[21] Garden of Burning Flesh

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Proyek Eterna resmi mengoperasikan data center pertamanya yang berlokasi di Tanjung Timur, Distrik 26. Peresmian dihadiri oleh banyak tokoh penting, termasuk tiga pelopor dan investor terbesar proyek, antara lain: Rahadian Kalvin Atmanegara (CEO Mandala Farma), "Mr. G" alias Gilbert Ismaya (CEO ISMAYA Corp), dan Massimo "Max" O'Shaughnessy (CEO Robodoki Inc).

"Saya merasa terhormat bisa bekerja sama dengan Mr. G dan Mr. Max," ujar Ra Kalvin. "Beliau-beliau ini adalah para sesepuh di bidang software, hardware, dan extended reality. Insight mereka sangat membantu dalam pengembangan teknologi mind-uploading beserta perangkat-perangkat pendukungnya."

Ketiganya, yang oleh media barat dikenal sebagai Tiga Naga Malaraya, sepakat untuk mengakhiri persaingan tidak sehat dan berkolaborasi demi kepentingan bersama. Menurut Ra Kalvin, Proyek Eterna merupakan tonggak yang diharapkan bisa mempersatukan dunia yang makin tercerai-berai akibat perang, diskriminasi, dan ketimpangan sosial.



Sara menjatuhkan badan robot di depan Jon, Markum, dan skuad Rosco. Lengan dan kakinya hilang, zirah baja yang melapisi tubuhnya dipenuhi lubang.

"Aku menemukannya di dekat insinerator," ucap gadis itu. "Somehow, di dalamnya ada ini."

Sara menunjukkan sebutir Araknoid modifikasi.

"Itu sumber mutan-mutan di sini?" tanya Markum.

"Mungkin. Mereka berhenti bergerak saat ini kucabut." Sara melirik Rod Rosco. "Yang lebih penting, kenapa 'saudara'-mu bisa di sini, Tuan Rosco?"

Rosco terdiam, menatap jasad robot di depannya dengan saksama. "Unit Rho-3281. Ternyata di sini jasadmu bersemayam. Kau prajurit gagah berani yang telah mengabdi pada Nona Almira hingga akhir hayat."

Ia memimpin enam robot yang lain untuk memberikan penghormatan terakhir.

"Dia pengawal Almira?" tanya Jon. Ia kembali ingat robot bodyguard yang diceritakan AI-Mira.

"Ya, dia pengawal setia yang menjaga Nona Almira ke mana-mana," sahut Rosco. "Dia menghilang bersama salah satu sopir kami, saat hendak menjemput Nona. Terakhir kudengar, ia mengirim sandi yang berbunyi: Kami bersama Almira palsu."

Jantung Jon berdegup kencang.

"Huh? Itu info yang cukup penting untuk misi kita. Kenapa sebelumnya tak pernah bilang?" tanya Sara.

"Kami pikir itu tak ada kaitannya dengan pencurian Nekopi."

"Really? Masa kalian setolol itu," sindirnya. "Apa lagi yang kau sembunyikan?"

"Kami tidak bermaksud merahasiakan apa pun. Kami cuma bergerak dan berbicara sesuai perintah Mr. G."

Sara mengacungkan tangan-tangan mekaniknya pada Rosco. Bola-bola listrik menyala di setiap telapak. "Aku mempertaruhkan nyawa untuk Pak Tua itu. Kalau dia mau benda ini kembali, jangan mengetes kesabaranku."

"Baik, akan kuceritakan semua yang kutahu."

Rosco menuturkan, pada malam sopir dan robot itu menghilang, mayat pemeran Almira (Rinai) ditemukan di apartemen. Kronologinya sama dengan keterangan AI-Mira. Hanya berbeda di konklusi.

"Hingga kini, kami kehilangan jejak impostor tersebut. Kemungkinan besar, ia yang membunuh sopir dan saudara kami, lalu mengambil alih mobil yang mereka kendarai."

"Dan mungkin, sebelumnya dia juga membunuh Rinai," tambah Sara. "Kecuali kau cuma mengarang cerita untuk menutupi kebusukanmu sendiri."

"Terserah. Sejauh ini, pengetahuan kami baru sebatas itu."

Paling tidak, keterangan Rosco mengonfirmasi ucapan AI-Mira, walau keduanya belum tentu valid.

"Hmph. Biar kulanjut nanti. Masih ada satu Araknoid lagi," ujar Sara sambil menoleh ke bangunan pabrik Salvia Farma.

Jon mendapat baterai baru dari anak buah Rod Rosco. Markum pun menerima beberapa stok Mirat.

"Ada yang punya ide?" tanya Markum. "Tanpa Pristina, navigasi di dalam pabrik bakal lebih sulit."

"Oh, apa dia mati? Pantas suasananya lebih tenang," sahut Sara.

"Dia cuma butuh perawatan," bantah Jon. "Kalau mulutmu cuma bisa nyinyir, jangan berkomentar."

Sara tersenyum sinis. "Ada lubang saluran air di dekat pagar TPA. Kalau benar target di bawah tanah, kupikir lebih mudah mencarinya lewat gorong-gorong. Itu pun kalau ia belum pindah."

Jon, Sara, dan Markum memasuki lubang menuju bawah tanah gedung. Tujuh robot yang dipimpin Rosco masuk lewat pintu depan pabrik.

Gelap dan sunyi. Penglihatan mereka hanya dibantu pancaran sinar dari tangan-tangan mekanik Sara. Mereka meniti pondasi beton di tepi parit. Sistem drainase Kota Tua Metro Lumina besarnya tidak kalah dengan terowongan subway. Namun, baunya sungguh menyiksa.

Jon mengaktifkan heatmap. Fitur AR konvensional ini benar-benar tak berkutik melawan penyamaran petbot dan mutan sejak kemarin. Ia hanya berharap inderanya lebih peka. Minimal lebih baik daripada disergap dalam gelap.

Terdengar lolongan kera, diikuti geraman beberapa jackalope dari berbagai arah. Sara membentangkan kedelapan tangan mekanik, memunculkan bola-bola listrik, memintal dan menjahit benang-benang petir bak sarang laba-laba yang melindungi ketiganya dari serbuan. Hoolers dan jackalope yang nekat menabrak pun tersetrum hingga hangus dan berjatuhan.

"Jon, matikan," perintah Sara. "Mereka terusik oleh sinyal digital."

Jon mematikan perangkat dan mengalungkannya di leher. Serangan-serangan itu lambat laun berkurang hingga berhenti sepenuhnya.

"Sejak kapan kau tahu?" tanya Jon.

"Sejak mutan-mutan di atas jadi agresif, tepat setelah Pristina menyebar bot. Waktu berpisah, tak ada yang menyerangku. Semua fokus menggempur kalian," terangnya. "Mereka mirip detektor spambot. Sinyal asing yang masuk bakal langsung diberantas."

Sara mematikan perisai listrik dan menyarungkan tangan-tangan mekanik.

"Target gampang dilacak berkat Pristina, tapi sinyalnya jadi sasaran empuk. Makanya tadi kusuruh pulang," lanjutnya. "Nyalinya oke, sayang terlalu nekat."

Jon membatin. Mungkin Sara bukan gadis egois yang hanya mementingkan bonus, tapi juga diam-diam peduli pada rekan setimnya.

"Seenggaknya satu beban berkurang."

Atau tidak.

Araknoid di tangan Sara memancarkan sinar lemah, mati menyala.

"Hmm, nyalanya makin terang sejak masuk terowongan," ujar Sara. "Cewek itu bilang, Araknoid makin gampang mendeteksi Araknoid lain jika kemiripannya makin tinggi. Mungkin ini salah satu tandanya."

"Jangan bilang kita sejak tadi dipandu benda itu," sahut Markum.

"Kau punya ide yang lebih bagus?" balas Sara.

Markum tak menyangkal. Jon juga buta arah.

Mereka berhenti di jalan buntu. Dinding beton lapis baja menjulang di depan. Namun, sinar Araknoid yang Sara bawa justru makin terang.

"Mungkin ada sesuatu di balik dinding," tebak Sara.

"Oke, biar kucek," balas Markum. Ia memperbesar lengan, lalu memukul dinding sekuat tenaga. Lima kali mencoba, penghalang itu jebol. Cahaya putih dan hawa dingin nan kering menyeruak dari dalam. Jon menggigil. Rasanya seperti baru membuka kulkas raksasa.

Markum lanjut memukul dan menendang, hingga lubang itu cukup lebar untuk mereka masuki. Ruangan itu seluas interior lapangan basket. Bukan ring dan kursi penonton yang memenuhi ruangan, tetapi rak-rak berisi perangkat server setinggi empat meter.

"Pusat data rahasia?" tanya Markum sambil melihat-lihat.

Udara dingin naik dari ventilasi AC yang terhubung langsung dengan lantai. Namun, Jon lebih tertarik pada pemandangan di depan. Ratusan kabel saling terjalin dari lantai ke langit-langit, mirip batang dan akar pohon beringin. Atapnya tersusun atas kabel dan pipa-pipa bocor, meneteskan lendir dan getah putih yang menodai dinding, lantai, dan kontainer server.

Tetesannya jatuh di kepala Markum. Ia mengusap dan mengamati sepintas, lalu berkomentar, "Mirat mentah."

"Jadi mereka masih produksi, meski sudah dilarang?" tanya Jon.

"Setahuku Salvia Farma terlilit utang pada Distopedia," sahut Sara. "Jangan heran kalau mereka memakai tempat ini sebagai pusat data dan eksperimen ilegal."

"Ah, ya. Aku heran kenapa kau jarang menyinggung soal itu," balas Jon. "Sebagai pengedar Mirat palsu, harusnya kau tahu soal keberadaan pabrik ini. Apa kau sengaja mempermainkan kami?"

"Heh, aku cuma pekerja lepas sepertimu. Kau sendiri, tahu apa soal penyewamu?"

"Jadi kau memang bekerja untuk Distopedia?"

"Jangan memutar balik," tukas Sara. "Seperti yang kubilang, aku bekerja demi uang. Kebetulan tawaran Mr. G lebih menggiurkan daripada harus menagih utang tiap bulan. Saat ini, debt collector cuma kerjaan sampingan."

"Lalu siapa bos lamamu? Apa kaitannya dengan Ningen?"

"Kalau tahu, buat apa aku ikut membahayakan diri dengan pemula sepertimu?" Sara balik bertanya. "Aku tak pernah loyal pada siapa pun. Mau itu Mr. G atau sindikat, selama upahku dibayar, persetan dengan niat dan tujuan mereka."

Gadis ini berbahaya, aku bisa merasakannya.

"Umm, kurasa ... sekarang bukan saat yang tepat untuk berdebat." Markum melerai Jon dan Sara, lalu memandang ke arah "pohon beringin". Sosok gadis kelinci bertanduk rusa kembali muncul di bawah kabel-kabel yang menggantung.

Mutan-mutan hoolers bermunculan dari sela-sela pipa dan kabel di langit-langit. Beberapa jackalope mengintip dari balik rak-rak server, lalu mendekat secara perlahan. Ketiganya diam di tempat, menyaksikan mutan-mutan yang kian ramai mengepung dari segala celah perangkat.

"Jackie Jackalope, atau haruskah kusebut, Jack-AI?" sapa Sara pada si gadis hologram. "Kami tak bermaksud jahat. Kami datang untuk menjemputmu."

Makhluk itu tak merespons. Para jackalope yang merupakan "maskot" karakternya pun hanya mengamati.

"Aku paham. Kau cuma mau melindungi diri, kan?" tanya Sara. "Itu alasanmu membantai semua bedebah yang membuatmu jadi begini."

Jack-AI tetap bergeming.

"Sekarang sudah aman. Ayo kembali. Mr. G dan kawan-kawanmu sudah menunggu."

"Mis-ter G?" tanya Jack-AI terbata-bata. Suaranya datang dari berbagai arah, seperti mendengarkan headphone dengan fitur surround.

"Ya, sekarang tunjukkan letak Araknoid yang mengendalikanmu," pinta Sara. "Kami antar ke tempat yang lebih aman."

Rentetan tembakan terdengar dari atas. Disusul ledakan demi ledakan yang menghancurkan langit-langit. Cairan Mirat tumpah membanjiri rak-rak server, ventilasi AC, dan merusak kabel-kabel penyusun pohon beringin.

Rosco dan dua anak buahnya mendarat di antara Jon, Sara, dan Markum; tepat sebelum listrik anjlok. Lampu LED di seluruh ruangan mati total. Tinggal beberapa rak server dengan sumber daya cadangan yang masih menyala biru, serta benda mirip kulkas satu pintu yang menerangi rumpun-rumpun kabel.

"Hai semua. Apa aku terlambat?" tanya Rosco dengan polosnya.

"DASAR ROBOT TOLOL!" bentak Sara. Sementara itu, ekspresi Jack-AI berubah garang. Matanya memancarkan sinar merah, memberi sinyal pada seluruh mutan untuk menyerang.

Jon segera mengacungkan kedua plasmo dan menembaki beberapa jackalope yang berlari ke arahnya. Sara kembali membuat perisai jaring listrik, tapi lolongan hoolers mengacaukan konsentrasinya. Empat tangan mekanik patah digigit empat jackalope, lalu sekawanan hoolers merangsek hendak menerkam sekujur tubuh Sara.

Dengan sigap, Markum pasang badan dan merentangkan tangan untuk melindungi Jon dan Sara. Skuad Rosco jadi tameng di sisi sebaliknya. Mereka memuntahkan peluru, laser, dan sinar plasma tanpa henti. Namun, serbuan mutan terus datang bertubi-tubi.

Pada akhirnya, lengan hingga kaki Markum pun tergigit dan terinfeksi liur lawan. Mutan supercepat pun memiliki batas. Ia tak bisa terus menghindari serangan sekaligus melindungi rekan-rekannya di belakang.

"Mar ... kum?" Jon melihat pria besar itu masih bergeming, sementara dua kepala jackalope dan tiga kepala hoolers tertancap di berbagai bagian tubuhnya.

Kemudian, lengan baru muncul dari ketiak kanan Markum yang belum terkontaminasi. Ia mengambil keris laser, dan dalam sekejap memotong seluruh lengan dan tungkai yang lain. Tangan-tangan kecil tumbuh dari bahu kiri yang masih mengucurkan darah. Semuanya meliuk-liuk bagai belut, mengambil stok Mirat dan menyuntikkannya ke bagian yang mengalami pikselisasi parah.

"Ini belum cukup," kata Markum. Sementara itu Jon dan Sara silih berganti melindungi pria itu. Otot-otot beserta kulit yang terinfeksi menonjol keluar, seolah dipaksa memisahkan diri. Mereka berhamburan bak kembang api, mengalihkan perhatian beberapa mutan yang berlomba-lomba menangkap daging yang tercerai-berai.

Wujud Markum bermandikan darah, nyaris tak bisa dikenali. Tulang-tulang rusuk dan tengkoraknya pun makin terlihat. Jon mengira pria itu sudah mati, sebelum mulutnya berbunyi:

"Over-clock. Garden of Burning Flesh!"

Perangkat pita suara palsu menyala, seperti lava yang mengalir dan membakar pembuluh-pembuluh darah di sekujur tubuhnya. Serabut otot yang sehat menyebar, menyerap tumpahan Mirat mentah yang membanjiri ruangan. Di sisi lain, gumpalan-gumpalan tumor bermunculan di tubuh para mutan yang baru melahap daging Markum. Mereka seperti diserang kanker superganas yang menggempur dan meledakkan sang inang hingga tak bersisa.

Daging dan kulit Markum kembali. Ia bahkan mampu menumbuhkan kaki, menambah dan memanjangkan lengan hingga bercabang-cabang. Kecepatannya pun meningkat. Dalam hitungan detik, mutan-mutan di seantero ruangan tewas tertancap di cabang-cabang lengan pria yang tampak sudah melampaui logika manusia.

Hening menyelimuti. Markum diam di tempat seolah menggantikan peran "pohon" bercabang kabel di tengah ruangan. Jon ingin memanggilnya, memastikan kawannya masih manusia. Namun, mulutnya terkunci. Sekujur tubuhnya membeku bukan hanya karena suhu dingin dari ventilasi-ventilasi AC.

Beberapa jasad mutan kembali menggeliat, memulihkan diri memakai tumpahan Mirat. Jon kembali sadar, bukan hanya Markum yang punya keunikan di luar nalar.

"Jon, cepat pergi dan buka peti itu," perintah Sara. Satu tangan mekaniknya menunjuk peti mirip kulkas di bawah tumpukan kabel. "Cek barangkali ada Araknoid di situ."

Jon masih bengong memandangi Markum. Pembuluh darahnya tak lagi menyala. Cabang-cabang lengannya pun mulai menyusut dan kembali menyatu.

Tangan mekanik Sara mendorong punggung Jon keras-keras. Ia terlempar ke depan hingga tersungkur di antara kabel-kabel.

Sambil gemetar, ia bangkit dengan berpegangan pada sisi peti metalik. Saat dibuka, peti itu mengepulkan asap dingin nan pekat bak freezer berisi karbondioksida beku.

Sesosok tubuh manusia bersemayam tanpa busana. Tubuhnya diselimuti kabel dan selang yang menancap di berbagai bagian, terutama dada. Wajahnya familier. Mirip dengan pria yang ia hadapi di ujung terowongan kereta. Mirip dengan penampilan sopir AI-Mira.

Denyut nadinya masih ada. Dadanya kembang kempis. Ada lubang di bagian kiri yang tembus ke jantung, hanya tertutup oleh benda seukuran bola mata yang menjadi pusat kabel-kabel di sekitarnya. Araknoid hasil modifikasi.

Jon mengangkat benda itu perlahan, lalu menyadari satu hal. Ia tak mungkin melepas tanpa merobek jantung pria tersebut.

"Jon, apa ada Araknoid di dalam?" tanya Sara.

"I-Iya."

"Terus tunggu apa lagi?"

"Mereka menempelkannya di jantung orang hidup. Kalau kutarik paksa, dia bakal mati!"

"Jadi kau lebih suka kita semua mati!?"

Geraman dan lolongan mutan kembali terdengar. Tak ada waktu. Markum sudah kehabisan tenaga. Sara dan Rosco juga tak mungkin bertahan jika terus-terusan melindungi Markum dan dia.

Maaf, pria tak dikenal.

Jon mencabut Araknoid di dada sang pria sambil membuang muka, lalu cepat-cepat menutup peti kulkas. Tangan kanannya berlumuran darah. Perutnya mau muntah.

Hologram Jack-AI lenyap. Mutan-mutan berhenti bergerak. Tubuh mereka tercerai-berai sesuai kondisi saat terakhir dihancurkan.

Jon kembali berkumpul dengan tatapan hampa. Kilas balik trauma kembali berputar di kepala.

Badan, kaki, dan lengan Markum kembali seperti semula. Ia sempoyongan, sebelum tubuhnya ambruk di tangan anak buah Rod Rosco.

"Tunggu, kalian dengar itu?" tanya Sara. Sayup-sayup, detak-detik jam terdengar di tengah ruangan yang mulai sunyi. Gadis itu melongok ke belakang Jon. Lalu matanya melotot.

Jon ikut menoleh. Muncul angka-angka digital di badan kontainer yang telah jadi peti mati. Benda itu mencapai angka sepuluh, dan terus menghitung mundur.

"Hmm, apa pun itu. Pasti bukan kabar baik," komentar Rosco.

"Lari ke terowongan!" seru Sara sambil lari duluan.

"Eh, tapi saudara-saudaraku yang lain masih terjebak di atas!"

"Persetan! Nyawaku lebih penting daripada robot-robot rongsokan!"

Jon berusaha lari. Namun, energi telah meninggalkan otot-otot kaki. Ia nyaris jatuh, beruntung Rosco menangkap dan membawanya sambil memekik:

"Sampai jumpa, saudara-saudaraku!"

Rosco dan kedua anak buahnya mengaktifkan roket di kaki, melesat sambil menggendong Jon dan Markum. Ruangan meledak tepat saat mereka naik ke lubang di atas parit, menghancurkan pondasi dan meruntuhkan bangunan pabrik setinggi puluhan meter di atasnya.

Sara keluar duluan. Disusul skuad Rosco beserta Jon dan Markum setelah meledakkan langit-langit parit untuk memperbesar lubang. Lantai demi lantai gedung hancur lebur hingga rata dengan tanah. Entah berapa banyak informasi yang ikut terkubur di dalamnya.

"Ayo pergi," ajak Sara. "Mustahil polisi tutup mata dengan ledakan sebesar ini."



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro