9. Komposisi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Jam di ponselku menunjukkan pukul 22 lebih enam belas menit. Kedua orangtua angkatku sudah tidur sementara aku asik bermain candy crush di teras rumah sambil menikmati secangkir kopi. Udaranya tidak begitu bagus apalagi dingin sebab Ibu Kota Sengkawa memang menjadi salah satu kota paling berpolusi di Nusantara. Tapi suasananya tenang, tidak ada suara knalpot, klakson, dan gedebak-gedebuk pembangunan. Mungkin karena ini malam minggu, dan penghuni Ibu Kota Sengkawa sudah terlalu lelah sampai-sampai memilih istirahat di rumah masing-masing daripada mengelilingi kota.

Permainan yang sedang aku mainkan sangat sederhana, biasanya orang tua, yang sudah berumur lebih dari empat puluh tahun, yang rajin memainkan permainan ini. Aku pun bermain karena ibu angkatku bilang permainan ini lumayan seru. Daripada seru, menurutku lebih cocok disebut sederhana dan menenangkan. Tidak perlu memikirkan strategi yang muluk-muluk, hanya mencocokkan permen yang serupa. Jauh lebih sederhana dari tugas membingungkan yang sedang aku emban, mengamankan Pusaka Dewa.

Permen hijau dengan permen hijau, yang merah dengan sesamanya, biru bergerombol di pojok, di tengah banyak permen kuning. Dipikir-pikir, bagaimana cara Pak Pandu dan Delaphine Scannel menentukan anggota regu khusus yang sekarang bernama Samsara? Apa Pak Pandu mengumpulkan daftar nama agen kelas A yang paling berpengalaman, lalu mengelompokkan mereka berdasarkan tingkat energi spiritual. Lagipula, bagaimana Pemandu Ruh memilih komplotannya. Makhluk yang tidak pernah mengenyam pendidikan perfantasian Nusantara seharusnya tidak mungkin bisa memilih rekan.

"Kebetulan?" Aku bergumam. Malea Lealeah Si Duyung, Ananta Wisesa Si Naga Bumi, Calakuta Wening Si Racun, dan Allan Natapraja Si Pemandu Ruh. Malea Lealeah kebetulan memiliki kemampuan mengendalikan air seperti Bayu Biru, karena itu Pemandu Ruh bisa dengan mudah mengamankan Kepala Rembuculung. Lantas pusaka apa yang akan diincar lebih dulu oleh Pemandu Ruh, Akar Kehidupan Lata Mahosadi, Permata Dewata Retna Dumilah, atau Cupumanik Astagina seperti regu Samsara.

Akar Kehidupan, mungkin berada di bawah tanah, terkubur jauh di lapisan mantel bumi. Permata Dewata sulit dideteksi, mungkin memerlukan sosok yang sangat sensitif dengan gejolak energi spiritual, yang lebih unggul dalam merasakan atma dibanding Delaphine Scannel, mungkin sosok seperti Pemandu Ruh. Cupumanik Astagina tenggelam dalam Danau Kawah Gunung Pungkasan yang beracun, mungkin Bayu Biru yang memiliki racun dalam pembuluh darahnya bisa menghadapi itu, atau mungkin Calakuta Wening yang menurut penuturan Bayu Biru adalah perwujudan dari racun.

"Kebetulan? Tidak mungkin!" Aku membanting ponselku ke meja kecil di samping kursi teras. Maya Asmaraloka, kenapa kamu baru menyadari kalau sejak awal Pemandu Ruh mungkin tidak pernah memilih kompotan secara acak. Setiap anggota komplotan Pemandu Ruh memiliki kemampuan yang cocok dengan kondisi lingkungan tempat Pusaka Dewa bersemayam. Sinting!

Aku cepat-cepat menghubungi Bayu Biru, Naga Jadi-jadian yang sudah menjadi rekanku sejak hari pertama aku mendaftar sebagai agen dalam Aliansi Makhluk Fantasi Nusantara. Naga Jadi-jadian itu mungkin sudah tidur karena ia tidak kunjung mengangkat panggilanku, tapi aku butuh membicarakan ini dengan Bayu Biru. Ia perlu tahu, dan mungkin akan ada harapan bagi Samsara.

"Maya, kenapa?" Suara Bayu Biru terdengar sedikit serak.

"Kamu ingat apa yang kita bicarakan tempo hari di Café New Batavia? Tentang kemungkinan seseorang memberi informasi kepada Pemandu Ruh mengenai Pusaka Dewa?" Aku memulai dengan hal yang paling mendasar dari segala huru-hara Pemandu Ruh dan obsesinya mendapatkan tubuh jasmani.

"Ya, kamu dapat petunjuk sipala pelakunya?" Aku bisa mendengar Bayu Biru menjawab sambil menguap.

"Tidak, aku belum dapat petunjuk siapa pelakunya, tapi siapapun itu, ia tidak hanya memberitahu perihal Pusaka Dewa kepada Pemandu Ruh. Ia pasti memberi penjelasan yang sangat detail, seperti yang kita dapat dari Delaphine." Aku menjeda dan menghabiskan kopiku. "Rekan Pemandu Ruh, kemampuan mereka, sesuai dengan kondisi lokasi tempat Pusaka Dewa bersemayam. Bayu, coba kamu pikirkan."

Aku menunggu hampir satu menit sebelum suara barang jatuh terdengar dari Bayu Biru. "Tidak mungkin. Aku sudah mengorek informasi dari Anta dan Calakuta, mereka berdua tidak mengenal Pemandu Ruh sebelumnya, mereka baru berkenalan dengan Pemandu Ruh tiga hari yang lalu dan mereka bilang." Bayu Biru menjeda. "Mereka bilang, mereka tidak sengaja bertemu dengan Pemandu Ruh. Tapi sebenarnya Pemandu Ruh sengaja menemui mereka, begitu?"

"Aku rasa begitu. Kamu tahu artinya, kita mungkin bisa mengamankan Pusaka Dewa dengan bantuan Anta dan Calakuta karena mereka berdua dipilih oleh Pemandu Ruh untuk tujuan itu." Aku memelankan suaraku.

"Aku akan ke markas dan bicara dengan Calakuta sekarang." Bayu Biru tidak meminta persetujuanku dan langsung bergerak, Naga Jadi-jadian itu sudah mengerti apa yang perlu ia lakukan.

"Baiklah, aku menunggu kabar baik darimu Bayu. Jangan lupa besok, pukul sembilan di perbatasan Ibu Kota." Aku mengakhiri panggilan dan merasakan jantungku berdetak lebih cepat. Ada senyum miring di wajahku dan aku yakin Samsara punya potensi untuk membalikkan keadaan. Sekarang, aku bisa lebih leluasa untuk mengkhawatirkan kondisi informan terbaik yang bisa dimiliki oleh Aliansi, Priaji Adhikara.

Aku sudah mengirim pesan ke WhatsApp Priaji Adhikara sore tadi, setelah selesai latih tanding dengan Bayu Biru dan mengantarkan Delaphine Scannel pulang. Isinya adalah pertanyaan mengenai kondisi Priaji Adhikara, beberapa hal tentang Cupumanik Astagina, dan ajakan untuk berkumpul di perbatasan paling barat dari Ibu Kota Sengkawa esok pagi pukul sembilan.

Benar, Samsara akan bertolak dari Ibu Kota Sengkawa menuju Gunung Pungkasan besok pagi. Aku berencana untuk melihat kondisi Gunung Pungkasan dan Danau Kawah yang disebut menjadi tempat jatuhnya Cupumanik Astagina. Aku pikir, Samsara mungkin bisa menemukan satu-dua informasi atau petunjuk terkait Danau Kawah Gunung Pungkasan. Mungkin sesuatu yang bisa digunakan untuk menyelami Danau Kawah, Telaga Sumala, dan Telaga Nirmala.

Jujur saja, aku masih belum bisa memahami kondisi kedua Telaga dalam Danau Kawah Gunung Pungkasan. Delaphine Scannel sempat menyebut Telaga Sumala dipenuhi dengan keburukan, airnya merah bercampur hitam, kotor, amis, dan siapapun yang berada di dalamnya akan diperlihatkan keburukan seisi Mayapada hingga tercemar. Aku tidak mengerti tercemar seperti apa yang Delaphine Scannel maksud, tapi saat aku bertanya Delaphine Scannel juga tidak memiliki jawaban.

Sementara Telaga Nirmala dipenuhi dengan kebaikan, airnya jernih, menyegarkan, menjadikan seluruh makhluk bersuka cita, dan siapapun yang berada di dalamnya akan dibasuh keburukannya seolah-olah dilahirkan kembali. Aku juga tidak mengerti maksud dari dilahirkan kembali dan Delaphine Scannel lagi-lagi tidak memiliki jawaban.

Informasi yang bisa aku cerna terlalu minim dan belum bisa digunakan sebagai acuan untuk membuat rencana. Tapi mungkin, mungkin saja, jika Priaji Adhikara bisa menyumbangkan pemikiran serta pengetahuannya, mungkin akan lebih mudah. Aku yakin informan itu mengetahui satu-dua hal yang tidak tercantum dalam kitab manapun, tidak diperdengarkan dalam dongeng-dongeng Nusantara, dan tidak bisa dikulik oleh Delaphine Scannel.

Seperti sebelumnya, Delaphine Scannel tidak mengetahui adanya Kuil Penyembah Waktu, ia tidak memahami bagaimana struktur bangunan apalagi denah dari kuil itu. Tapi Priaji Adhikara, informan yang nampak selalu jengkel itu, bisa dengan mudah memanduku hingga bagian terdalam kuil. "Ia Pemandu yang cakap." Aku bergumam sambil memainkan kembali candy crush di ponselku.

Aku mulai merasa ingin tahu, apa mungkin Priaji Adhikara memahami aksara-aksara kuno yang tertera di dinding-dinding Kuil Penyembah Waktu. Informan itu bisa menyimpulkan kalau tulisan itu adalah mantra, dan bahkan memahami efeknya. "Harusnya aku tanya apa yang tertulis di sana. Sebaiknya, informan itu tidak benar-benar rusak."

"Apanya yang rusak?" Ayahku tiba-tiba menyembul dari balik pintu dan membuatku terkejut. Matanya nampak merah dan ia menguap lebar. "Kamu belum tidur? Katanya misimu belum selesai? Bukannya kamu harus pergi lagi besok? Lebih baik tidur dan istirahat selagi bisa, Maya." Ia mengomel dalam kantuknya.

"Ayah mengagetkanku! Bukan apa-apa, dokumen penting milik Aliansi yang rusak, tapi sepertinya masih bisa diselamatkan. Aku akan tidur sebentar lagi. Ayah tidur lagi saja dulu." Aku sempat mengelus dadaku karena terkejut.

"Memangnya kamu mau apa lagi? Sudah tidur sana." Ayah memang tidak kenal menyerah.

"Iya-iya. Aku cuma melihat banyak aksara kuno hari ini, aku sedang mencoba mengingat dan memahaminya." Aku membela diri agar Ayah meninggalkanku dan kembali tidur.

"Kamu kan tidak bisa baca aksara kuno. Anak-anak zaman sekarang tidak ada yang diajari caranya membaca, lagipula kalau kamu bisa membacanya, lebih baik jangan dibaca, biasanya isinya hal buruk." Ayah mengambil cangkir kopiku dan membawanya masuk. Ia benar-benar ingin aku segera tidur.

"Aku sudah dua puluh tiga tahun, Yah. Bukan anak-anak lagi, dan memangnya anak-anak zaman dulu diajarkan caranya membaca aksara kuno? Ayah bisa?" Aku menyerah dan mengikuti Ayah memasuki rumah menuju dapur setelah mengunci pintu depan.

"Dulu bisa, sekarang sudah lupa, ilmu yang sudah tidak pernah dipakai pasti akan hilang." Ia mencuci gelas kopiku sementara aku berdiri menyandar pada meja dapur di samping kirinya.

"Ajarkan aku kalau begitu."

"Sudah dibilang Ayah lupa." Ayah memberikan cangkir yang sudah bersih kepadaku dan aku mengelapnya dengan serbet supaya tidak menimbulkan noda air mengering. "Kamu selesaikan dulu misimu, setelah itu akan Ayah ajarkan, kalau Ayah ingat. Sekarang lebih baik kamu segera tidur."

Aku mengangguk, meletakkan cangkir dalam rak dan berjalan malas menuju kamarku. Ayah mengikutiku, dan ia berkacak pinggang seolah tidak akan kembali tidur sampai aku masuk ke kamarku. "Aku akan tidur, selamat malam Ayah."

Pintu kamarku ditutup dan dikunci sebelum aku merebahkan diri di atas kasur. "Tidak mengantuk." Segala hal mengenai Pemandu Ruh, Pusaka Dewa, dan Samsara membuatku sulit tidur.

____________________

Waough

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro