MEMORIES 20

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Aryo mengenal Ageng Prawira, tetapi selama ini yang sering bertemu istrinya. Memang ada kemungkinan Bu Ageng akan mengenali kalau Aryo adalah suami mantan kliennya. Tetapi melihat ekspresi Bu Ageng tadi, dia tidak mengingat Aryo. Tidak banyak basa-basi, Aryo langsung menuju tujuannya, beruntung mereka ke arah yang berlawanan.

Agan sedang berada di luar saat Aryo sampai. Wajahnya agak khawatir. Apa terjadi sesuatu dengan Inggit?
"Gimana kondisi Inggit?" Aryo melihat ke dalam kamar melalui kaca yang ada di pintu. Ada dokter dan perawat sedang mengecek kondisi Inggit. Pantas saja Agan berada di luar.

Agan tidak langsung menjawab pertanyaan Aryo. Kepalanya mendadak pening mengingat kejadian tadi.

"Tadi Inggit mengeluh dia lemas sekali, Pa. Aku panik, jadi langsung panggil dokter."

Aryo mengerti kepanikan Agan, selama ini putranya itu selalu mandiri dan sering menolak kalau dia ingin membantu kesulitan yang dihadapi. Tetapi sekarang Agan sedikit limbung.

"Sabar, Gan. Papa pastikan Inggit ditangani dokter dan perawat terbaik di sini." Aryo menepuk punggung putranya yang tertunduk.

Banyak hal yang terjadi hari ini. Sampai sekarang Anjas juga belum merespon panggilannya. Pesan juga belum dibaca. Agan tidak tahu lagi masih bisa menahan emosinya atau tidak saat bertemu Anjas nanti. Untungnya Agan masih waras untuk tidak membuat keributan. Kasihan Inggit yang ada di tengah-tengah, dia pasti bingung dan malu.

"Mas Agan, eh, Pak Aryo juga di sini?" tanya dokter begitu keluar dari kamar Inggit.

"Iya, Dok. Kebetulan pasien ini karyawan kami di kantor, sekaligus sahabatnya Agan. Jadi kami harap Inggit bisa dapat perawatan terbaik di sini. Gimana kondisi Inggit sekarang, Dok?" Aryo mengenal dokter tersebut karena sempat merawat Lisa saat melahirkan Agan.

"Pasien HB-nya rendah sekali, Pak. Penyebabnya mungkin banyak darah menstruasi yang keluar. Adakalanya wanita mengalami hal ini, tetapi jarang sekali. Makanya diperlukan rawat inap dan observasi lebih lanjut. Alhamdulillah, rahimnya tidak ada masalah,  kemungkinan hanya masalah hormon."

Agan menghela napas lega. Tidak ada yang perlu dicemaskan. Tak lama datang Tanti, Barjo, dan Bu Ageng. Mereka datang tanpa Anjas di sana. Sebelum mereka mendekat, Aryo menjauh dari Agan dan pergi dari sana. Agan paham tindakan Aryo dan segera mengambil sikap waspada.

Aryo tidak takut, dia hanya menghindari masalah yang akan menimpa Inggit nanti. Kasihan dia, kalau saja mungkin, ingin sekali mengajak Inggit tinggal di rumahnya. Tetapi semua harus berjalan sesuai takdir yang sudah ditentukan.

"Selamat siang." Agan mengangguk santun dengan senyum sangat tipis, hingga tak terlihat.

"Selamat siang. Anda siapa?" tanya Tanti dengan tatapan curiga.

Agan sadar sepenuhnya kalau dia dicurigai ibu mertuanya Inggit. Untuk saat ini dia harus bisa menahan diri.

"Saya Agan, atasan Inggit di kantor." Agan mengulurkan tangannya, tetapi disambut senyuman miring dan sinis dari Tanti.

Tidak ada kesal sedikitpun di hati Agan. Dia lebih ingin tahu di mana Anjas, sebab Bu Ageng ada di sini. Tiba-tiba menyelusup kecemasan di hati Agan. Inggit dalam kondisi lemah, dengan mudah dia bisa terpengaruh Bu Ageng. Sayang sekali dia tidak punya kapasitas untuk tetap di samping Inggit saat keluarganya ada.

"Terima kasih sudah bantu menantu saya." Kali ini Barjo yang berbicara dengan ekspresi yang sulit ditebak.

Mereka masuk ke kamar rawat Inggit. Hampir saja Agan lepas kontrol dan ikut masuk ruangan, tetapi akal sehatnya mencegah. Semoga Inggit sudah bangun dari tidurnya. Tak lama Aryo datang.

"Papa tahu apa yang kamu cemaskan. Dokter Reza yang menangani Inggit bersedia membantu kita. Meskipun hal ini susah diterima akal sehat, dia lebih mementingkan keselamatan Inggit."

Agan lega, benar saja Dokter Reza datang dan langsung memasuki ruangan, disusul beberapa perawat.

Agan memasuki ruang rawat dengan alasan ingin berpamitan dengan Inggit atau keluarganya, tepat saat Bu Ageng hendak memasukkan sesuatu ke selang infusnya Inggit.

"Maaf, saya ...." Kalimat Agan terhenti. "Apa yang Anda ingin lakukan?" tanya Agan dengan tatapan tajam tertuju pada Ageng Prawira.

"Tidak ada. Bu Ageng hanya memberikan air doa buat Inggit." Tanti maju menjadi tameng.

"Mohon maaf, saya harap tidak ada hal lain dari luar selain obat atau makanan dan minuman dari rumah sakit." Dokter Reza datang menyusul, membungkam Tanti. Perawat diberi isyarat untuk meminta alat suntik yang dibawa Bu Ageng.

"Apa-apaan ini? Ini hanya air doa, tidak ada zat lain." Bu Ageng menolak memberikan alat suntik itu. Tetapi dia tidak bisa menolak lagi saat perawat lain merebutnya saat dia lengah.

"Berikan itu! Atau saya tuntut kalian." Bisa-bisanya dia mengancam padahal posisinya tidak menguntungkan.

"Maaf, Bu. Ini untuk prosedur rumah sakit, karena kami menjaga pasien dengan maksimal, dan tidak ingin hal yang tidak diinginkan terjadi. Kalau Anda yakin cauran ini bukan apa-apa, seharusnya Anda tidak masalah kalau ini saya periksa di laboratorium."

Tanpa banyak bicara, perawat yang membawa alat suntik itu memastikan isinya masih ada dan bisa dicek kandungannya. Dia segera pergi dan sempat dicegat Ageng Prawira, bahkan Tanti ikut menghalangi.

"Sekadar informasi saja, kamar ini ada kamera CCTV." Ucapan Agan membuat Bu Ageng pucat pasi. Tetapi dia berusaha tetap tenang, reaksi paniknya tadi sudah cukup mengundang kecurigaan. Dan dia menyesali itu.

"Ooh, Anda ini hanya atasannya Inggit. Seharusnya Anda sadar tidak punya hak ikut campur persoalan keluarga kami." Barjo buka suara.

"Oh, jelas jadi urusan saya, Om. Inggit ini asisten pribadi saya yang handal. Sekaligus sahabat saya jauh sebelum putra Anda masuk ke dalam hidupnya." Agan mengangkat dagunya, dia yakin tidak salah dan berada di pihak yang benar.

***
Wah, panas, euy! Ke mana Anjas, sih? Masa ponselnya kagak dibuka sama sekali. Tenang, ntar aku spam chat, ya.😁

Alhamdulillah, di tengah jaga kondisi diri dan keluarga terus konduaif dan baik-baik saja, akhirnya bisa meluncur juga.

Maafkan kalau slow update. Saya nggak bisa janjikan cepat up lagi, tetapi pasti cerita ini tamat. Dan kita lihat seperti apa akhir kisah Inggit, Agan dan Anjas.

Selamat membaca, sehat selalu, ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro