MEMORIES 13

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebuah tangan mencekal lengan Inggit saat dia hampir sampai ke mobilnya. Inggit mengira kalau itu kerjaan teman kerjanya atau Agan. Dugaannya salah, begitu menoleh ada dua laki-laki tak dikenal mengepungnya.

"Siapa kalian? Mau apa? Uang? Silakan ambil!" Inggit melempar semua uang tunai yang dibawanya. Tidak banyak uang yang ada di dompetnya, tetapi cukup membuat mereka sibuk memungut tiap lembar yang tersebar.

Ada peluang untuk kabur, Inggit bergegas menuju mobil, masuk dan menguncinya dari dalam. Napasnya terengah-engah, panik, dan nyaris pingsan. Kakinya lunglai seketika. Tiba-tiba ada yang mengetuk beberapa kali kaca mobilnya, Inggit membuka matanya yang tadinya terpejam untuk menenangkan diri.

"Buka kacanya, kami cuma mau ngomong. Cepet!!" perintah salah satu laki-laki tadi, temannya menghadang di depan mobil, sempurna sudah Inggit tidak bisa pergi dari sana. Apa benar mereka hanya mau bicara? Kalau nanti terjadi apa-apa, gimana?

Ketukan makin kencang dan berulang-ulang. Inggit sangat ketakutan, sampai tidak terpikir sedikitpun untuk menelepon seseorang minta bantuan.

"Hei, ngapain kalian?" teriak dua security kantor yang sedang patroli.

Dua laki-laki itu lari tunggang langgang. Berarti niat mereka memang buruk, tidak mungkin hanya ingin bicara.

"Terima kasih, Pak. Untung kalian datang," ujar Inggit dengan suara gemetar. Tangannya juga masih tremor.

"Bu Inggit nggak apa-apa? Ada yang luka nggak, Bu?"

"Alhamdulillah, saya baik-baik, aja. Cuma masih gemeter, aja."

"Ada apa ini?" Tiba-tiba Agan datang. Seharusnya dia sudah perjalanan pulang, kalau tidak ada yang ketinggalan.

"Ini, Pak, Bu Inggit hampir dijahatin sama dua orang laki-laki. Mereka langsung kabur pas kami datang." Salah satu dari security itu langsung bercerita apa yang terjadi.

"Apa? Kamu nggak apa-apa, kan? Atau kita perlu ke rumah sakit?" Nada suara Agan sangat panik, melebihi Inggit sendiri.

"Nggak usah, Pak. Saya cuma kaget, dan ketakutan tadi." Inggit meredam takut dengan meremas kedua tangannya.

Waktu jalan terus dan makin malam, tetapi Inggit masih belum sanggup nyetir sendiri. Dia mengambil ponsel dan hendak pesan taksi online. Agan yang baru datang mengambil air mineral, melihat Inggit yang sedang order taksi online.

"Cancel!"

"Apa, Pak?"

"Cancel order taksinya! Masih kurang jelas?" Seperti biasa, Agan langsung memberi perintah, tanpa basa-basi atau penjelasan.

"Tapi saya nggak bisa nyetir, Pak. Masih tremor tangannya. Gimana, dong?"

Agan meneguk air mineralnya hingga setengah botol. Ditatapnya Inggit, tajam dan lembut sekaligus. Tatapan penuh kasih Agan tidak pernah dilihat Inggit. Dia terlalu buta karena terlanjur menaruh hati pada Anjas.

"Kamu itu, Git. Masih aja nggak kepikiran, kamu bisa telepon Anjas, minta jemput. Kalau kamu naik taksi online malam-malam, bisa jamin kamu sampai rumah, nggak?" Agan terpaksa sedikit mengancam Inggit dengan kemungkinan buruk. Dan, berhasil membuat Inggit begidik, makin takut.

Tanpa pikir panjang, Inggit menghubungi Anjas. Tak berselang lama suaminya datang naik ojek online. Jadi mobil bisa dibawa pulang, tidak perlu dititipkan.

"Pak, saya minta selidiki kejadian tadi. Lihat rekaman CCTV, dan kirim ke ponsel saya. Secepatnya. Saya pulang dulu, Ibu saya nungguin soalnya."

"Siap, Pak. Kami segera laporkan nanti."

Agan tidak bisa diam, keamanan kantornya sudah terganggu. Parahnya Inggit yang jadi sasaran. Entah, apa maksud mereka sebenarnya. Bukan karena Inggit, Agan melakukan gerak cepat. Tetapi demi kenyamanan semua karyawan kantor, dia berkewajiban melakukan itu. Kabar soal ini pasti akan cepat menyebar. Jangan sampai berita kejadian ini mengganggu fokus mereka saat bekerja.

***

"Git, masih takut?" Anjas menggenggam jemari Inggit. Tangan itu masih dingin dan sedikit gemetar. Anjas menepikan mobil.

"Mas, kenapa berhenti? Mana sepi lagi tempatnya." Inggit hanya ingin cepat sampai rumah.

"Kamu beneran nggak apa-apa? Kita ke rumah sakit, ya?" Anjas mengelus pipi istrinya lembut. Berusaha menenangkan, memberi rasa nyaman dan aman karena ada dirinya.

"Kita pulang aja, Mas. Aku cuma pengen cepet sampe rumah. Itu aja," ujar Inggit dengan suara lirih. Dia merasa lelah sekarang. Menahan semua ketakutan dan segala hal buruk yang sempat terlintas, telah menguras tenaganya.

"Oke, kita pulang."

Mobil melaju lagi lebih cepat. Dua tempat yang berbeda, dua pria memikirkan hal yang sama. Siapa yang mengganggu Inggit? Murni perampok atau memang ada orang yang menyuruh mereka mengancam Inggit?

Kalau sampai ini ada hubungan dengan penolakannya terhadap Bu Ageng, Anjas pastikan dirinya tidak akan bertoleransi lagi. Dia harus lakukan sesuatu, secepatnya.

***

Agan menelepon ponsel Inggit pagi-pagi sekali. Dia sengaja menghubungi untuk memberikan Inggit cuti sehari, karena kejadian semalam.

"Assalamualaikum." Anjas yang mengangkat telepon. Tadinya akan membangunkan Inggit, tetapi tidak tega, dia baru bisa tidur satu jam.

"Waalaikumussalam." Agan agak kaget kalau Anjas-lah yang mengangkat telepon darinya. Ini pertanda juga tujuannya benar.

"Mas Anjas, ya. Maaf, saya hanya ingin menyampaikan kalau Inggit lebih baik cuti dulu untuk sehari. Saya pikir biar dia istirahat dulu, Mas. Mengingat kejadian tadi malam, saya takut akan terulang."

"Iya, saya setuju. Orangnya juga masih tidur, Mas. Makasih atas kebijaksanaannya. Saya hargai sekali." Anjas tak punya rasa curiga atau cemburu sama sekali. Mengingat Agan adalah atasan Inggit, dia pasti khawatir keselamatan semua karyawannya. Anjas memaklumi itu.

Pembicaraan selesai dan mereka berpendapat yang sama. Realitanya tidak pernah ada yang sama, takdir memilihkan mereka berbeda, mencintai orang yang sama, tetapi Anjas yang mendapatkannya. Namanya juga takdir, Agan tidak boleh mempertanyakan hal itu.

***

Memang kalau sudah takdir berlaku, kita harus terima, ya. Tinggal bersyukur aja, dengan apa yang kita punya.

Maaf, bukan maksud menggurui.

Agak bijaksana sekali. Sayang, belum nemu pasangannya. Siapa yang mau?

Oke, salam sehat selalu, dan selamat membaca.

Happy and stay safe.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro