Ramadan 5: Corak

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Agenda hari ini bukbar bersama tiga temanku, alias berbuka bareng—istilah diriku sendiri, tidak perlu protes. Sepulang bekerja, langsung menuju rumah makan yang sudah ditentukan, meski sebelumnya kami berempat sempat beradu pendapat tentang rumah makan yang akan dikunjungi. Yah, seperti biasa, gagasan satu orang dengan orang lainnya berbeda.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai, kami segera memasuki rumah makan berinterior kayu. Lampion-lampion tergantung di langit-langit, membuat kesan hangat.

Rhea memberikan lebih dulu daftar menu padaku setelah kami duduk dekat jendela yang menjadi sekat antara luar, sehingga pemandangan jalan raya terang terlihat. Berhasil menemukan menu yang cocok, aku segera mengatakannya pada pelayan perempuan di samping meja—sudah siap di kedua tangannya bolpoin juga catatan kecil. Pelayan berparas ramah itu menulis pesanan seiring diriku mengoper daftar menu pada Deva.

Selagi menunggu pesanan datang, mataku menangkap vas bunga terletak di atas meja hadapan—menjadi penghias dekat nomor meja. Sungguh menarik atensi. Saat Deva bersama Damar asik bersenda gurau—duduk berseberangan denganku, dan Rhea di samping sibuk oleh ponselnya, aku justru terus memerhatikan vas berwarna dasar putih disertai corak warna-warni.

Kurasa ada beberapa warna yang menjadi corak acak; biru, kuning, merah, hijau, dan oranye terpadu memenuhi vas. Kulirik guci di sudut jendela yang ternyata bercorak serupa. Kemudian pandanganku teralihkan karena suara bersahutan terdengar jelas dari banyaknya suara bising yang tercipta.

Gadis berhijab hijau tosca itu memandang gadis lain yang duduk di hadapannya. Sebut saja 'gadis lain' dan 'gadis berhijab', aku tak tahu nama mereka. Si gadis lain berkuncir ponytail menggeleng sebentar sebelum mengeluarkan suaranya untuk kesekian kali kudengar.

"Nggak apa-apa, sebentar lagi, 'kan? Aku bisa menunggu,"

Bukan bermaksud menguping, diriku hanya tertarik. Juga posisi meja mereka dengan mejaku tidak terlalu jauh, wajar jika aku masih bisa mendengar. Salahkan kedua telinga ini yang tidak bisa sejenak berhenti menangkap suara menarik.

"Padahal kalau kamu makan duluan bisa, Vin. Kenapa mesti menunggu aku?"

Gadis berhijab memasang wajah bersalah, membuat gadis lain bersamanya itu tersenyum ringan.

"Aku menghargai kamu. Masa iya, aku tega makan lebih dulu? Kita kan rencananya makan bersama, jadi harus bersama."

Lalu hatiku merasa senang hanya mendengar percakapan mereka. Aku mengerti apa yang mereka bahas. Gadis berhijab itu belum bisa makan karena masih dalam keadaan berpuasa, dan gadis lain kukuh menunggu waktu berbuka untuk bisa makan bersama gadis berhijab.

Benar. Yang kulihat memang bukan hal penting, yang kudengar juga bukan perkara menarik. Tetapi sejak melihat vas bunga sampai mendengar percakapan mereka, aku memaknai sesuatu; kalau sebetulnya kesatuan di negara ini bukan hanya omong kosong. Kita beragam yang disatukan, seperti corak vas di depanku. Kita memiliki warna keunikannya sendiri, kesatuan yang luar biasa. Kita berbeda, lalu duduk dan makan bersama, sebagai kesatuan yang indah.

"Utari, hei... EH SERIUS KAMU MELAMUN?"

Kesenanganku lenyap. Suara menggelegar Rhea berhasil mengubah suasana hatiku dalam sekejap mata. Untuk sekarang aku sedang menekan emosi. Berbuka sebentar lagi, Utari... sabar sebentar lagi.

Setelah berbuka aku akan meluapkan kekesalanku pada Rhea. Lihat saja. LIHAT. Aku pastikan kepalaku bertanduk usai azan.

Tetapi kalian tahu? Ada yang lebih mengejutkan dari kepalaku keluar sepasang tanduk. Saat waktu berbuka tiba, lalu perutku telah terisi penuh, amarah dalam diri seketika terangkat bagai debu tertiup angin. Ingin sekali diriku tertawa; belum satu jam sudah berubah pemikiran.

Baik, mari lupakan bagaimana cara untuk merealisasikan kemarahan yang sempat tertunda. Lebih baik fokus pada kebaikan apa yang mau dilakukan setelah ini.

---

Corak di guci itu macam-macam warna
Berbeda namun terlihat selaras
Seperti itu pula kita
Beragam budaya suku ras

Genggaman takkan terlepas
Beraneka sifat tingkah pula
Tetapi kita tetap menerima
Beda tak masalah, kita bersama

.
.
.


Bogor, 12 Mei 2019

D-25, 10 Mei 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro