Bab 3. Rindu dan Benci

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

#LovRinzWritingChallenge #ExclusiveLovRinz

***

Serasa mau mati. Dapat tugas yang tak aku sukai. Apalagi berhubungan dengan orang yang telah melupakanku. Apakah dirinya masih menganggap diriku anaknya? Ataukah tidak?

"Lah, ni anak. Melamun terus dari tadi," tepuk Ahmad.

"Astaghfirullah." seruku.

"Pantesan galau begini," ucap Maki.

"Apa emang?" jawab Ahmad dan Wahyu.

"Menulis tentang hal yang tidak disukai olehnya!" tunjuk Maki ke arahku.

"Apakah hal yang selalu membuat dia nangis?" tanya Ahmad.

"Betul. Seratus untuk Mas Ahmad,"

"Sudah, kita bantu. Mengerjakannya." sahut Wahyu dan memeluk Basith diikuti oleh Ahmad dan Maki.

"Tidak usah! Aku bisa!" kelakku.

Tanpa ba-bi-bu lagi. Mereka bertiga sudah megepungku bagai singa yang kelaparan menemui mangsanya. Diriku hanya pasrah melihat mereka nampak berpikir keras untuk membantuku membuat karangan tentang Ayah.

Ayah

Apakah kau tahu?
Ada sosok yang sangat merindukanmu

Ayah
Apakah kau tak merindu
Kepada anakmu yang jauh darimu

Apakah kau tahu Ayah?
Sedari kecil
Diri ini menantimu

Namun, kau tak nampak
Hadir saat diriku membutuhkanmu

***

"Bagaimana kalau begini saja Puisinya?" tanya Wahyu.

"Bolehlah bolehlah," sahutku yang masih tidak bersemangat.

"Jangan sedih. Ada kita yang bantu."

'... Ayah dengarkanlah
Aku ingin berjumpa
Walau hanya dalam mimpi...'

"Andaikan kalian bertiga merasakan apa yang aku rasa. Sedih saat ingin jumpa Ayah tapi tak tahu rupanya?" tanyaku.

"Ya kami tahu, sangat terpukul dengan sikap Ayahmu tapi jangan sampai kamu dendam sama Ayahmu. Ingat nasihat Pak Kiai, harus berbuat baik dengan orang tua kita." sahut Maki.

"Iya, tapi ..."

"Sudah, jangan sedih. Ayah kami bertiga juga Ayahmu juga."

"Yup, betul kata Mas Ahmad." sahut Wahyu yang masih khusyuk dengan tugasnya.

"Lanjutkan saja mengerjakan tugasmu, Mas Basith. Kita bantu."

Sejam berlalu untuk mengotak-atik Puisi dan mengcover lagu Ayah untuk direkam. Sebagai tugas sekolah untuk menambah nilai. Sisa tugas karangan dan satu tugas Aqidah Akhlak.

Setelah beristirahat sejenak, salat dhuhur berjamaah. Kami mengerjakan tugas sekolah Maki dan Ahmad. Entah, kenapa akhir-akhir ini tugas sekolah selalu ada videonya. Mungkin efek sosial media yang mendominasi zaman sekarang ini.

Sore ini kami menikmati aktivitas bermain sepakbola. Lagi dan lagi, kegiatan ini di awasi dengan kamera. Setelah selesai bermain sepakbola, kami berempat yang duduk di sekitar lapangan Pondok Pesantren. Gus Azmi, memanggil kami. Beliau, meminta kami berempat untuk ikut menjadi konten kreator di channel YouTube milik Pondok Pesantren dan akun media sosial milik Pondok Pesantren dengan tujuan mempromosikan program studi yang ada di Pondok Pesantren. Kami pun setuju untuk menjadi bagian dari team Pondok Pesantren.

Malam menjelang, aku yang masih galau karena tugas. Belum bisa memejamkan mata. Entah sudah berapa ratus lantunan salawat nabi menghiasi bibir supaya bisa cepat lelap dalam mimpi.

Hari berganti, mulai dengan kegiatan santri, salat berjamaah, tadarus bersama dan setor hafalan. Bada' salat ashar, aku duduk terpaku. Tugas masih menanti minta diri ini belai manja. Namun, rasa sesak karena rindu dan benci membuat nangis dan nangis lagi. Setelah berpikir keras, akhirnya kuputuskan untuk menulis sesuai arahan Wahyu dan Maki semalam.

Pengorbanan yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya begitu besar. Sayangnya, saat ini, kasih sayang dan perhatian penuh yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya mudah terabaikan.

Dalam kehidupan modern yang serba cepat, banyak nilai berharga yang telah dilupakan. Padahal Islam mengajarkan selalu menghormati dan mentaati orang tua. Allah dan Rasulullah telah memberi nasihat dan ajaran tentang pentingnya berbakti kepada orang tua.

Wajib menghormati orang tua dan jangan pernah membantah. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra’ ayat 23, Allah SWT  menerangkan berbakti kepada orang tua merupakan kewajiban bagi setiap Muslim setelah tauhid.

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik."
Selain itu, dalam ayat di atas juga disinggung untuk jangan membantah orang tua. Termasuk jangan mengucapkan “Ah,” membentak keduanya, dan diharuskan mengucapkan perkataan yang baik dan sopan.

Ingatlah pengorbanan orang tua
Masih dalam surat Al-Isra’ pada ayat selanjutnya, Allah meminta agar manusia selalu mengingat perjuangan orang tua. Khususnya, pengorbanan mereka membesarkan anak-anaknya sejak kecil.

Selanjutnya, berbuat baik kepada orang tua yang non-Muslim. Bagaimana jika orang tua berbeda denganmu yakni non-Muslim? Allah menyuruh agar selalu menghormati orang tua. Meski begitu, jika mereka berusaha memaksa Anda menyekutukan Allah SWT, Sang Maha Esa berpesan agar tidak mentaatinya,  selalu menjaga hubungan baik dengan mereka sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat Lukman ayat 15:

"...Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan..."

Rasulullah selalu mengajarkan menghormati orang tua merupakan bentuk kewajiban setiap Muslim, terutama menghormati ibu. Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah menyebut tiga kali sebagai orang pertama yang harus dihormati.

Diriwayatkan Abu Hurairah, ada seorang pria datang kepada Rasulullah. Ia bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?”

Rasulullah menjawab “Ibumu.” Pria itu kembali bertanya “Lalu siapa lagi?”. Rasulullah menjawab “Ibumu.” Ketiga kalinya, ia masih bertanya “Siapa lagi?” Rasulullah kembali menjawab “Ibumu.” Baru yang keempat kali setelah pria itu bertanya, Rasulullah menjawab “Ayahmu.”

Salah satu hadits Rasulullah menyebut berbakti kepada orang tua sama seperti jihad. Diriwayatkan Muslim, Abdullah bin Umar mengatakan ada seorang pria datang kepada Rasulullah.

Dia meminta izin untuk pergi jihad. Lalu Rasulullah bertanya “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Pria itu menjawab “Ya.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Maka kepada keduanya itulah kamu berjihad.”

Berbakti kepada orang tua amal yang tidak terputus. Salah satu hadits Rasulullah mengatakan berbakti kepada orang tua merupakan amal yang tidak terputus bahkan setelah orang itu meninggal. Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan kepadanya,” (HR Muslim).

Kerugian bagi mereka yang tidak berbakti kepada orang tua semasa hidup. Dalam hadits Rasulullah, ia memperingatkan kerugian bagi mereka yang tidak berbakti kepada orang tua selagi mereka hidup. Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda “Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk surga,” (HR Muslim).

Adapun orang yang paling merugi, yaitu anak yang durhaka kepada orang tua termasuk dosa besar. Selain merugi, mereka yang durhaka kepada orang tua akan mendapat dosa besar. Sikap ini sama seperti menyekutukan Allah.

Diriwayatkan Bukhari, dari Abu Bakar, Rasulullah bertanya kepada para sahabatnya “Maukah aku memberitahumu tentang dosa terbesar?” Mereka menjawab “Ya Rasulullah.” Kemudian Rasulullah bersabda “Menyekutukan Allah dan durhaka kepada orang tua.”

***

Selama dua jam diriku menulis, Alhamdulillah, ucapku.

"Alhamdulillah..." sahut Wahyu, Maki dan Ahmad.

"Nah begitu, jangan galau terus. Jangan lupa juga diamalkan," ledek Ahmad.

"Mas Ahmad juga, di tulis, di waca lan di amalake," balas Basith.

"Yup, betul setelah di tulis, kita baca. Kurang satu Mas Basith, di cermati dan di hayati lalu di amalkan." ucap Maki.

"Siap, Mas Ustadz." jawab kami bertiga.




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro