Bab 4. Doa Untukmu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Anak adalah amanat yang diberikan oleh Tuhan kepada sepasang kekasih untuk dibesarkan dengan kasih sayang. Orang tua mana yang tidak senang atas kelahiran seorang buah hati yang telah lama mereka nanti-nantikan. Suara tangisan pertamanya adalah lagu tersyahdu bagi mereka orang tua yang menunggu kelahirannya.

Anak adalah anugrah sekaligus titipan harta paling berharga dari Tuhan bagi orang tua yang harus memberikannya cinta dan kasih sayang yang tak berujung sampai kelak anak itu menjadi dewasa. Sampai saat ini, anak adalah kado terindah yang bisa menjadi kebanggaan tersendiri bagi orangtuanya.

Tapi apakah anak hanya menerima kasih sayang dari orang tuannya? tentu tidak, seorang anakpun memiliki kewajiban-kewajiban kepada kedua orangtuanya sebagai balasan atas kasih sayang yang telah mereka lakukan walaupun memang apa yang telah mereka lakukan tidak akan bisa dibalas dengan apapun.

Kewajiban tersebut antara lain. Taat kepada orang tua. Segera datang jika dipanggil. Menafkahi orangtua jika mampu. Merawat orangtua dengan penuh kasih sayang dan  berbicara dengan lemah lembut.

Salah satunya adalah menghormati orangtua, menjauhkan hal yang tidak disukai orangtua. Selain itu mendoakan orangtua. Memenuhi kebutuhan orangtua, meminta izin dan restu orangtua. Serta menjaga nama baik dan amanat orangtua.

Kita harus berbakti kepada keduanya, karena berbakti kepada kedua orangtua lebih utama dari pada jihad. Pernah ada seorang sahabat yang ingin melakuan jihad tapi tidak jadi karena rasul menyuruhnya pulang sebab orangtuanya menagis tidak ingin kehilangan anaknya. Jadi jihadmu terhadap orangtuamu merupakan jihad yang besar.

Jadi, kita adalah harta kedua orangtua yang selalu dirawat dan dibesarkan dengan kasih sayang. Janganlah kita hidup hanya ingin dimanja oleh kedua orangtua kita, tapi kita juga wajib membalas apa yang telah mereka lakukan.

Cukup dengan membuat kedua orangtua kita senangserta bangga dan memenuhi semua panggilannya serta tidak membuat hati kedua orangtua kita hancur sampai meneteskan air mata karena perbuatan kita. Kita sebagai seorang anak, buatlah orangtua kita menangis bahagia karena kesholehan kita bukan menangis sedu karena kedurhakaan kita.

Namun, zaman sekarang banyak juga orang tua yang tidak terlalu peduli dengan anaknya. Bahkan, ada saja alasan mereka untuk menitipkan anaknya ke panti asuhan. Membuang anak mereka karena malu atau hal lain.

Terkadang, diriku sendiri merasa terbuang oleh Ayah. Bahkan, keluarga besar Ayah pun aku tak tahu dimana. Akan tetapi, diri ini bersyukur masih bisa di peluk dimanjakan oleh Ibu. Aku merasa lebih bersyukur dengan keadaanku. Melihat sosok adik kecil yatim piatu, yang menyendiri.

Entah sampai kapan, diriku merasa tersakiti oleh sikap Ayah. Akankah aku bisa membuang rasa benciku terhadapnya. Ya Allah, berilah diriku ketabahan.

***

Dalam setiap sujudku. Selalu ku lantunkan doa untukmu. Aku harap kau ingat padaku, si kecil yang selalu merindukanmu.

Tok...tok...tok

"Assalamualaikum,"

"Wa'alaikum salam," jawabku.

"Ayuk, siap-siap setoran hafalan. Jangan melamun terus." ucap Ahmad, sembari menyiapkan Al-Quran dan buku catatan.

"Siap, Ndan!"

Kami berdua menyusuri lorong, melewati taman yang ada di tengah Pondok."wah, bau haruuuuum." sergaku.

"Eh... Jangan gitu dong, kita cuma berdua ini!" Ahmad bergidik.

"Serius Mas, bau semerbak wangi,"

"Iya... wangi banget, tapi kok aku merinding gini,"

"Iya! Tiba-tiba bulu kuduk berdiri!"

"Waduh! Jangan-jangan..."

"Jangan-jangan apa Mas?"

"Han--Hantuuuuuu....." Ahmad berlari, "Mas, Mas Ahmad. Tunggu aku?" teriakku.

Lariiiiiii......

Blug.... Aduh! Suara Pak Kiai.

"Mas Basith!"

"Ngapunten Pak Kiai?"

"Kenapa kalian lari?"

"Ada hantu, Pak Kiai." jawab Ahmad tertunduk.

"Ah, kalian berdua ada-ada saja. Sebagai hukumannya baca ayat kursi di depan santri, lima kali!"

Aku dan Ahmad hanya bisa tertunduk malu dihadapan para santri. Pasti nanti jadi bahan ledekan mereka karena kami lari sampai menabrak Pak Kiai.

"Cie... Cie, ada yang habis di hukum," celetuk salah satu teman.Sesampainya kami berdua di kamar.

Kami berlimabelas, sekamar. Diantara kami semua, paling ramai dan santri paling heboh sekamar hanya kami berempat. Namun, semua selalu bekerja sama dan saling tolong menolong satu sama lainnya.

Waktu berganti, seminggu sudah sejak kena hukuman dari Pak Kiai. Seusai kerjabakti membersihkan area Pondok Pesantren. Aku yang kelelahan dan ngantuk berat karena kurang tidur juga setelah semalam tugas jaga. Tak bisa menahan lagi akhirnya diriku merebahkan diri ke pulau kapuk.

"Eh... Malah enak-enakan tidur. Dicari kesana-kemari, gak tahunya malah mimpi indah," guman Mas Munir, santri yang ikut di team keamanan dan ketertiban santri.

"Mas, mas, bangun..." tak ada reaksi.

"Mas Basith, Banguuuuuun!" teriak Munir.

"Astaghfirullah..." ucapku.

"Nyenyak sekali, senang ya?" ucapnya.

"Eh... Itu--itu Mas,"

"Sekarang! Pergi ke lapangan! Sekarang!"

"I--i--ya Mas."

Aku pun berlari secepat kilat. Wus wus wus... Tak peduli dengan mata-mata yang melihatku.

"Lari keliling lapangan enam kali! Cepat!" teriak Munir, "setelah itu, ke ruang keamanan, paham?" lanjutnya.

"Paham!" tanpa banyak kata, Aku berlari mengitari lapangan. Setelah enam putaran di siang bolong. Ternyata ada hukuman lain menanti di ruang keamanan.

Apes banget hari ini, kenapa ketemu Mas Munir. Kemana tiga orang itu, tidak ada yang membangunkanku saaf ada sidak keamanan. Pasti akan dibully lagi ini di kamar.

Ternyata firasatku salah. Teman-teman sekamar tidak ada yang meledekku. Mereka memberikan semangat untukku agar tidak down setelah mendapat hukuman. Mereka tahu, aku pasti sakit jika setelah di hukum begini.

Malam ini, aku jaga lagi. Namun, tak seperti malam kemarin. Hari ini dapat jatah jaga tiga jam saja, dari jam delapan sampai jam sebelas.

Jaga di sini berarti jaga hafalan Al-Quran. Sebelum setoran harian maupun untuk setoran mingguan di rumah Pak Kiai. Paling tidak mengenakkan jika mendapat giliran jaga perjam. Satu jam tidur satu jam jaga lalu tidur lagi bangun lagi.

Apalagi kalau pas dapat giliran saat menjelang waktu salat tahajud. Nikmat sekali rasanya, belajar betul-betul menjaga konsentrasi agar fokus hafalan.

"Uhuk. Hafalan, jangan melamun?" celetuk Maki.

"Iya, Mas ganteng."

Tak terasa waktu begitu cepat. Saatnya diri terbuai dalam mimpi indahnya. Bismillahirrohmanirrohim, semoga malam ini mimpi indah, gumanku.

"Aamiiin..." jawab serempak semua santri yang ada di kamar. Kami semua pun terlelap dalam buaian alam impian.

Pagi menyapa begitu cerah. Membuatku semakin semangat untuk belajar. "Niat ingsun golet ilmu kanggé ngilangaké kebodohan, karna Allah Ta'ala," (Niat saya mencari ilmu untuk menghilangkan kebodohan, karena Allah semata.)

Salat Dhuha dan membaca Asmaul Husna bersama. Membuat diri ini merasa damai, sejuk tak merasa pilu. Tak lupa selipkan doa untukmu Ayah dan Ibu.

Ya Allah, berilah kebahagiaan di dunia dan di akhirat kepada kedua orangtuao. Berilah kami semua keselamatan di dunia dan di akhiratmu kelak.

Ya Allah, aku tahu diri ini sangat merindukan sosoknya. Jika memang beliau tak mau bertemu denganku sadarkanlah dirinya. Namun, memang ini takdirku. Ikhlaskan hatiku untuk menerima semua takdirku ini.

Ya Allah, berilah kemudahan dan kelapangan rezeki kepada Ibuku, yang telah lelah selama ini membiayai semua kebutuhanku.

Ya Ilahi, Kabulkanlah doa si fakir ini.
Aamiin ya rabbal 'alamin.





Catatan :
Ngapunten : Maaf

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro