MEMORIES 23

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tidak ada yang ingin hidupnya menderita. Begitu juga Inggit, dia tidak ingin kehilangan kedua orang tuanya secepat itu. Dia tidak ingin bertemu Ageng Prawira dan terlibat masalah dengannya. Dia juga tidak ingin rumah tangganya hancur.

Isaknya terdengar pilu di telinga Agan. Dia tidak sengaja mendengar karena jalan ke kamarnya harus melewati kamar tamu, yang sekarang ditempati Inggit.

"Seandainya bisa aku menggantikan sedih itu, Git, dengan senang hati aku akan lakuin itu. Jangan menyerah, aku selalu ada saat kau perlukan."

Batin Agan ikut meronta, ingin rasanya membuka pintu lalu memeluk perempuan yang dicintainya itu. Tetapi dia sadar tidak punya hak melakukannya. Tidak tahan dengan situasi menyedihkan, Agan berjalan cepat menuju kamarnya. Mengambil beberapa barang yang diperlukannya.

***

"Tante, maaf, saya harus ke rumah sakit. Anjas dirawat di sana."

Lisa yang sedang berbicara dengan Agan di ruang tengah langsung bangkit dari duduknya.

"Biar Agan antar kamu, ya. Jangan sendirian, kondisi kamu belum stabil betul." Lisa khawatir dengan kondisi Inggit yang tensinya masih rendah.

Inggit tidak bisa menolak, dia sudah tidak peduli pendapat orang kalau diantar laki-laki lain. Keinginannya cuma satu, ketemu Anjas dan melihat kondisinya. Banyak hal yang juga ingin dia bicarakan, semua berkecamuk di kepala hingga pening kembali menyerang. Mukanya pucat pasi. Badannya limbung saat menuju pintu keluar.

"Git!" Agan sigap menangkapnya.

"Enggak apa-apa, cuma pusing dikit, kok! Kita berangkat ya, Gan? Please!" mohon Inggit dengan tatapan lurus menghujam ke mata Agan.

"Iya, kita berangkat." Dengan telaten, penuh kasih dan batasan tinggi terpasang, Agan membantu Inggit menuju mobil.

Lisa melihat semua pemandangan itu dengan iba. Takdir yang sudah menggariskan mereka bukan jodoh, tetapi sebagai ibu, Lisa menyelipkan doa untuk kebahagiaan mereka berdua.

Mobil meluncur perlahan, mengantarkan Inggit kembali pada suaminya. Akankah setelah ini dia akan pulang sendirian tanpa Inggit? Otak waras Agan segera mengingatkan, Inggit istri pria lain, biarkan dia memutuskan dan lepaskan dia pada suaminya.

Mereka sampai di depan kamar rawat Anjas. Agan membuka pintu dan membiarkan Inggit masuk. Dia hendak berbalik, tetapi Inggit menahannya.

"Kenapa? Kamu perlu sesuatu?"

Inggit menggeleng. "Terima kasih, Gan. Tolong, tunggu aku di luar, aku enggak lama, kok."

Agan mengangguk, dia menunggu dengan waspada. Inggit masih lemas, sedikit saja tekanan, dia bisa pingsan.

Perlahan Inggit mendekati Anjas yang tengah terlelap. Haruskah dia bahagia? Atau malah seharusnya dia marah? Tetapi semua rasa itu ada, bercampur sedih yang mengaduk-aduk perasaannya. Air matanya mengalir lagi, pusing dan lemas berusaha ditahan.

"Mas!" panggilnya lirih, nyaris tak terdengar. Melihat suaminya terbaring lemah, keinginan marah dan mengomel habis-habisan, sirna. Inggit memilih menundanya.

"Git? Kamu nggak apa-apa? Gimana kondisi kamu?" Pertanyaan beruntun terucap lancar dari mulut Anjas. Ada sesal, marah, cemas, rindu, dan malu mengaduk perasaan.

Inggit bergeming. Dia tetap di posisinya, berdiri dan menjaga jarak dengan Anjas.

Anjas tertawa dan menangis bersamaan. Dia menertawakan dirinya yang sekarang dijauhi istrinya sendiri.

"Ya, kamu pantas bersikap begitu. Aku salah besar, bohong sama kamu, dan ...." Anjas menangis sesenggukan. Kalimat itu tidak sanggup dia lanjutkan, karena Inggit pasti tahu akhirnya seperti apa.

"Kamu ... bebas untuk melakukan apa pun, Git. Bahkan kalau kamu ingin berpisah dariku, aku ikhlas."

"Lancang kamu, Mas! Kamu nggak berhak mendahului apa yang akan kulakukan. Kuakui semua ini berat sampai aku tidak kuat lagi menahannya. Hanya satu yang aku nggak paham sama kamu. Kenapa kamu lakuin itu? Sudah sering kita bicara untuk saling terbuka. Tapi kamu enggak. Kamu mutusin sendiri dan kita berdua yang jadi korbannya."

Unek-unek Inggit keluar semua. Dia sudah mengatakan yang harus disampaikan sejak awal. Anjas sendiri tahu kesalahannya dia harus siap menerima apa pun keputusan Inggit, termasuk meninggalkannya. Tidak ingin pesimis, tetapi dia hanya mencoba realistis dengan kondisinya sekarang.

"Aku pulang dulu, Mas. Jaga diri dan cepat sehat lagi. Setelah itu baru kita bicara lagi."

Anjas tidak berusaha menahan langkah Inggit. Dia juga tidak berharap yang muluk-muluk. Semua itu dia pasrahkan ke Inggit.

***

Sepanjang perjalanan pulang, Inggit menangis tanpa suara. Mungkin karena lelah dia sampai tertidur. Agan tidak tega, sungguh hatinya makin perih melihat Inggit menderita. Agan meremas setir lalu menghentikan mobilnya.

Inggit yang merasa perjalanan terhenti, mengira sudah sampai tujuan. Tetapi saat dia membuka mata ternyata mereka masih berada di taman. Sejenak hening tercipta, masing-masing menikmati sejuk udara setelah turun hujan. Aroma tanah basah ini begitu menenangkan. Kenangan Inggit kembali ke masa lalunya. Hampir setiap moment indah Inggit, terjadi saat musim hujan.

"Kita dulu sering hujan-hujanan pas pulang sekolah. Sampe rumah mama-mama kita ngomel, apalagi kamu terus demam dan nggak masuk sekolah."

Inggit tersenyum. "Sudah tahu gitu, aku tetap bandel main hujan. Aku pikir hujan akan selalu membawa kenangan bagus, ternyata enggak."

Senyum itu memudar lagi. Inggit merasa sendirian meskipun banyak orang yang sayang ada di sekitarnya. Agan memberanikan diri mengelus pundak Inggit, lalu kepalanya dengan penuh kasih.

"Andai bisa rasa sakit dan sedih itu dipindahkan, aku dengan sukarela menggantikan, Git. Serius!"

Inggit tidak meragukan itu, sejak lama Agan melakukan banyak hal yang menurutnya tidak mungkin. Tetapi Agan selalu berusaha keras, dan dia selalu jujur saat tidak sanggup melakukannya. Ditatapnya Agan dengan rasa yang sulit dijelaskan.

***

Alhamdulillah, hadir lagi membawa masa lalu Inggit dan Agan. Mau dibawa kemana hubungan mereka ini, ya?

Dekat tak bisa bersama, tetapi rasa tak kuasa menyirna

Aaiiih, kaciiiaaan!!
Oke, silakan teman-teman memilih, apakah Inggit pisah dengan Anjas lalu.berpaling ke Agan?

Atau tetap setia dengan Anjas yang sudah berbohong dan mengkhianatinya?

Komen, yuuk!!
Selamat membaca, dan sehat selalu, ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro