[20] Endless Decay

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Banyak calon investor yang khawatir, Proyek Eterna tidak benar-benar membuat abadi. Hanya menciptakan salinan yang tak berkaitan dengan diri mereka sekarang. Apa benar saat pikiran diunggah, kesadaran lama juga ikut berpindah? Atau kita hanya akan mati, memberikan seluruh data diri pada Proyek Eterna tanpa kompensasi?

"Tentu kami mempertimbangkan hal tersebut," ujar Ra Kalvin. "Tapi jangan takut! Prosedur transfer pikiran yang kami gunakan tidak mengharuskan klien 'mati' terlebih dahulu. Kami pastikan serabut saraf klien yang masih hidup tetap tersambung, mengalir secara natural menuju tubuh digital.

"Setelah kesadaran dan memori terintegrasi seutuhnya, klien dapat mengakses tubuh fisik dan tubuh digital tanpa perlu kehilangan salah satunya. Semisal tubuh fisik klien rusak karena penyakit atau faktor usia, klien pun bisa mentransfer kesadaran ke tubuh fisik artifisial, selama tubuh digitalnya masih ada."



Salvia Farma adalah perusahaan bioteknologi pengembang Mirat yang pertama; produk hasil kolaborasi dengan ISMAYA Corp. Mereka yang meracik bahan mentah menjadi losion siap pakai, sedangkan ISMAYA mengatur produksi perangkat pendukung dan AI. Selain itu, mereka juga mantan produsen obat-obatan umum; seperti obat batuk, flu, pereda nyeri, dan anti-inflamasi.

Perusahaan itu bangkrut sejak wabah Sindrom Piksel merebak. Mereka dituntut dan terbukti memasukkan bahan terlarang, seperti kokain, untuk menekan biaya produksi. Hak paten mereka dicabut, lalu diambil alih Mandala Farma; perusahaan BUMN yang dipegang Rahadian Kalvin Atmanegara-konglomerat keponakan Kaisar.

ISMAYA Corp sempat terseret, tetapi lolos karena minim bukti. Kendati demikian, nama mereka ikut tercoreng di mata publik dan investor. Mereka tetap diizinkan memakai Mirat untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, tapi tidak untuk komersial.

Pamor dan saham ISMAYA naik lagi berkat kesuksesan inovasi di bidang XR, seperti Kriptoverz dan Nekopi. Namun, Gilbert masih paranoid menyebarluaskan teknologi baru ke khalayak umum. Malang baginya. Ketakutan itu dibayar dengan kematian putri sekaligus asetnya yang paling berharga.

Skuad tentara bayaran menuju bekas pabrik memakai mobil van. Jon membaca riwayat Salvia Farma sepanjang perjalanan. Pemilik lamanya dipenjara, istrinya masuk Rumah Sakit Jiwa, dan anaknya bunuh diri usai dirundung oleh warganet dan teman sekolah.

Ia coba mengaitkan dengan misi sekarang. Apa kasus ini murni perampokan, atau ada motif balas dendam?

Mereka keluar mobil, disambut pagar kawat yang terjalin rapi bak sarang lebah di antara tiang-tiang baja tahan karat. Terdapat halaman seluas dua lapangan sepak bola, memisahkan pintu gerbang dengan bangunan pabrik bercorak batu-bata merah. Cerobong-cerobong asap menjulang tinggi, membentuk siluet pilar-pilar hitam di permukaan atap berbentuk persegi.

Pencahayaan luar gedung hanya bersumber dari lampu-lampu bangunan sekitar, terutama kawasan pembuangan sampah elektronik. Percikan api dan desingan mesin insinerator turut menyamarkan langkah Jon dan kawan-kawan.

"Ada sinyal Araknoid?" tanya Jon pada Pristina.

"Ada, tapi samar. Sekitar lima ratus meter di bawah gedung."

Dalam juga.

Rod Rosco menyebar anak buah robotnya di sekitar pagar yang mengelilingi gedung untuk mengawasi orang yang keluar-masuk. Namun, jika bangunan itu juga terhubung dengan jaringan terowongan bawah tanah, perburuan bakal semakin pelik.

"Huh?" Pristina berhenti saat tiba di depan pintu.

"Kenapa?" tanya Markum.

"K-Kayaknya kita nggak boleh sembarangan masuk."

Gadis itu berbagi penglihatan ke semua rekan. Lebah-lebah tracerbot yang ia sebar ke dalam gedung lenyap satu per satu. Namun, tak ada seseorang atau sesuatu yang tampak di kamera D-deck. Tak jelas apa yang sudah menyerang atau mengganggu sensornya.

"Heh, katanya sistem pelacakmu udah diperbarui," sindir Sara.

"Aku yakin ada sinyal Araknoid di bawah tanah," sahut Pristina. "Tapi itu apa? Apa musuh bikin penyamaran yang lebih canggih lagi?"

Kemudian, melalui kamera tracerbot yang masih tersisa, beberapa tubuh manusia tergeletak di ruang lab serba putih. Tabung-tabung reaksi, serbuk dan cairan beraneka ragam, mikroskop, serta peralatan lain berserakan di atas meja-meja panjang hingga tumpah ke lantai.

Kondisi seluruh jasad tak ada yang utuh. Ada yang tinggal baju dan celana, dengan ceceran darah di segala lubang yang menunjukkan bahwa pernah ada yang mengenakan. Dua mayat masih berdaging, tapi kepalanya hilang.

Mereka bergerak-gerak, seperti ada sekawanan binatang buas yang mengerubung, mencabik, dan menggerogoti keduanya. Perlahan tapi pasti, jumlah daging di tubuh mereka menipis hingga menampakkan tulang. Tulang-tulang jari, lengan, dan tungkai pun patah, terlepas, lalu remuk bak digilas mesin penghancur sampah.

Kamera tracerbot mati. Wujud si pemangsa tak tertangkap sama sekali. Yang jelas, sisa-sisa daging dan tulang barusan tampak mengalami pikselisasi.

Jon melepas D-deck. Mendadak, bayangannya di pintu memanjang. Padahal ia tak bergerak sejak tadi.

Ia menoleh, mengacungkan plasmo ke arah rekan-rekannya di belakang. Sesosok mutan kera-kelelawar seukuran bayi menggantung terbalik di langit-langit teras. Lehernya menggembung seperti balon, hendak melolong.

Tembakan Jon lebih dulu meledakkan leher makhluk tersebut. Ia jatuh, tubuhnya lumer. Piksel-piksel virtual menguap menyisakan inti sebesar kelereng dengan serabut saraf.

"Apa itu? Araknoid juga?" tanya Markum.

"Petbot Hooler?" sahut Pristina, kurang yakin juga. "Atau hewan mutan yang dibikin mirip mereka?"

Sara memungut kaki dan sayap yang tak ikut lenyap. "Nggak heran. Kalau mereka bisa mengubah manusia jadi mutan, pasti ada hewan-hewan yang lebih dulu jadi objek percobaan."

"Pelacakku nggak berfungsi ke mereka," tambah Pristina. "Sistemnya beda sama sistem-sistem yang terdaftar di database, termasuk Araknoid."

"Bisa update on-the-spot? Kalau nggak, pulang sana," desak Sara.

Pristina melirik sinis. "Apa nggak bisa mundur dulu? Kita butuh peralatan di lab pusat buat menganalisis temuan ini secara menyeluruh."

"Nggak ada waktu. Aku sibuk, tahu."

"Ya udah. Masuk aja kalau mau mati!"

"Ssst. Pelankan suara kalian," bisik Markum. Di sela-sela bunyi mesin yang berdentang menggempur sampah logam, terdengar gemuruh lirih mirip geraman anjing rabies. Kelimanya menunduk, berpindah haluan dari pintu depan pabrik farmasi ke arah pusat penghancuran sampah.

Ada lubang di pagar samping pabrik. Cukup untuk dilewati bahu pria sebesar Markum sambil merangkak. Kawat-kawat di sekitar lubang menjuntai lemas seperti mie instan yang terlalu matang. Padahal bahannya besi.

Geraman semakin dekat. Di balik bukit-bukit kabel dan logam bekas, muncul sekawanan mutan berbadan anjing, bertanduk rusa, dan berkepala kelinci. Mereka memamerkan gigi-gigi tajam, mengeluarkan liur dan busa berbentuk kubus-kubus kecil.

Tetesannya menyentuh logam dan pecahan kaca. Sampah-sampah elektronik terurai perlahan, meninggalkan jejak pikselisasi di sepanjang jalan yang mereka lalui.

"Jackalope?" ujar Jon lirih. Tampak sepuluh mutan dengan ciri fisik yang sama, tapi bukan tidak mungkin masih banyak yang bersembunyi.

"Ada sinyal Araknoid lain," timpal Pristina. Ia memunculkan proyeksi monitor D-deck, mengirim sisa lebah-lebah pelacak ke setiap gunungan sampah. Kesepuluh mutan serentak menoleh ke arahnya. Tiga di antaranya hilang, melesat ke hadapan mereka berlima.

Markum dan Rod Rosco segera pasang badan. Dua mutan menabrak zirah Rosco, lalu segera dihabisi dengan puluhan mimis dari jari-jari robot itu. Markum berhasil menangkap dan mencengkeram leher mutan ketiga. Ia memperbesar tangan dan membanting kepala makhluk itu ke tumpukan baja.

"Awas samping!" seru Sara. Jon merespons dengan menembakkan plasmo beberapa kali ke arah kiri, mengenai seekor jackalope yang jatuh satu meter di samping kaki.

Sara mengeluarkan tangan-tangan mekanik dari robokoper, mengatasi serangan dari kanan dan belakang. Bola-bola petir muncul dari delapan tangan mekanik, menyetrum dua jackalope sebelum sempat menerkamnya. Total enam mutan berhasil dilumpuhkan.

"Di depan aman?" tanya Sara.

Markum menyahut, "No problem."

Keempat mutan yang masih tersisa menyalak beberapa kali, lalu melarikan diri.

"Umm, tanganmu ...." Jon menunjuk jari tengah Markum. Kulitnya perlahan mengalami pikselisasi usai mencekik leher jackalope tadi.

"Oh, astaga," ucap Markum. Dengan santai ia memotes jari yang terinfeksi liur mutan dan melemparnya ke tumpukan sampah. Darah mengucur dari pangkal jari. Namun hanya dalam lima detik, jari tengahnya tumbuh kembali.

"Di mana posisi Araknoid itu?" tanya Sara.

"Arah jam satu," balas Pristina.

Jon menoleh ke lokasi insinerator; wilayah paling terang di pusat pembuangan karena dekat dengan kobaran api.

"Tunggu," cegah Pristina saat yang lain hendak bergerak. "Gimana kalau ada puluhan atau ratusan mutan yang nunggu di sana?"

"Kenapa? Takut?" sindir Sara. "Dah kubilang, pulang sana."

"Aku cuma nggak mau terjun ke sarang monster tanpa persiapan! Mutan-mutan itu sama sekali nggak terlacak di sistemku. Sinyal Araknoid itu bisa aja cuma perangkap."

"Terus? Aku harus nunggu lagi selama sehari?" tanya Sara. "Sejak awal kita ketinggalan langkah. Sedetail apa pun persiapanmu, musuh pasti lebih siap."

Sara menghujamkan tangan-tangan mekaniknya ke tanah, lalu mengangkat badannya ke udara. Ia bergerak ke arah insinerator, mendaki bukit sampah seperti laba-laba raksasa.

"Sara!" panggil Markum. Namun, gadis itu tak mendengarkan.

Di belakang Jon dan Pristina, muncul entitas lain yang berdiri di depan lubang pagar yang mereka masuki. Seorang gadis bertelinga kelinci dan bertanduk rusa. Rambutnya biru, pendek, dan belah tengah. Badannya transparan, kakinya tak menapak. Beberapa efek statis horizontal bergerak di sekujur tubuhnya.

"Jeje?"

Seekor jackalope menerkam dan menggigit leher Pristina, sekejap usai gadis itu mengucapkan nama sahabatnya. Darah segar menciprat ke pipi dan lengan kanan Jon, bersamaan dengan munculnya tiga mutan yang lain. Yang pertama menggigit lengan kiri Markum, yang kedua berhasil membuka zirah Rod Rosco dan memasuki tubuhnya.

Yang terakhir melompat di atas kepala Jon, tetapi sang pria kulit merah sudah cukup awas usai disadarkan cipratan darah kedua rekannya. Ia menembak ke atas tanpa berpikir, sementara tangan satunya memberondong jackalope di leher Pristina hingga makhluk itu tinggal cipratan abstrak di atas tumpukan logam.

"Anjing biadab!" umpat Markum. Ia mengecilkan lengan kiri dan memotongnya dengan keris laser sebelum pikselisasi menjalar ke bagian lain. Bunyi mesin terdengar di belakang Jon dan Markum.

Rod Rosco menodongkan kedua tangan penuh amunisi ke arah mereka berdua.

"Ups, hampir saja tubuhku diambil alih," ujarnya santai. "Self-destruct mode: activate!"

"Komandan?"

"Jon, minggir!" Markum memiting tubuh Jon dan Pristina dengan satu tangan, lalu berpindah ke belakang tumpukan kontainer. Dentuman keras terdengar dari posisi Rod Rosco. Jon meloloskan diri, menyaksikan sisa tubuh sang pemimpin robot yang kini menyatu dengan sampah elektronik di sekitar.

"KOMANDAN ROSCO!!!"

Mutan-mutan jackalope di sekitar tubuh Rosco bangkit lagi. Mereka menyerap logam-logam di sekitar dan menjelma sebagai robot daur ulang.

Penampakan Jackie Jackalope berpindah ke atas bukit sampah. Jon menembakinya berkali-kali, tapi serangannya tembus semua.

"Percuma. Itu cuma hologram," kata Markum. Ia menyuntik bahu kiri dengan cairan Mirat. Beberapa detik kemudian, lengannya tumbuh kembali. "Kita perlu menyusul Sara, lalu hubungi semua robot yang berjaga di sekitar sini agar ikut membantu."

"Bu-nuh a-ku," ucap Pristina, suaranya melemah. Pikselisasi telah menjalar di separuh tubuhnya.

"Tahanlah sebentar lagi," balas Jon. Ia menghubungi sisa-sisa skuad Rosco.

"Please ... sa-kit-nya sam-pai tu-lang-"

Total mutan yang berubah menjadi robot ada lima. Kecepatan mereka sama, hanya terdengar lebih berisik dan mudah dideteksi. Sambil menunggu bantuan, Jon dan Markum bahu-membahu membereskan mereka.

Berkali-kali dihancurkan, robot-robot itu tak pernah benar-benar mati. Seperti zombi. Mereka terus bangkit sembari melahap serpihan logam dan elektronik bekas.

"Pasti ada titik lemah," ujar Markum. "Coba incar intinya seperti saat melawan mutan kemarin."

"Aku sudah meleburnya berkali-kali, tapi sama saja." Jon membungkuk memegangi lutut. "Kukira gadis hologram itu sumbernya. Ternyata bukan."

Baterai kedua pistol Jon menipis, stok Mirat Markum juga habis. Ia tak bisa lagi memanipulasi tubuh secara berlebihan, apalagi mengganti organ yang rusak.

Napas Jon tersengal-sengal. Kalau begini terus, ia bakal ambruk duluan. Kecepatan Markum pun berkurang drastis. Kombinasi yang tadi bisa membantai lima mutan sekaligus, kini membunuh satu pun kerepotan.

"Tak ada celah, huh," ucap Markum terengah-engah. "Kenapa bantuannya lama sekali?"

Keempat mutan yang hendak menyerang tiba-tiba berhenti. Listrik statis bermunculan di tubuh mereka. Logam dan kabel yang terpasang kembali lepas dan tercerai-berai. Satu mutan yang terakhir dibantai pun tak kunjung bangkit.

"Apa mereka juga kehabisan tenaga?" tanya Jon.

"Baguslah," timpal Markum pasrah.

Robot-robot anak buah Rosco datang beberapa detik kemudian. Ada delapan robot yang awalnya bertugas mengawasi pabrik di delapan penjuru mata angin. Sesosok robot dengan sigap mengevakuasi Pristina dan segera membawanya ke rumah sakit.

Lalu robot yang lain berkata, "Maaf, kami terlambat."

Ia membuka penutup kepala, menampakkan wajah holo Letnan Daud.

Jon berseru, "Komandan Rosco! Anda masih hidup?"

"Tentu! Selama ada data backup dari Mr. G dan hardware milik saudara-saudaraku, aku bisa hidup selama yang kumau. Keren, kan?"

"Keren dari Hongkong," gerutu Markum. "Kalau kau punya teknik seperti zombi-zombi ini, mestinya kau panggil anak-anak buahmu sejak tadi."

"Sorry. Jaringan lelet."

"Apa Komandan yang mematikan sistem pembangkit mereka?" tanya Jon, merujuk pada kawanan mutan jackalope.

"Huh, masa?" Rod Rosco menoleh pada robot-robot lain. "Apa ada yang mengutak-atik sistem mutan itu?"

Tak satu pun robot mau mengaku.

"Kami tak diprogram untuk berbohong. Jadi bukan kami pelakunya," lanjut Rod. "Mungkin bahan bakar mereka sudah-"

Sara kembali. Tangan-tangan mekaniknya membawa potongan tubuh robot security contractor dengan seri yang sama dengan Rosco dan saudara-saudaranya. Sementara itu, tangan aslinya menggenggam sebutir Araknoid hasil modifikasi.

"Lihat yang kudapat," kata Sara. "Pengkhianat."


***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro