Side: 1. Buku Sihir Owen

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kekacauan ini dimulai dengan satu kalimat sederhana, "Aku iri denganmu!" Lalu angin besar berembus dan aku terbangun sebagai Miranda. Benar, Miranda! Tetanggaku yang cemerlang, berbakat, dan terlalu sempurna! Aku pikir ini mimpi dan seperti di film-film, aku hanya perlu tidur lagi lalu boom, aku akan terbangun sebagai aku. Tapi nyatanya, alih-alih kembali menjadi aku, aku mendapat banyak omelan dari Ibu Miranda, yang lebih tidak masuk akalnya lagi, mengambang di udara dan menggerakan barang-barang dengan memutar jari telunjuknya.

Tentu saja aku pingsan, orang waras mana yang tidak pingsan melihat manusia setengah abad melayang dan melakukan telekinesis? Sialnya lagi, Ibu Miranda-yang sekarang menjadi ibuku karena aku menjadi Miranda-kembali mengomel ketika aku bangun. Aku baru tahu Ibu Miranda secerewet itu, ia biasanya nampak seperti ibu yang ramah dan pengertian. Tunggu, itu tidak penting, aku harus panik! Karena aku menjadi Miranda, melihat ibunya melayang, dan mendapat banyak omelan. Aku akui, aku iri dengan pencapaian Miranda, tapi aku tidak ingin menjadi dirinya. Kalian tahu? Self love! Aku menyayangi diriku sendiri dan bangga menjadi aku yang tidak secemerlang Miranda.

Jadi dengan otakku yang tidak seencer Miranda-tapi kini aku Miranda, harusnya aku menjadi sepintar Miranda-aku mencoba berkomunikasi seperti manusia normal. "Maaf, sepertinya ada kesalahan."

"Satu-satunya kesalahan di sini adalah kemalasanmu, kamu baik-baik saja, angkat bokongmu dari kasur dan lakukan yang seharusnya kamu lakukan." Kalimatnya sangat bagus dan disampaikan dengan intonasi yang baik. Tapi aku bukan Miranda, aku tidak tahu apa yang biasanya dilakukan Miranda.

"Tapi, ada kecelakaan kecil di sini." Aku berusaha menginterupsi dengan mengangkat tangan-seperti murid di kelas yang hendak bertanya. "Aku bukan Miranda."

"Ya tentu, aku sudah muak dengan keinginanmu mengganti nama." Ibu Miranda menggerakkan telunjuknya, mengangkat dan memindahkanku secara ajaib dari pinggir kasur ke meja belajar. "Nilai matematikamu memalukan! Ibu bisa dapat nilai sempurna sambil menutup mata." Ia mengambang di hadapanku dan menyodorkan hasil ulangan matematika milik anaknya. "Kerjakan lagi, aku akan Kembali untuk mengecek."

Demi Tuhan! Miranda mendapat nilai 92 dan ibunya menyebut itu memalukan! Aku dapat 77 dan orangtuaku cukup senang karena aku tidak perlu ujian ulang. "Aku tidak akan bisa dapat nilai 92."

"Ya tentu! Kamu seharusnya dapat nilai sempurna! Aku akan pergi ke Perkumpulan Penyihir, dan aku ingin kamu mengoreksi kesalahanmu!" Aku terlalu dikejutkan dengan fakta nilai 92 termasuk dalam golongan memalukan hingga tidak bisa berkata-kata dan melewatkan kesempatan untuk menjelaskan duduk masalah kepada Ibu Miranda.

Aku berpikir sepeninggal Ibu Miranda. Baiklah, aku hanya perlu menunggu sampai Ibu Miranda pulang lalu kembali ke rencana awal untuk mengomunikasikan kesalahan ini seperti manusia sopan dan beradab. "Aku yakin kamu akan dikutuk jadi panci." Seekor kucing hitam bicara denganku dari atas lemari dan biar kuperjelas, ia baru saja menanggapi isi pikiranku. "Mirabela-Ibu Miranda-tidak suka manusia, kamu akan dikutuk." Kucing itu mengulang. "Manusia terakhir yang mengetahui identitas asli Mirabela diubah jadi biji kacang." Si Kucing menunjuk ke toples kecil berisi satu biji kacang di meja belajar Miranda.

"Panci terdengar tidak seburuk biji kacang." Ucapku sambil menggoyang-goyangkan toples biji kacang. Tidak! Ini gawat! Aku harus panik!

"Aku akan membantumu supaya tidak dikutuk jadi panci, tapi kamu harus membantuku." Kucing itu melompat turun dan bertengger di hadapanku. "Namaku Maya, shapeshifter, yang sedang tidak bisa berubah wujud karena dikutuk Miranda." Aneh sekali melihat seekor kucing memperkenalkan diri. "Miranda menggunakan mantra dalam Buku Sihir Owen untuk mengutukku dan menukar jiwanya denganmu, aku butuh buku sihir itu untuk mematahkan kutukannya dan mengembalikanmu ke tubuh aslimu."

"Jadi, aku hanya perlu mengambil bukunya?" Maya mengangguk menanggapi pertanyaanku. "Itu mudah, di mana bukunya?"

"Di punggung, Mirabela menyimpan itu di balik punggungnya." Aku tidak paham dan sepertinya Maya mengerti kalau aku lebih bodoh dari Miranda asli. "Mirabela menggunakan sihir untuk menyimpan buku itu di tubuhnya, di punggungnya, kamu hanya perlu keluarkan itu dari punggung Mirabela."

Aku butuh waktu untuk mencerna dan menyimpulkan perkataan Maya. Kalian tahu, kucing bicara di hadapanku ini sedikit gila. "Rasanya aku akan diubah jadi panci lebih dulu sebelum bisa mengambil bukunya."

"Kamu akan tetap jadi panci jika diam saja." Sulit, sulit sekali.

...

Rencananya sederhana, Maya bilang Ibu Miranda mengidap penyakit yang menurutku tidak pas diderita oleh seorang penyihir. Maksudku aneh sekali mendengar penyihir yang bisa mengambang, menggerakkan benda-beda, bahkan mengutuk orang jadi kacang mengidap darah tinggi. Bukankah terdengar lebih realistis jika penyihir mengidap penyakit cacar sisik naga, autoantimagis, atau flu serbuk kremasi. Intinya, Maya ingin aku membuat Ibu Miranda marah, supaya Ibu Miranda meminum obat darah tingginya yang sudah ditukar dengan obat tidur. Aku akan mengambil buku sihir di punggung Ibu Miranda saat ia tidur, memberikan buku itu ke Maya, lalu Maya mengembalikanku ke tubuh asliku.

Jadi aku sengaja tidak menuruti perintah Ibu Miranda untuk belajar matematika agar ia marah, selain karena aku tidak ingin belajar apalagi matematika. Aku juga membuat kamar berantakan, menghabiskan camilan di kulkas, dan mengacaukan ramuan yang sedang direbus-dengan menambahkan bahan tidak masuk akal seperti jari kelingking katak hijau neon Alaska.

Ibu Miranda pulang setelahnya. Pertama, ia menemukan camilannya habis. Kedua, ramuanya yang berubah warna menjadi hijau neon, dan terakhir kamar Miranda yang tidak enak dipandang. "Halo Ibu, bagaimana perkumpulan penyihirnya, lancar?" Aku bertanya sambil bersantai di atas ranjang.

"MIRANDA!" Ibu Miranda berteriak memanggil anaknya-atau memanggilku karena saat ini aku Miranda. Asap merah menguar dari tubuh Ibu Miranda, disertai suara gemuruh, dan bayangan hitam yang bergerak ke segala arah. Aku menciut, memeluk kedua kakiku di atas kasur sambil menyembunyikan wajah. "Berapa usiamu? Ini sangat kekanakan!" Ia melanjutkan marahnya sambil memegangi tengkuk. "Anak nakal! Aku tidak akan membiarkanmu berinteraksi dengan manusia lagi!" Sebuah ultimatum dilontarkan dengan tegas dan penuh penekanan sebelum Ibu Miranda meninggalkan kamar anaknya-atau kamarku karena aku sedang menjadi Miranda.

Aku merasa bersalah sudah membuat Ibu Miranda marah, aku benar-benar kurang ajar. Tapi hei, aku tidak punya pilihan, aku tidak ingin dikutuk jadi panci. "Ia sudah meminum obatnya." Maya memberitahu dari ujung pintu. "Ayo." Aku menuruti Maya dan mengendap keluar dari kamar menuju ruang tamu.

"Ibu Miranda sudah tidur? Cepat sekali?" Aku tidak percaya dengan pemandangan di hadapanku, Ibu Miranda tidur terlentang di atas sofa. Maya mendekati Ibu Miranda untuk mengecek lantas mendorongnya dengan dua kaki depan supaya Ibu Miranda berguling ke samping.

"Tunggu apa lagi?" Kucing hitam itu tidak sabaran. Maya menahan punggung Ibu Miranda dan menarik turun resleting belakang gaunnya, sementara aku mengendap mendekat. Aku sedikit terkejut melihat banyaknya goresan dengan huruf-huruf aneh di punggung Ibu Miranda, ia menyimpan banyak buku sihir di punggungnya-jika semua tulisan itu merujuk pada buku sihir. "Ini, ambil dengan tanganmu." Maya menunjuk sebuah kata yang seharusnya tidak bisa aku baca, tapi ajaibnya aku memahami huruf-huruf aneh itu dan bisa membaca kata yang Maya tunjuk. Jelas sekali tertulis 'Owen' dengan cetakan miring.

Aku mengulurkan tanganku dan menyentuh kata 'Owen' di punggung Ibu Miranda. Kilatan cahaya muncul sebelum Buku Sihir Owen bertengger di tangan kananku. "Keren!" Rasanya seperti aku benar-benar berada di dalam tubuh seorang penyihir. Mungkin aku bisa menerbangkan benda-benda juga seperti Ibu Miranda selama aku berada di tubuh Miranda. Sayangnya, kesenanganku tidak bertahan lama. Sebuah tangan tiba-tiba menahan pergelanganku, disusul dengan tatapan menusuk, aura merah yang tidak mungkin dimiliki manusia normal, bayangan yang berlarian tidak keruan, geraman, dan diakhiri dengan sebuah tuduhan.

"ANAK NAKAL!" Aku tidak nakal, aku hanya tidak ingin dikutuk menjadi panci. Ibu Miranda marah besar. Genggamannya menguat, membuat tangan kananku yang masih mempertahankan Buku Sihir Owen bergetar hebat. Untungnya, Maya bertindak, ia menerjang wajah Ibu Miranda, mencakarinya dengan brutal seperti kucing pengidap rabies hingga Ibu Miranda melepas tanganku dan jatuh terjengkang. Aku cepat-cepat berbalik untuk kabur. Mengabaikan suara Maya yang mengaduh dalam Bahasa kucing dan ruang tamu yang menggelap. Sialnya, aku tersandung perabot entah apa dan tanpa sadar menoleh ke belakang.

Ini tidak bagus, sungguh, aku bisa melihat dengan jelas kalau Ibu Miranda menjadi dua kali lebih besar dengan empat tangan dan topi kerucut besar. Tentu saja aku harus panik! Karena aku manusia normal! Aku tidak bisa bergerak dan ditangkap oleh tangan Ibu Miranda yang bisa memanjang-sangat praktis.

"Bukunya! Gunakan bukunya!" Maya memberi intruksi dari entahlah aku tidak sempat mencari keberadaannya. Tapi sesuai arahan Maya, aku memanfaatkan Buku Sihir Owen dengan cara yang sangat manusiawi. Benar, aku membidik mata Ibu Miranda dan melempar buku itu dengan sekuat tenaga. Tepat sasaran karena sepertinya Ibu Miranda melamban akibat tubuhnya membesar, anehnya aku seperti bisa mendengar suara kucing mengejekku dari jauh. Ibu Miranda mengaduh dan aku terombang-ambing dalam genggamannya. Aku mudah mabuk darat dan ingin muntah sekarang! "Innehalter!"

Sebuah mantra terdengar dan Gerakan Ibu Miranda terhenti. Aku melihat perempuan yang agaknya sedikit lebih tua dariku mengenakan pakaian hitam spandex sedang berdiri sambil memegang Buku Sihir Owen yang terbuka. "Maya?" Tanyaku setengah linglung-aku masih menahan hasrat ingin muntah.

"Apa yang kamu tunggu, turun!" Aku menuruti Maya, melepaskan diri dari genggaman Ibu Miranda dan merangkak turun. "Mundur satu Langkah, aku akan kembalikan kamu dulu, sebelum membereskan kekacauan ini." Aku mundur selangkah, mantra panjang yang terdengar tidak asing Maya lantunkan, mengundang banyak angin, dan membuatku mengantuk.

...

"Bagaimana kalau kita ke dokter?" Aku kembali ke tubuhku dan mendengar Ayah bertanya dengan wajah kawatir.

"Daripada ke dokter, bagaimana kalau kita pindah rumah saja Yah."









__________
Prompt: Yuecha
Kamu iri pada teman masa kecilmu yang cemerlang, dan suaru hari kamu keceplosan mengatakannya. Ia tidak terdengar marah tetapi malah berterimakasih. Besoknya kamu terbangun di tubuh temanmu dan menyadari ia adalah anak dari ibu penyihir yang sangat ketat serta perfeksionis. Kini kamu harus mencari buku sihir untuk menguraikan sihir penukar jiwa dari temanmu itu. Dan masalahnya, buku itu tertulis di kulit ibu penyihir temanmu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro