[16] Dua Sandera

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dua VStreamer andalan Kriptoverz, Almira dan Jackie, baru saja mengumumkan pernyataan hiatus di akun Xitter masing-masing. Berbagai spekulasi beredar di media sosial sejak Almira 'menghilang'. Ada yang bilang dia sudah lulus, dipecat tanpa pemberitahuan, dan yang paling gila, ada yang menyebut pemerannya telah bunuh diri.

Apa yang membuat mereka memutuskan istirahat di puncak karier? Kita cuma bisa mendengar pernyataan rekan satu grup mereka, Maya Tepozteca.

[Aku nggak mau komen banyak-banyak, takutnya malah nambah gosip. Buat fans mereka, sabar aja. Siapa tahu mereka lagi nyiapin kejutan keren buat kalian.]



Tempat tinggal Jackie adalah sebuah wisma megah tepi pantai yang jauh dari pusat bisnis dan hiburan Neon Stump. Kata Pristina, Jackie benci keramaian. Ia terpaksa pindah dari kampungnya yang tenang ke Metro Lumina gara-gara koneksi internet. Teknologi XR belum begitu merata di daerah asalnya.

Setelah melalui jalan yang membelah lapangan golf, laju Kayzer berhenti. Sebuah portal melintang di antara gapura menuju rumah Jackie.

Dua wanita penjaga dengan rompi antipeluru memeriksa Jon dan Pristina serta menanyai segala keperluan mereka. Pristina diperbolehkan masuk. Namun, Jon ditahan.

"Maaf, Nona Jeje melarang laki-laki selain anggota keluarga memasuki rumah," ucap wanita berkucir kuda.

"Dia agen keamanan khusus yang dikirim Mr. G," jelas Pristina. "Kami punya buktinya."

"Dengan segala hormat, Nona Pipi. Meskipun Nona teman baik Nona Jeje, aturan tetap aturan. Kami bekerja untuk Nona Jeje, bukan Mr. G," ucap gadis berpotongan bob.

"Pria ini disewa untuk mengembalikan dan menjaga Nekopi milik Jeje. Dia juga membantu kerja kalian," balas Pristina tak mau kalah.

"Sekali lagi maaf, Nona Pipi."

"Sambungkan aku dengan Jeje. Biar aku yang bicara."

"Tidak perlu," sela Jon. "Aku tunggu di sini saja."

Pristina melirik Jon. Ia diam sejenak, sebelum kemudian memutuskan. "Fine. Nanti biar kurekam pembicaraan kami."

"Maaf. Pengambilan gambar, video, dan suara juga tidak diperkenankan."

"Astaga. Kalian pikir aku ini siapa? Anak 8chan?"

"Kami hanya menjalankan perintah. Untuk alasan keamanan, kami berlakukan penjagaan paling maksimal yang bisa kami berikan."

Pristina berkacak pinggang, pura-pura kesal. Namun, sebenarnya ia memberi kode pada Jon melalui jemari. Sepanjang perjalanan, ia meminjamkan salah satu petbot mata-mata berbentuk lebah pada D-deck baru Jon agar bisa saling berbagi informasi tanpa terlacak. Gadis itu sudah menduga petugas keamanan rumah Jackie tak bisa diajak berkompromi.

Jika Pristina telah memberi tanda, artinya ia berhasil meretas sistem keamanan XR di rumah Jackie sehingga bot-bot miliknya tak terdeteksi. Jon hanya perlu terus mengawasi via D-deck. Siapa tahu selagi ia merekam percakapan di dalam, sistem keamanan lingkungan rumah tiba-tiba diperbarui dan berhasil mendeteksi bot asing. Dengan demikian, Pristina punya waktu untuk menghapus jejak.

Selain mempermudah Jon mendapat informasi, Pristina juga ingin tahu apakah sistem keamanan rumah Jackie bersih dari bot-bot Hoolers.

Jon bersama Kayzer berpindah agak jauh dari pos petugas keamanan, tetapi cukup dekat sehingga sinyal hotspot rumah Jackie masih lumayan kuat. Sambil mengamati via D-deck, ia melihat Pristina telah ditunggu dua orang gadis di ruang tamu.

"Aku dengar kamu ke sini sama cowok," ucap gadis berpostur tinggi dengan rambut pendek yang acak-acakan. Matanya sembab. Sementara itu, seorang gadis kecil berambut merah ikut duduk di sampingnya.

"Jeje nggak usah khawatir. Dia orang kepercayaan Mr. G," sahut Pristina.

Jadi cewek tinggi itu Jackie, huh, batin Jon. Berarti, kemungkinan besar gadis kecil di sampingnya adalah Maya.

"Aku nggak peduli," kata Jackie. "Kamu udah lupa, kah? Aku nggak mau kena skandal baru karena ada cowok asing masuk propertiku."

"Maaf, Je. Situasi berubah. Aku harap kamu mau ikut ke apartemen ISMAYA Corp buat sementara sampai semua Nekopi yang dicuri ketemu. Di sana lebih aman."

"Lebih aman? Kalau emang lebih aman, kenapa Rara bisa mati?!" Jackie memekik.

Gadis di sebelah mengambilkan tisu di atas meja.

"Je," ujar Pristina, "kematian Rara enggak ada hubungannya sama keamanan—"

"Jelas ada hubungannya!" potong Jackie. "Kamu masih percaya Rara mati bunuh diri? Aku kenal dia sejak masih kuliah. Dia cewek paling tangguh dan paling gigih yang pernah kutemui! Dia juga yang pertama ngide bikin film tentang Rabbit Hole, dan sejauh ini, semua mulus-mulus aja. Apa alasannya buat bunuh diri coba?"

Pristina tak membalas, memberi waktu Jackie untuk menangis. Namun, lama kelamaan tangisannya justru berubah menjadi tawa yang ironis.

"Pi, Rara enggak beneran mati, 'kan?" tanya Jackie, mood-nya berubah meski air matanya masih berjatuhan. "Sehari setelah dengar kabar kematiannya, aku sempat lihat cewek yang mirip Rara di kampus. Selama seminggu aku terus kepikiran, mungkin aku nggak cuma salah lihat. Mungkin dia emang Rara, dan selama ini kita cuma di-prank. Kalian tahu, 'kan, kalau Rara suka nge-prank?"

Pristina beralih ke gadis kecil berambut merah. "May, selama seminggu, apa Jeje udah pernah ke psikolog atau psikiater?"

Si gadis kecil mengangkat bahu. "Aku baru datang kemarin. Aku juga udah bujuk dia buat konsultasi, atau minimal suruh mereka datang ke sini. Tapi dia nggak mau."

"Karena aku nggak butuh! Aku bukan orang gila, paham?"

"Je, konsul ke psikolog nggak bikin kamu dianggap gila. Kami cuma mau yang terbaik buat kesehatan mentalmu," ucap Maya.

"Alah. Kalian pasti ngira aku udah gila, 'kan? Lihat aja nanti, semua kata-kataku bakal terbukti!"

"Oke," balas Pristina. "Nggak papa kalau kamu nggak mau pindah. Aku cuma mau mengamankan Nekopi punyamu. Nanti kubalikin kalau situasi udah kondusif."

"Ambil aja, nih." Jackie mengulurkan lengan kanan. "Dunia makin gila sejak alat ini muncul. Aku cuma mau streaming. Aku nggak mau jadi target perampokan hanya gara-gara punya Nekopi."


***


Pristina kembali usai mendapat Nekopi Jackie. Ia segera membonceng dan menyuruh Jon menutup kapsul pelindung Kayzer.

"Ada yang janggal?" tanyanya.

"Tak ada bot asing seperti yang kaubilang, tapi mungkin aku salah," jawab Jon. "Silakan periksa lagi. Sudah kurekam semua."

Jon menyerahkan kartu memori dari D-deck miliknya pada Pristina. Sambil memasang, gadis itu menyuruh Jon tancap gas menuju lokasi Sara dan Markum.

Markum memberi informasi via D-deck. Ia dan Sara menangkap sepasang suami istri yang berada dalam daftar pelaku penyerangan KripTown. Mereka telah menginterogasi beberapa pelaku lain dan semua petunjuk tentang Ningen membawa mereka pada pasutri tersebut.

Jon tiba di stasiun kereta api bawah tanah yang tak lagi beroperasi. Markum dan Sara menyekap target di dalam gerbong lokomotif tua bertenaga diesel.

Markum bersedekap di samping gerbong, menyambut Jon dan Pristina.

"Yakin di sini aman?" tanya Jon.

"Beberapa anak buah Rod Rosco sudah menyisir tempat ini sejak satu jam yang lalu. Sejauh ini tak ada tanda-tanda penyusup," balas Markum.

"Well, nggak ada ruginya menambah pengawas," ucap Pristina. Ia menyebar ratusan bot berbentuk lebah ke seluruh penjuru stasiun.

Jon melongok melalui kaca gerbong. Sara tengah berhadapan dengan sesosok pria paruh baya yang duduk terikat di kursi penumpang. Di samping gadis itu, terdapat robot berbentuk koper setinggi betis.

Robot itu mengeluarkan tangan-tangan mekanik mirip tentakel dari dalam ritsleting. Jari-jarinya berubah menjadi berbagai macam perkakas seperti tang, obeng, bor listrik, dan jarum suntik.

"S-Saya tidak tahu siapa Ningen. Saya bersumpah!" ucap si pria.

Jon melirik Markum. "Apa menurutmu Sara tidak kelewatan?"

"Sejauh ini dia cuma menggunakan alat-alat itu untuk mengintimidasi," balas Markum. "Selama tak main fisik, aku tak masalah."

Sara menoleh ke belakang. Tatapannya tajam.

"Ayo," ucap Markum. "Dia benci diganggu."

"Ke mana?" tanya Jon.

"Ke tempat istri pria itu."

Markum mengajak Jon dan Pristina ke ruang masinis. Seorang wanita mengalami nasib yang serupa. Duduk, terikat, dengan mata ditutup kain tebal. Pipinya basah oleh air mata, tubuhnya lemas seolah sudah putus asa.

Suaminya berteriak di ruangan lain, diiringi suara mesin bor yang melengking membelah sunyi.

"Bicaralah," kata Markum. "Kecuali kau lebih suka mendengar suamimu menderita."

"Saya sudah bilang, saya tidak tahu apa-apa!" seru wanita itu, sementara Pristina memeriksa D-deck di lehernya.

"Diam bukan keputusan bijak," sahut Markum. "Kami sudah bilang ke suamimu. Kalau dia mau membocorkan soal Ningen, sementara kau diam, cuma dia yang bebas dan mendapat satu juta rye sendirian. Kalau kalian sama-sama mengaku, imbalan kalian bakal dibagi rata."

Wanita itu tetap diam.

"Satu juta untuk informasi soal Ningen. Apa itu tidak cukup?" tanya Markum. "Apa dia bakal membunuh kalian kalau berkhianat?"

"Ada apa dengan Ningen? Kenapa kalian pikir kami tahu sesuatu soal dia?"

"Aku yang bertanya di sini. Jangan sampai cewek yang menginterogasi suamimu kembali. Atau kau lebih suka disiksa seperti suamimu? Cewek itu takkan membiarkanmu mati meskipun kau mau."

"Kalau begitu, bunuh saya sekarang! Saya tidak peduli!"

"Jadi rahasia Ningen lebih penting daripada nyawamu?"

Sementara itu, Jon melihat proyeksi data-data dari D-deck yang digeledah Pristina. Pada suatu folder, terdapat foto yang familer. Foto seorang anak. Ciri-cirinya mirip seperti NPC gadis kecil hasil modifikasi Elita. Ia bahkan memakai topi kertas seperti NPC itu.

"Apa Anda punya anak yang dirawat di Pikselatorium Distrik 26?" tanya Jon pada wanita itu.

"B-Bagaimana kamu tahu?"

"Adik saya juga di sana dan sempat jadi temannya. Kalau tidak salah, namanya Vina?"

"Betul!" Wanita itu tampak terkejut bercampur bingung. "A-Apa yang terjadi di sana? Bagaimana kabar Vina?"

"Maaf, tapi kata adik saya, dia sudah meninggal," ujar Jon. "Pikselisasinya terlalu parah, jadi dia harus dieksekusi sebelum merusak lingkungan—itu yang saya dengar."

"Mustahil," ucapnya lirih. "Mustahil! Kamu cuma mengarang cerita untuk menyiksa saya, 'kan?"

Jon menghubungi adiknya untuk mengirim daftar pasien Pikselatorium yang meninggal. Elita mengirimi tautan web. Ia bilang Jon tinggal menuliskan nama lengkap pasien tersebut.

"Silakan cek sendiri," ujar Jon sembari membuka penutup matanya.

Air mata kembali mengalir di pipi wanita itu. Giginya meringis bak menahan sakit, sambil beberapa kali menyebut nama Vina.

"Aneh. Kalau Anda bisa sesedih itu, kenapa kalian meninggalkan Vina?" tanya Jon.

"Kami tidak punya pilihan. Kami harus membayar utang dan biaya operasi Vina. Semua upaya kami lakukan demi dia. Jadi kurir narkoba, mencari pemakai, menghasut kurir kelas AA ... cuma itu pekerjaan dengan upah tinggi yang bisa kami lakukan."

"Siapa bos kalian?" tanya Markum.

Wanita itu menggeleng.

"Kuganti pertanyaanku. Sebagai kurir narkoba, di mana biasanya kalian melakukan antar-jemput dan mengambil misi?"

Ia menyebut beberapa lokasi.

"Salvia Farma," ucap Markum pada dirinya sendiri. "Kukira mereka sudah berhenti beroperasi."

"Jadi kalian yang menelepon kurir-kurir pembawa Nekopi, lalu ngaku-ngaku jadi Ningen?" potong Pristina. "Kenapa enggak bilang dari tadi?"

"Karena kami masih butuh pekerjaan itu! Uang satu juta bukan apa-apa dibandingkan upah setiap kami berhasil merekrut anggota baru." Ia terisak-isak. "Tapi itu tak penting lagi sekarang. Vina ... maafkan Ibu—"

Terdengar tembakan. Beberapa peluru menembus kaca lokomotif dan salah satunya melubangi kepala sandera. Jon dan Pristina menunduk. Markum membuka syal, mengaktifkan sebuah tombol di leher. Seketika lengannya dipenuhi bulatan-bulatan semacam tumor yang terus membesar. Membentuk tameng yang melindungi mereka dari serbuan peluru.

Jon terkesima sekaligus bergidik dengan aksi Markum. Puluhan pertanyaan meliputi benaknya, tetapi kini bukan saat yang tepat. Ia segera mengambil plasmo dari saku dan bersiaga.

"Mereka luput dari pengawasan lebah-lebahku," ujar Pristina. "Bedebah."

Dari celah jari-jari Markum, Jon melihat Rod Rosco membalas gempuran. Kedua tangannya berubah menjadi senapan mesin yang terus berputar seraya memuntahkan ratusan peluru ke arah para penyerbu.

Tembakan musuh mereda. Markum meninju dinding lokomotif, lalu keluar bersama Jon dan Pristina dalam posisi jongkok.

Rod Rosco berkata, "Mereka kabur. Tapi belum jauh. Perlu kita kejar?"

"Kejar saja. Kemungkinan besar mereka suruhan Ningen," tanya Markum. "Bagaimana dengan saudara-saudara robotmu?"

"Negatif. Semuanya offline."

Mereka bergegas memasuki gedung stasiun. Sara tiba di sana lebih dulu. Robot berbentuk koper hinggap di punggungnya seperti ransel. Tangan-tangan mekaniknya mencengkeram leher empat pria cyborg. Asap dan bau gosong menyeruak dari keempat korban. Mereka meronta-ronta, mencoba melepaskan diri sebelum rangka palsu mereka meleleh dan menyatu dengan tembok.

Sara menoleh, menatap kesal. "Kenapa bengong? Kejar! Masih ada beberapa orang di atas."

Markum bergegas ke arah yang Sara tunjuk. Sebuah eskalator.

"Kalian berdua," ucap Sara pada Jon dan Elita. "Awas kalau mati. Habis ini, aku butuh penjelasan kenapa musuh bisa tahu lokasi kita."

"Huh? Apa alasanmu menuduh—"

"Udahlah, Jon," tukas Pristina. "Ayo."

Mereka memanjat eskalator mati, dari bawah tanah ke lantai satu. Beberapa tembakan kembali terdengar, tetapi Markum dan Rod Rosco tak goyah sebagai tameng. Justru sebaliknya. Tubuh Markum semakin membesar seperti mutan kecanduan steroid. Peluru-peluru itu tak sanggup menembus kulitnya yang ekstra tebal. Semuanya mental, jatuh ke lantai satu per satu tanpa menorehkan luka.

Kemudian muncul sorotan sinar plasma.


***

[A/N] It's on, baby!



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro