Bab 13

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Untuk kasus keempat, pasien atas nama Nona A usia 22 tahun dengan cedera kepala sedang, close fraktur femur dextra,  dan multiple close fraktur costae serta hematotoraks telah dilakukan pemasangan WSD," terang Raditya menjelaskan kasus yang didapat selama jaga malam. 

Seakan mendapat serangan fajar, sejak naik jaga sampai pukul tujuh tadi pagi, dia tidak punya waktu walau sekadar menaruh pantat di kursi. Ditambah ada pasien kejang yang dicurigai sakit meningitis namun terlambat dibawa ke fasilitas kesehatan sampai mengalami penurunan kesadaran. Selain itu, ada pasien kecelakaan motor yang justru kendaraan roda dua miliknya dibawa kabur oleh si penolong. Sungguh semalam adalah fase roller coaster yang pastinya akan selalu terjadi di UGD rumah sakit mana pun.  

"Mbak, tadi keluarganya mana? Saya mau jelasin masalah hasil foto dan pemeriksaan," tanya Raditya. 

"Ha? Keluarga siapa, Dok?"

"Lah itu tadi? Mas-mas jaket hitam."

"Mas-mas siapa?" pasien itu mengernyit beberapa saat lalu bola matanya membesar. "Loh, motor saya! Itu motor saya, Dokter!" pekiknya sambil menunjuk ke arah luar pintu P2.

Selesai paparan kasus di ruang diskusi bersama pembimbing, Raditya menyeret kakinya yang terasa berat ke ruang dokter jaga kemudian mendudukkan diri di sofa sambil memijit tengkuk leher. Ada waktu setidaknya satu jam sebelum melakukan kunjungan harian ke beberapa pasien di bangsal rawat inap. Ini salah satu tugas yang wajib dijalankan seorang residen, mendatangi satu-persatu pasien lalu melaporkannya kepada dokter penanggung jawab. Belum lagi kalau harus membimbing koas hingga ujian mereka plus harus standby jikalau tiba-tiba diminta naik jaga. 

Oleh karena itu, tidak salah kalau wajah-wajah anak-anak PPDS selalu terlihat kusut, tegang, dan tak punya sinar. Apalagi dokter yang sudah punya keluarga, pasangan wajib untuk memahami seabrek kegiatan calon dokter spesialis ini. Mengingat hal itu, pikiran Raditya terbayang pada Valentina terutama kesialan yang menimpa sang istri hingga pantatnya harus mengecup permukaan lantai. 

Penasaran, Raditya merogoh ponsel dari dalam saku scrub biru dongker membuka kombinasi sandi dan menulis pesan teks kepada istrinya. Walau kadang dia jutek dan suka berkata kasar, ada secuil hati malaikat yang membuat Raditya menaruh simpati. Dia tahu sebagai perawat apalagi profesi ners yang mengharuskan mahasiswanya mampu secara teori dan praktik, membuat laporan kasus, penyuluhan, ujian praktik, hingga seminar besar. Bukankah perjalanan Valentina tak berbeda jauh dengan anak PPDS?

Monyet Mata Empat: Pantatmu gmn? Udah baikan?

Curut : Hah? kalimatmu rancu

Curut : Sejak kapan pantat manusia ngambek? Mereka ditakdirkan berdempetan sampai kiamat, Dit. 

Meniti pesan dari Valentina seperti ini saja membuat rasa kantuk yang tadinya membelenggu Raditya mendadak menghilang. Dia ada benarnya, pikir lelaki berambut hitam itu. 

Monyet Mata Empat : nyeri di pantatmu gmn? Udah berkurang?

Curut : lumayan

Curut : tumben tanya

Curut : dah ya, aku sibuk mau masuk shift!

"Ck, sok sibuk," cibir Raditya seperti tak rela percakapannya berakhir. "Dikira dia doang yang sibuk. Ah, iya, dia di ruangan mana ya sekarang?"

Sedetik kemudian dia mengernyit dengan pertanyaan yang diajukannya sendiri. Raditya menggeleng cepat menepis rasa penasaran di mana Valentina sedang praktik. Kenapa pula dia mengkhawatirkan gadis bebal yang sok sibuk bak presiden itu? Bahkan tanpa diberi obat anti nyeri pun sebenarnya Valentina bisa mengobati diri sendiri karena paham sebenarnya gadis itu cukup pintar. Dia pernah melihat gadis itu sedang asyik main suntik-suntikkan di kamar yang entah dari mana mendapat seperangkat alat untuk memasang infus, kadang mendapati Valentina tengah sibuk belajar menjahit di atas sandal yang sudah disayat, kadang juga mengintip Valentina yang serius mengerjakan laporan kasus dengan setumpuk buku tebal. 

Aroma kopi mendadak menguar membuat lelaki berkacamata itu memutar kepala. Julia menyodorkan secangkir kopi panas kepada pujaan hatinya yang terlihat kecapaian seraya berkata, 

"Minum dulu."

"Makasih. Kamu sudah sarapan?" tanya Raditya. 

"Belum. Habis ini aku mau visite dulu nanti baru makan," kata Julia menyandarkan punggung.

"Makan dulu lah, kamu punya maag gitu," ucap Raditya lalu menyesap sedikit kopi yang bisa membuat kedua mata yang sudah tinggal lima watt itu terjaga lagi. Kemudian dia beranjak mendekati tas ranselnya, merogoh dua bungkus roti isi sebagai pengganjal perut dan memberikannya kepada Julia yang dinilai tidak teratur makan. "Kamu punya tipes sama maag, kalau makan enggak dijaga bisa ambruk lagi. Kamu mau?"

Julia terkekeh menerima pemberian Raditya. "Siap, Dokter Radit, bawel amat."

"Oh iya, untuk jurnalnya aku udah nemu nih mungkin besok kita bisa diskusi sama anak-anak buat bahan presentasi."

"Oke, share aja di grup. Aku pergi dulu," pamit gadis itu. 

###

"Jadi, apa bedanya orang yang kena paraplegia dengan orang yang kena stroke, Tina?" tanya Christina saat meluangkan waktu untuk konferensi bersama mahasiswa ners. 

"Sebenarnya kalau dilihat dari penyebab penyakitnya sama, Bu. Paraplegia disebabkan stroke begitu juga sebaliknya stroke menyebabkan paraplegia. Tapi perbedaannya di sini adalah paraplegia juga terjadi karena faktor lain seperti cedera tulang belakang, polio, atau dekompresi."

"Terus kalau kasus pasien yang kamu ambil, kira-kira akut paraplegianya dari mana?"

"Akibat dekompresi saraf tulang belakang, Bu."

"Lokasinya? Dari tanda gejalanya sudah jelas loh, kamu enggak hafal urutan dan fungsi saraf spinal?" tanya Christina yang makin membuat debaran di dada Valentina berpacu cepat seperti bunyi monitor. "Harusnya sudah hafal dong, kan kalian ners. Jangan-jangan kamu juga enggak tahu fungsi dua belas nervus kranial."

Mampus, makin blank aku! batin Valentina.

"Kalau itu ... sepertinya dari bagian lumbal dan sacrum, Bu. Bener enggak?" jawab Valentina ragu. 

"Loh kok tanya saya, menurut kamu gimana loh?"

Sementara di belakang gadis yang rambutnya diikat ekor kuda itu, Okin berbisik kepada Dyas kalau dia tidak tahu fungsi dari dua belas saraf di kepala. Jujur saja, lelaki tambun itu tidak terlalu suka dengan pelajaran neurologi yang makin membuat kepalanya pening selain pelajaran kardiologi. Saat masa kuliah dulu, hanya dua pelajaran itu Okin selalu mendapat remidial baik ujian harian maupun ujian akhir semester. 

Lain halnya dengan Dyas yang justru sangat suka dengan dua pelajaran yang dibenci Okin. Berawal dari ayahnya yang mengidap hipertensi berujung stroke, Dyas ingin memperdalam ilmu agar suatu hari nanti bisa membagikan apa yang didapat kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan pembuluh darah. Satu pembuluh darah yang rusak bisa berakibat fatal pada semua organ tubuh. 

"Belajar lagi ya, minggu depan ujian kamu hafalan fungsi nervus kranial, 31 saraf spinal, sama perhitungan obat syringe pump."

Tak mampu berkata, Valentina beranjak dengan wajah lesu akibat tak yakin atas jawaban yang diberikan kepada si perpustakaan berjalan. Dalam hati, Valentina menggerutu kenapa pula mengambil contoh kasus yang susah padahal dia bisa ambil laporan pendahuluan dengan penyakit jantung hipertensi atau masalah hipoalbumin. 

Dasar aku yang sok pinter, rutuk Valentina. 

Setelah hampir satu jam lebih berdiskusi dengan pembimbing ruangan, Valentina segera merapikan buku-bukunya ke dalam tas untuk mengikuti operan jaga pagi ke jaga siang sedangkan Dyas sudah pulang karena nanti dia masuk malam. Pasien hari ini ada delapan orang dengan berbagai penyakit yang menyebabkan penurunan kesadaran, salah satu dari mereka baru saja keluar dari ruang operasi setelah menjalani pembedahan kanker otak. 

Beberapa saat iris mata cokelat Valentina melirik ke arah seorang perempuan tinggi semampai tengah berjalan menghampiri para perawat. Seketika dia menyembunyikan wajahnya dengan buku 'logbook mahasiswa' seraya memundurkan posisi agar tidak terlihat oleh dokter bermulut pedas itu. 

"Siang, Dokter Julia," sapa salah satu perawat. 

"Siang, Mbak, saya mau visite pasiennya dokter Meriana," ucap Julia yang terdengar berwibawa di telinga Valentina. 

"Oh iya, ini, Dok, rekam medisnya. Tadi apoteker sudah visite untuk saran penggantian antibiotik. Terus tekanan darah sempat turun di angka 71/51 tadi pagi lalu kami laporkan ke Dokter Meriana."

"Dapet vascon ya jadinya?"

"Iya."

Julia pun beranjak untuk memeriksa pasiennya kemudian dia berbalik sambil berkata, "Enggak ada yang mau dampingi saya nih mahasiswanya? Apa udah pinter semua?"

"Tuh kan," desis Valentina masih menutupi wajahnya dengan buku bersampul hijau muda. "Si paling jenius bertingkah lagi."

"Dek mahasiswa yang pegang kasusnya Ibu Oliv siapa ya?" sahut Christina. "Oh iya, saya ingat. Valentina, mana dia?"

"Siap!" seru gadis yang dipanggil oleh si perpustakaan berjalan seraya mengacungkan tangan kanan. 

"Saya butuhnya koas, Bu," timpal Julia seakan meruntuhkan harga diri Valentina sebagai mahasiswa perawat. Lantas dia bergegas menghampiri pasien Dokter Meriana diikuti beberapa dokter muda. 

Sedangkan Valentina mencebik menatap nyalang dokter sombong itu. "Hilih belum jadi dokter spesialis aja lagaknya udah selangit. Gitu dari mana Raditya bisa bucin? Dasar mata empat, lihat cewek aja enggak bener."

"Hei! Kenapa bengong!" seru Julia memanggil Valentina sambil melipat tangan di dada. "Kamu mau pinter enggak!"

Lah bukannya tadi manggil koas doang?

"S-siap, Dok!"

Buru-buru dia menghampiri dokter judes itu ketika Julia memerintah, "Coba hitung CVP-nya."

"Hah? CVP?"

"Iya, kamu ners kan?" tuding Julia. "Koas saya belum bisa menghitung CVP, jadi kamu yang ajarin."

"Eh?" Valentina masih tertegun. Sel otaknya masih sibuk membuka materi-materi yang sudah dia pelajari kemarin tentang perhitungan tekanan vena pusat. Sayang, gara-gara sudah diberondong pertanyaan berat dari pembimbing ruangan, otaknya serasa kosong hingga tak sengaja mendengar ejekan pelan Julia. 

"Gitu mau jadi perawat."

daftar istilah : 

close fraktur femur dextra : patah tulang tertutup pada tulang paha kanan

multiple close fraktur costa : patah tulang pada tulang iga

hematotoraks : perdarahan pada paru

vascon : obat untuk mencegah tekanan darah turun drastis

Yang enggak sabar nunggu kelanjutannya bisa baca di Karyakarsa. Ada paket hemat ada juga satuan.

Yang mau bersabar, tunggu dua minggu lagi ya heheh

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro