Dipan baru

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sore menjelang maghrib, Pak Mamat mengantarkan dipan menggunakan mobil pick up miliknya. Hal yang sudah ditunggu-tunggu pun tiba, Jamal senang sekali. Seperti anak kecil yang baru saja mendapat mainan, cowok berkulit kuning langsat itu jingkrak-jingkrak. Melihat tingkah Jamal yang seperti anak kecil Jamilah hanya menggelengkan kepala. Pak Mamat dan dua pekerja yang ikut dengannya pun langsung memasukkan dipan ke kamar Jamal.

"Posisinya udah pas belum, Bu?" Pak Mamat bertanya pada Jamilah. Wanita itu pun mengangguk.

"Makasih ya, Pak Mamat." Jamal tersenyum tipis.

Pak Mamat menepuk-nepuk bahu Jamal. "Dipannya masih bagus, kok," jawabnya. "Ini sebenarnya dipannya masih baru, tapi sekitar dua bulan lalu ada yang order main cancel. Ya udah nggak apa-apa."

"Saya bayar aja kalau gitu Pak Maman." Mendengar penuturan Pak Maman yang terkena cancelan membuat tak tega. Jamilah merasa tidak enak kalau mendapatkan dipan itu secara gratisan. Karena dia pikir dipan itu sudah bekas, ternyata tidak.

Pak Maman dengan tegas menggeleng. Laki-laki berkulit sawo matang itu ikhlas memberikan dipan itu secara cuma-cuma.

"Wah... makasih, Pak. Semoga usaha mebel Pak Maman laris." Mata Jamal berbinar tatkala tetangganya itu baik sekali.

Lagi-lagi Pak Maman mengangguk.

Tak berselang lama, Pak Maman berpamitan keluar dari rumah Jamilah. Dia lalu masuk ke dalam mobil pick up bersama kedua pekerjanya. Sebelum pergi, Pak Maman melambaikan tangan pada Jamilah dan Jamal. Kedua orang itu membalas lambaian Pak Maman. Saat mobil pick up itu pergi, Jamal langsung melesat ke kamarnya. Cowok itu langsung tiduran di dipan yang sudah diberi kasur. Jamal lama-lama tertidur.
Tanpa Jamal sadari ada sebuah tangan berbulu lebat yang ada di kolong dipan bersiap mencekiknya, tetapi hal itu tidak terjadi saat Jamilah masuk ke kamar Jamal. Makhluk menyeramkan itu lalu bersembunyi di kolong dipan.

"Mal, jangan tidur!" Jamilah menguncangkan tubuh anaknya yang sudah tertidur lelap. "Udah masuk waktu maghrib, nanti diganggu setan kamu, Nak!"

Dengan sedikit kesadaran, Jamal mencoba membuka mata. Cowok itu tersadar dan langsung duduk di atas tempat tidur.

"Ya, Bu, Jamal tahu."

Jamilah menghela napas. Lalu, menyuruh Jamal untuk segera mengambil air wudhu dan mengajaknya sholat berjamaah di masjid saat adzan baru saja berkumandang.

"Ayo, Nak, udah belum?" Jamilah sudah bersiap di depan rumah, sudah rapi menggunakan mukena berwarna putih.

"Sabar, Bu."

Jamal akhirnya keluar menggunakan baju koko berwarna putih dan menggunakan peci hitam. Jamal dan Jamilah pergi ke masjid yang tak jauh dari rumah. Sedang makhluk menyeramkan itu keluar dari kolong dipan. Tatapannya tajam dan menyeringai.

Setelah pulang dari masjid, Jamal langsung mengerjakan tugas kuliahnya yang belum selesai. Entah apa yang terjadi, seketika dari dipan terdengar suara seperti dipan bergeser. Karena penasaran, Jamal menengok ke sumber suara. Tidak ada apa-apa.

"Mungkin perasaan gue aja."

Jamal kembali fokus dengan tugasnya. Tanpa Jamal sadari, makhluk menyeramkan itu mengawasinya dari kolong dipan. Senyumnya menyeringai.

"Akhirnya selesai juga." Jamal merengangkan kedua tangannya ke depan dan belakang. Punggungnya terasa pegal. Cowok itu keluar kamar untuk mengambil sebuah air putih. Saat berada di depan kamar Jamilah, Jamal melihat kamar ibunya yang setengah terbuka pun bisa melihatnya sedang memijat tangan. Jamal tahu ibunya lelah karena pekerjaan rumah tak ada habisnya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro