“Ya udah, lo sama Nasha aja. Dia jomblo kayaknya,” cetus Varas sambil menatap Nasha yang kini tampak syok. Mata cewek itu melotot seperti akan keluar. 

“Enggak! Cowok yang baik ke semua orang itu nyakitin banget. Gue enggak mau,” tolak Nasha mentah-mentah. Lebih mending ia jomblo daripada tersakiti oleh Yuga yang suka tebar kebaikan. Semakin ia dewasa, ia semakin mengerti kalau ketampanan tidak ada apa-apanya dibandingkan kebaikan.

“Ada untungnya kok Yuga suka nyakitin, buktinya sekarang gue bisa sama Prinsha,” sahut Jey yang membuat Prinsha langsung menebar senyuman dan memberi kecupan jarak jauh.

Mereka semua mengobrol bersama tanpa Gania. Gania yang sebenarnya tidak sedang tidur hanya bisa mendengar semua percakapan mereka tanpa berniat untuk membuka mata. Bukannya ia tidak ingin melihat teman-temannya, hanya saja ia sedang malas melihat wajah Ghanu. Karena itulah ia memilih tetap memejamkan matanya.

🐊🐊🐊

Beberapa hari sudah Gania dirawat di rumah sakit. Kondisinya sudah cukup pulih dan tadi pagi ia sudah pulang ke rumah. Gania masih bersikap dingin dengan Ghanu. Perempuan itu sangat jarang menatap wajah suaminya. Kalaupun ia tidak sengaja bertatapan, ia akan segera memalingkan wajah.

Selama beberapa hari ini juga Ghanu yang lebih banyak mengurus Wilder. Gania hanya sekadar memberi ASI saja kalau Wilder tampak kehausan. Itu semua karena Wilder kadang rewel saat ia gendong. Namun, jika sudah berada di gendongan Ghanu, Wilder akan dengan mudahnya kembali tenang.

Kini, Ghanu sedang menidurkan Wilder di kamar. Sementara Gania duduk di ruang tamu bersama Urela. TV yang menyala itu hanya ditonton oleh Urela. Sementara Gania hanya menatap TV itu dengan tatapan kosong. Sesekali Urela mencuri-curi pandang ke arah menantunya yang tampak aneh setelah melahirkan.

“Gania,” panggil Urela. Ia sudah sangat penasaran dengan apa yang terjadi. Ia menebak kalau Gania sedang ada masalah dengan Ghanu. “Kamu kenapa sih? Ada masalah sama Ghanu?” tanya Urela.

“Enggak.” Hanya kata itu yang keluar dari mulut Gania.

Urela ingin bertanya, tetapi suara bel rumah yang berbunyi membuat Urela mengurungkan niatnya. Ia pun langsung pergi untuk membukakan pintu karena Bi Oni sedang mengambil cuti dan sekarang pembantu rumah tangga itu tidak ada di rumah.

“Gania! Gania! Sini kamu!” teriak Urela. Gania menoleh dan dengan gerakan perlahan ia bangun, lalu berjalan menuju ke luar rumah. “Kamu yang pesan semua ini?” tanya Urela. Di depannya ada seorang laki-laki yang membawa mobil box masuk ke halaman rumah.

“Iya. Bawa semuanya ke dalam,” suruh Gania pada laki-laki yang ternyata membawa beberapa teman lain. Tak lama kemudian, semua isi mobil box itu dikeluarkan dan dibawa masuk ke dalam rumah.

“Kamu ngapain beli mainan segudang gini, Gania? Buang-buang uang tahu? Lagian Wilder belum bisa main,” protes Urela. Ada banyak sekali jenis mainan yang Gania beli sehingga mengharuskan mobil box yang mengangkutnya.

“Sengaja aku beliin mainan banyak, biar anak aku enggak mainin hati cewek pas udah gede,” sahut Gania sambil tersenyum tipis. Urela tercengang. Ia masih belum mengerti dengan hubungan mainan sebanyak itu dengan memainkan hati cewek.

“Seharusnya Mama kasih mainan yang banyak buat Ghanu waktu kecil, biar dia enggak seenaknya mainin hati orang. Kelihatan banget MKKB, Masa Kecil Kurang Bahagia.”

Setelah itu, ia pun masuk ke rumah dan meninggalkan Urela yang tampak tercengang dengan semua kata-kata yang dilontarkan oleh Gania. Ia merasa kalau Gania sedang menyindirnya karena telah gagal menjadikan Ghanu anak baik-baik.

🐊🐊🐊

Udah panjang ini😂
1600 kata loh
Kalau kalian merasa ini masih kurang panjang, artinya part ini seru dong😂 Biasanya kalau part-nya ngebosenin, kalian pasti merasa panjang😂
Tuh kan jadi kepedean aku
Gak papalah sekali-sekali biar seneng.

🐊🐊🐊

Kamis, 4 Februari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro