Bagian 21

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jangan lupa tinggalin jejak gaiseuu

••

Airin menatap Papanya yang dibawa oleh beberapa petugas ambulance diikuti oleh Maudi.

Ketika mereka sudah pergi, Airin lantas menatap ke arah Merapi yang masih diam di tempatnya.

Dia sudah tidak memeluk Airin. Namun, sedaritadi cowok itu tak henti-hentinya meremas tangannya sendiri.

"Maaf, Rin," ujar Merapi pelan.

"Lo boleh pukul gue, tapi tolong jangan benci sama gue." Sumpah demi apapun Merapi tak bisa mengendalikan dirinya sendiri.

Yang dia ingat, dia marah melihat Airin jambak dan ditampar seperti tadi.

Merapi marah? Jelas. Dia sadar ketika dia menarik Papanya Airin. Namun, ketika menghajarnya habis-habisan, Merapi seolah kehilangan kendali dirinya sendiri.

Merapi mulai tenang ketika Airin memeluknya. Walau belum sepenuhnya, tapi dia akhirnya bisa mulai berhenti. Namun, Ranti malah menyinggungnya perihal keluarga dan membuat Merapi kembali melakukan hal di luar kendalinya.

Menyesal.

Merapi benar-benar menyesal akan hal itu.

"Gue minta maaf, Rin." Merapi meremas rambutnya sendiri. Bahunya bergetar.

Airin marah. Tapi, melihat Merapi begini, apa yang harus dia lakukan? Memukul Merapi? Membalasnya? Bahkan, jika saja Merapi tidak menarik Papanya, mungkin, Airin masih berada di posisi sama sekarang.

Dijambak dan ditampar seperti tadi.

"Dia orang tua gue, Pi. Gue tersinggung lo lakuin itu."

"Tapi dia sakitin lo, Rin! Gue gak suka!" Merapi mendongak menatap Airin dengan mata yang sudah memerah.

Airin menatap kedua bola mata itu. "Gue tau."

Merapi menarik Airin ke dalam pelukannya. Kemudian, dia mencium puncak kepala itu berkali-kali. "Harusnya gue bisa lindungin lo, Rin."

Tapi gue juga sadar, gak sekali dua kali gue lakuin kekerasan fisik sama lo. Sambung Merapi dalam hati.

Merapi melepas pelukannya. Menangkup rahang Airin dengan lembut. Matanya menatap ke arah pipi Airin yang kini memerah. Bahkan, sudut bibir gadis itu terluka dan mengeluarkan darah. "Sakit?" tanya Merapi seraya mengusap pelan pipi itu.

Airin meringis dan refleks menepis tangan Merapi.

"Diobatin, ya?" bujuk Merapi.

"Gak usah. Nanti juga sembuh sendiri."

"Airin---"

Bahkan luka di tubuh gue pun bisa sembuh dan kering dengan sendirinya. Luka di muka gue enggak ada apa-apanya, Merapi. Airin membatin.

Merapi menghela napas lagi. Hatinya terasa perih.

"Waktu gue sakitin lo ... Sakit ya, Rin?"

"Tadi, berapa kali gue dorong lo?" tanya Merapi lagi.

Airin menggeleng. "Gue gak tau."

"Gue obatin, ya?"

"Gak usah."

Tangan Merapi turun ke bahu Airin. Dia menyatukan keningnya dengan kening Airin dan memejamkan mata menahan rasa sakit di dadanya.

"Maaf, Rin. Gue minta maaf." Merapi berucap lirih.

Airin menghela napas pelan. Gadis itu mundur dan membuat tautan kening mereka terlepas.

Merapi perlahan mendongak menatap Airin.

"Airin---"

"Sakit banget rasanya, Pi." Airin tiba-tiba berbicara.

Gadis itu mengubah posisi duduknya menjadi menghadap ke depan. Dia mendongak berusaha menahan air matanya yang akan terjatuh. "Sesalah itu ya gue lahir ke dunia?"

"Rin, kenapa bilang kayak gitu, sih?"

Airin terkekeh pelan. Dia menunduk dan menggeleng seraya mengusap air matanya.

Berbicara pada siapapun, rasanya tak akan ada gunanya. Begitu pikir Airin.

Biarkan semua lukanya dia simpan sendiri.

"Rin, lo nangis?" Merapi menelan salivanya susah payah.

Lantas, Merapi kembali menarik Airin ke dalam pelukannya.

Mendapat perlakuan itu, Airin langsung melingkarkan tangannya pada tubuh Merapi dan menangis di sana.

Sekuat apapun Airin, dia juga butuh tempat untuk menumpahkan tangis. Dan ternyata, jawabannya ada pada Merapi.

Selain bisa menjadi sumber luka, dia juga bisa menjadi tempat untuk Airin menumpahkan rasa sesaknya.

"Rin, jangan gini. Hati gue sakit, Rin." Merapi mengusap bahu Airin yang bergetar dengan lembut.

Dia memeluk Airin dengan erat dan menjatuhkan pipinya pada puncak kepala Airin.

"Hati gue juga sakit, Pi. Sakit banget." Airin menjawab dengan suara yang bercampur dengan tangis.

Merapi memejamkan matanya.

Airin, gadis yang dicintainya, ternyata tidak baik-baik saja. Selama ini, Merapi malah menambah luka padanya.

Sekarang, Merapi berpikir. Ketika Merapi melakukan kekerasan fisik pada Airin, apakah sepulangnya Airin dari Merapi, Airin mendapatkan kekerasan yang sama di rumahnya?

Atau, disaat Airin sudah mendapat pukulan di rumahnya, ketika bertemu dengan Merapi, Merapi menambah lukanya?

Sesakit apa yang Airin rasakan?

Apakah lebih sakit dari apa yang Merapi rasakan?

Bahkan, Airin jauh lebih hancur daripada Merapi.

Bukan Merapi yang butuh Airin. Airin yang membutuhkan teman. Seharusnya, Merapi bisa menjadi tempat Airin pulang.

Tapi nyatanya, Merapi hanyalah racun di antara semua racun.

"Kalau gue mati, lo peduli, Pi?"

"Jangan ngomong kayak gitu." Merapi berkata dengan lirih.

"Kalau gue mati, dunia bakalan baik-baik aja, kan? Sumber masalahnya kan gue. Iyakan, Pi?"

"Airin---"

"Kalau gue mati---"

Merapi menekan wajah Airin di dadanya agar gadis itu berhenti berbicara.

Cowok itu menggeleng. Mencium lamat puncak kepala Airin dan mengusap pinggang Airin dengan lembut.

"Gue janji bakal buat lo bahagia."

"Gue janji bakal bikin lo senyum."

"Gue janji bakal sama lo terus."

"Lo berharga buat gue, Rin. Lo berarti buat gue. Jangan pergi, kalau lo pergi, gue bisa ikut mati, Rin."

Merapi akan berusaha mengembalikan senyum itu. Merapi akan berusaha menepati janjinya.

Merapi akan sembuh, Merapi ingin Airin bahagia. Merapi ingin menjaganya, ingin melindunginya, dan ingin membuat Airin percaya bahwa dia adalah alasan untuk kesembuhan Merapi.

Untuk saat ini, Merapi akan berusaha sebisanya. Dia akan mencoba mengendalikan dirinya. Merapi janji, dia akan berusaha.

Walaupun tidak berhasil nantinya, setidaknya Merapi mencobanya. Demi Airin.

•••

Merapi menatap Airin yang kini tertidur di sampingnya. Selepas menangis, Merapi mengajak Airin untuk ke kamar.

Gadis itu lagi-lagi harus bolos sekolah karena kejadian tak terduga ini.

Airin langsung tertidur. Bahkan, seragam sekolah masih melekat di tubuhnya.

Merapi juga sudah mengobati sudut bibir dan juga pipi Airin ketika gadis itu tidur.

Kini, Merapi memilih mengusap rambut Airin dengan lembut seraya menatap wajah gadisnya.

Ponsel Merapi tiba-tiba berdering.

Mau tak mau, Merapi meraih ponselnya dan mengangkatnya.

"Apa?" tanya Merapi.

"Papa tunggu di rumah."

"Mau apa?"

"Papa tunggu."

Merapi berdecak kesal kala pertanyaannya sama sekali tak digubris.

Cowok itu mematikan ponselnya dan melemparnya secara asal. Kemudian, dia memilih memeluk Airin, menenggelamkan wajahnya pada leher gadis itu, dan ikut tertidur.

"Siapa yang nelpon?"

"Lo bangun?" Merapi menjauhkan wajahnya dan menatap Airin.

Perlahan, Airin membuka matanya. Hal pertama yang dia lihat adalah Merapi.

"Selamat siang, Tuan Putri." Merapi tersenyum dan mencium pipi Airin dengan lembut.

Mendapat perlakuan begitu, Airin lantas mengerutkan alisnya.

"Lapar, gak? Mau makan sesuatu?" Merapi kembali bertanya.

Airin menggeleng.

Gadis itu melirik ke arah ponsel Merapi yang tergeletak di atas bantal. "Siapa yang nelpon?" tanya Airin lagi.

Merapi berdecak kesal. "Papa."

"Dia nunggu di rumah," sambungnya.

"Terus ngapain lo masih di sini?"

"Mau tidur, peluk lo," jawab Merapi.

Merapi kembali tersenyum. Lagi-lagi, dia mencuri ciuman di pipi Airin dengan gemas. "Tapi tuan putrinya udah bangun. Jadi gak jadi," lanjutnya.

"Merapi," panggil Airin.

"Hm, kenapa?"

"Jangan kayak gini."

"Kenapa?"

"Gue gak mau jatuh."

Merapi diam. Cowok itu menghela napasnya dan mengusap rahang Airin dengan lembut. "Sikap kasar gue, bikin lo takut ya, Rin?" tanya Merapi.

"Gue enggak takut sama sikap kasar lo. Gue lebih takut ketika gue udah terbiasa sama sikap itu, tiba-tiba lo berubah kayak sekarang, gue nyaman, dan lo berubah lagi jadi kasar. Gue gak mau jatuh." Airin membalas tatapan Merapi.

Merapi menelan salivanya susah payah dan mengangguk. "Gue juga takut, Rin."

Takut gak bisa kendalikan emosi gue, sambung Merapi.

TBC

Kesan setelah baca part ini?

Ada yang ingin disampaikan untuk Airin dan Merapi?

Spam next boleh?

Follow instaram : merapi.wicaksana
Airin.thalita.utami_
Octaviany_indah

Follow tiktok : wattpad.oncom_

Jangan lupa rekomendasiin cerita Merapi juga ya! See you!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro