Bab 5. Sabar dan Ikhlas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari Senin, tiga hari sebelum acara HAUL dan Ulang tahun Pondok Pesantren. Alhamdulillah, aku dan Wahyu mendapatkan mandat untuk mengikuti lomba kultum. Ini pengalaman pertama buatku dan Wahyu.

Bismillahirrahmanirahim... Memulai pagi ini dengan terburu-buru. Apalagi hari ini lomba kultum dan disaksikan para santri dan ustadz.

Semoga semua catatan yang aku siapkan tidak ada yang tertinggal di kamar. Rasa panik, gugup dan grogi bercampur aduk jadi satu.

"Mas Basith, aku gugup nih," ucap Wahyu.

"Ah... Sama, aku juga nih grogi, semoga tidak membuat kesalahan di podium."

"Aamiin..." Kami beriringan masuk ke dalam masjid.

"Assalamu'alaikum..." sapaku

"Wa'alaikum salam..." jawab serentak semua santri.

"Aduuuh, kita datangnya kurang awal. Sudah ramai begini," ucap Wahyu yang nampak gugup.

Acara lomba pun dimulai, setelah diundi nama siapa yang pertama tampil di podium. Barulah kami tahu urutan tampil di hadapan para juri. Ternyata oh ternyata, Wahyu mendapatkan urutan pertama. Sedangkan aku urutan tampil ke-empat.

***

* Ceramah Wahyu *

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,"

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,"

Alhamdulillaahi robbil ‘aalamiin wassholatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya’i wal mursaliin sayyidina wamaulana Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du.

Dalam kesempatan ini saya akan menyampaikan ceramah singkat tentang sabar.

Adapun materi yang terkandung di dalamnya adalah tentang pengertian sabar dan pembagiannya.

Semoga dengan mendengarkan ceramah singkat saya ini bisa membuat kita semua menjadi orang-orang yang lebih sabar lagi dalam berbagai hal.

Hadirin dan hadirat Rahimakumullah. Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayahnya kepada kita semua.

Terutama dalam hal nikmat iman. Karena hanya dengan iman dan Islam-lah kita bisa meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Kemudian shalawat serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW.

Dimana atas jasa beliaulah yang membawa kita dari peradaban manusia jahiliyah menuju peradaban yang terang benderang dengan ilmu pengetahuan dan cahaya.

Ketahuilah bahwa di dunia ini selalu ada sesuatu yang akan singgah di kehidupan kita, yakni ujian. Mau sekuat apapun usaha kita untuk menghindarinya tentu tak akan pernah bisa. Entah bagaimana pun kita menolak dan mengeluhkan ujian itu, tetap saja ia akan singgah di kehidupan kita.

Untuk itu, agar ujian ini bisa berbuah jadi pahala dan mengangkat derajat kita, maka jalan satu-satunya adalah dengan bersabar. Bersabar maka ujian justru akan kita maknai sebagai anugerah. Dan itulah yang menjadi penyebab kebahagiaan kita hidup di dunia dan di akhirat.

Seperti yang disebutkan dalam surah Al-baqarah ayat 155 yang berbunyi :

“Dan kami akan menguji kalian dengan sebagian rasa ketakutan, kekurangan harta, jiwa, buah-buahan, dan kelaparan. Serta sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang telah bersabar.”

Dalam pandangan islam sendiri, sabar terbagi menjadi beberapa bagian. Pertama, sabar dalam menjalankan segala perintah Allah. Sabar dalam hal ini maksudnya adalah agar kita selalu senantiasa bersabar dan ikhlas dalam menjalankan segala perintah Allah agar bisa istiqomah. Karena Allah telah menjanjikan surga bagi hamba-hambanya yang telah bersabar dan istiqomah dalam menjalankan segala perintah-Nya sesuai dengan syari’at.

Kedua, yaitu sabar dalam menjauhi larangan Allah. Yang dimaksud disini adalah agar kita senantiasa menahan diri untuk tidak berbuat segala sesuatu yang telah diharamkan oleh-Nya.

Ketiga, sabar terhadap segala keputusan dan ketetapan Allah. Sabar yang ketiga ini juga termasuk dalam rukun iman yang terakhir, yaitu beriman kepada qada dan qadar. Kita diwajibkan bersabar atas segala sesuatu yang telah ditetapkan Allah. Mau itu baik atau buruk.

Demikianlah ceramah singkat yang bisa saya sampaikan. Semoga apa yang telah saya sampaikan bisa bermanfaat bagi kita semua.

"Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh," jawab kami semua.

***

Malam nan sejuk, ditemani sang rembulan malam. Kami berlima, duduk di teras kamar asrama. Sembari mengerjakan tugas, untuk esok pagi.

"Aduh, masih banyak banget tugasnya," keluh Ahmad.

"Sabar... Sabar Mas. Ingatkan, sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan sebuah ketaatan kepada-Nya, menahan diri dari suatu perbuatan maksiat kepada-Nya, dan menjaga dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah." Maki mulai berceramah.

"Sabar adalah menahan diri dari suatu tekanan yang dapat menjauhkan dari ketaatan kepada Allah SWT. Sebab datangnya ujian itu mutlak, maka beruntunglah orang-orang yang menghadapi cobaan dan ujian itu dengan bersabar," lanjutnya.

"Karena bagaimanapun manusia menanggapi suatu cobaan, pasti akan tetap terjadi. Jadi, alangkah ruginya orang-orang yang tak mampu bersabar," sahutku, "benar gak Mas Maki?" lanjutku.

"Betul,"

"Aku jadi ingat, penjelasan dari Gus Soim. Pembagian sabar menurut Syeikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah,"

"Sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah Ta'ala. Ujian hidup yang beraneka ragam akan membuat ketaatan seseorang kepada Sang Maha Kuasa jadi berubah-ubah. Maka dari itu, orang yang mampu bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada-Nya termasuk orang yang hebat," jelas Wahyu.

"Sebab ia tak terpengaruh pada lingkungan, situasi, dan kondisi yang bagaimanapun. Pokoknya ia tetap mampu bersabar untuk menjalankan ketaatan kepada-Nya," lanjutnya.

"Sabar dalam menjauhi kemaksiatan. Selain sabar dalam berbuat taat, kita juga harus taat dalam menjauhi perbuatan maksiat. Karena iblis akan terus berusaha menggoda manusia untuk berbuat maksiat dan menjerumuskan dalam perbuatan dosa," timpalku.

"Iblis tak pernah lelah untuk berusaha menyesatkan manusia. Entah itu dimana pun, kapan pun, dan dalam keadaan bagaimana pun. Maka dari itu, manusia juga diperintahkan untuk selalu bersabar dalam menjauhi perbuatan maksiat," sahut Maki, "ini minum kopi dulu, istirahat dulu Mas Ahmad," ajak Maki.

Kami pun menikmati secangkir kopi, dan camilan ala kadarnya. Kalian semua ingatkan apa yang dikatakan oleh Gus Soim kemarin.

Sabar atas segala sesuatu yang ditakdirkan Allah untuk kita. Segala sesuatu yang terjadi adalah takdir Allah dan wajib untuk diimani. Entah itu baik maupun buruk.

"Caranya bagaimana coba Mas Ahmad?" tanyaku.

"Caranya dengan mensyukuri yang baik dan senantiasa bersabar terhadap apa yang kurang baik. Intinya kita diwajibkan bersabar atas semua ketentuan tersebut," jawabnya.

"Toh baik buruknya takdir Allah tergantung dari bagaimana cara kita memandangnya," timpal Wahyu.

"Nah, betul. Sebab segala sesuatu yang menimpa kita adalah untuk kebaikan diri kita sendiri. Tepatnya untuk mengangkat derajat kita menjadi lebih tinggi," ujarku.

Tak terasa tugas yang menumpuk tak terasa sisa sedikit. Mata yang sudah mulai buram karena mengantuk. Akhirnya kami putuskan untuk melanjutkannya esok pagi.

Keesokan harinya, kami membantu mendekorasi panggung untuk acara Salawatan nanti malam. Apalagi, sebentar lagi rombongan grup rebana akan datang untuk mencicipi panggung untuk gladi bersih.

"Kok kalian seperti gak semangat gitu?" tanya Gus Azzam sebagai koordinator bagian dekorasi.

"Eh... Semangat dong Gus," jawab Ahmad.

"Kalau mengerjakan tugas dengan hati Ikhlas, karena ikhlas adalah amaliyah hati yang tingkatannya tinggi," sindir Gus Azzam.

"Contoh seseorang ikhlas dalam beramal adalah mereka yang seakan-akan tak melakukan amal tersebut padahal justru sebaliknya. Jika dianalogikan seperti bekerja tanpa mengharapkan upah," jelasnya sembari membantu kami berbenah di atas panggung.

"Bahkan dalam tingkatan tertinggi, beramal dengan mengharapkan surga itu masih belum ikhlas. Ini karena amalnya masih berharap sesuatu, yaitu surga. Menurut Imam Al Ghozali, perilaku ikhlas memiliki prinsip, hakikat, dan kesempurnaan. Prinsip ikhlas didasari dari niat, karena di dalam niat itu sendiri terdapat sebuah keikhlasan," papar Pak Kiai Mudaris yang tahu-tahu sudah dibelakang kami.

"Sudah-sudah, nanti gak selesai-selesai dekornya," lanjut Pak Kiai Mudaris, Beliau pun berlalu menuju aula Pondok Pesantren.

***

"Semua manusia di bumi akan rusak, kecuali manusia yang berilmu. Semua manusia yang berilmu akan rusak, kecuali yang mengamalkan ilmunya."

"Semua manusia berilmu yang mengamalkan ilmunya akan rusak, kecuali mereka yang ikhlas."



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro