Rasa bersalah Sari

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bayang-bayang wajah Beno kembali terekam dalam pikirannya. Tak bisa dipungkiri kenangan bersama Beno memang tidak mudah untuk Sari lupakan. Bagaimana pun Beno adalah cinta pertamanya saat di kampus. Sari kembali menghela napas panjang, kembali mengingat saat pertama mengenal Beno. Semua berawal saat Sari tidak sengaja menumpahkan minuman pada baju Beno, kalau kebiasaan orang akan marah kalau ditumpahi minuman berbeda dengan Beno, cowok itu malah tersenyum. Semenjak saat itu mereka sering bertemu, dan Beno mengajaknya berkenalan. Beberapa bulan kemudian, Beno menyatakan perasaannya pada Sari, karena Sari punya rasa yang sama dia menerima Beno sebagai pacarnya.

Awalnya semua baik-baik saja, tapi semua berubah saat Thoriq datang ke dalam hidupnya. Ya, Thoriq sahabat Beno juga. Awalnya, Sari bersikap biasa-biasa saja terhadap Thoriq, tapi lama kelamaan karena kesepian mengingat Beno yang selalu sibuk dengan urusan HMJ(Himpunan Mahasiswa Jurusan) Beno selalu tak ada waktu untuk Sari. Sari awalnya maklum, tapi lama-lama dia bosan. Dia butuh perhatian. Singkat cerita, Sari dan Thoriq menjalin perselingkuhan itu di belakang Beno, dan lama kelamaan terbongkar juga kedok mereka berdua.

"Maafin gue, Ben," ucap Sari merasa bersalah. " Andai gue nggak hianatin lo. "

Tiba-tiba gorden kamar Sari berembus kencang, padahal tak ada angin kencang. Sari mengernyitkan dahi heran.

" Kok aneh? " tanya Sari penasaran.

Sari bangkit dari tempat tidur dan menutup gorden. Alangkah terkejutnya Sari saat melihat penampakan sosok lelaki yang terpampang nyata di depan mata.

Sari menutupi mulutnya sambil terkejut. " Beno? " Sari betul-betul hapal penampakan itu adalah Beno.

Sari merasa ketakutan, lalu dia berlari ke tampat tidur dan menutupi dirinya dengan selimut.

" Sari."

Ada sebuah suara yang memanggil namanya, membuat gadis itu semakin ketakutan. Sari memejamkan mata, dan meringkuk di bawah selimut.

" Sari. "

Kembali suara itu terdengar lebih jelas. Leher Sari seolah tercekat. Dia memberanikan diri untuk berbicara pada Beno.

" Jangan ganggu gue, Ben! " serunya sambil menangis. " Maafin gue, Beno." Tangis Sari semakin menjadi, tapi suara itu terus memanggilnya.

" Jangan ganggu gue, Ben! " seru Sari lagi.

Suasana hening. Sari sudah yakin arwah Beno sudah tidak ada lagi. Untuk itu dia memutuskan untuk keluar dari selimutnya.

"Beno kenapa hantuin gue, ya? " Sari menyeka air matanya. Sungguh dia benar-benar takut.

Mungkin awalnya salah Sari, karena kesepiannya dia berpaling pada cowok lain dan menghianati Beno yang sangat baik dan begitu mencintainya.

Sari bergegas menuju meja belajarnya dan duduk. Memori tentang Beno kembali teriang di kepalanya saat melihat foto bersama Beno yang ditaruh di sana.

"Gue selalu cinta sama lo, Sar, " ucap Beno saat itu. Dengan manja, Sari memeluk Beno erat. " Gue juga sayang banget sama lo! "

Sari mengingat saat-saat bersama Beno. Saat Beno membelikan barang-barang mewah, perhatian Beno. Entah hal bodoh apa yang ada dalam pikiran Sari sehingga dia tega menghianati cinta Beno yang tulus.

"Andai gue nggak jahat sama lo, Ben! " Sari mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja. Kenapa rasa bersalah itu muncul saat Beno sudah tidak ada? Kenapa tidak saat Beno masih hidup? Semua sudah terlambat, Beno sudah tidak ada di dunia ini. Sari harus menerima konsekuensinya jika Beno akan terus mendatanginya karena dendam atas kelakuannya selama ini.

Sari bimbang, kenapa dengan mudahnya dia mengadaikan kesetiaan Beno demi sebuah kesenangan semata. Harusnya Sari bisa memahami Beno yang sibuk dengan urusan kampus. Toh, bagaimana pun Beno tetap setia dan tidak pernah menghianati cintanya.

"Lo selalu sibuk dengan urusan HMJ-mu itu, lo jadi mengabaikann gue, Ben," ucap Sari saat itu.

"Ini urusan kampus, Sayang. Gue nggak bisa ninggalin gitu aja. Lo tahu sendiri gue ini ketua HMJ. Mana mungkin gue ninggalin tanggung jawab? "

"Terserah lo, Ben. Lama-lama gue muak sama lo. Sana urus aja HMJ lo terus. Nggak usah peduliin gue! "

Sari mengingat kembali kata-kata itu. Kalau teringat, dia merasa menjadi perempuan yang paling egois di dunia. Dia hanya memikirkan ego tanpa memikirkan betapa pusingnya Beno mengurus organisasi kampus yang dibinanya kurang lebih dua tahun. Ya, perempuan mana yang mau dinomorduakan apalagi dengan sebuah organisasi.

Sari menghela napas.

Drt
Drt
Drt

Terdengar suara telepon. Dengan langkah malas, Sari mengangkat telepon itu.

"Halo?"

Tidak ada jawaban.

"Halo?" Sari mengulang perkatannya di telepon.

"Sari, kamu jahat!"

Suara telepon itu tidak asing bagi Sari. Suara Beno.  Gadis itu melempar ponselnya ke atas kasur dan Sari pingsan di tempat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro